Kemnaker Pastikan Pegawai Kontrak dan Outsourcing Terima THR Idul Fitri 2021, Ini Syaratnya

- 26 April 2021, 09:06 WIB
Ilustrasi. Kemnaker pastikan bahwa para pegawai kontrak dan oursourcing tetap mendapat THR jika sudah memenuhi syarat.*
Ilustrasi. Kemnaker pastikan bahwa para pegawai kontrak dan oursourcing tetap mendapat THR jika sudah memenuhi syarat.* / /DOK PR/

PR INDRAMAYU – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) belakangan ini sering mengimbau terkait dengan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) untuk para pegawai.

Pihak perusahaan harus membayar THR untuk para pegawainya tanpa terkecuali.

Namun, jika para perusahaan tidak bisa membayar THR dalam waktu dekat, pihak perusahaan perlu melakukan dialog dengan pegawainya hingga menemukan kesepakatan antara keduabelah pihak.

Baca Juga: Soal Obat Kadaluarsa hingga Disinggung Mirip Minimarket, Kejaksaan Periksa Lima Pegawai RSUD Indramayu

Agar pemberian THR pada para pegawai ini berjalan lancar, Kemnaker bahkan membuka layanan pengaduan hingga menerapkan sanksi bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR pada pegawai.

Penerima THR ini tidak hanya berlaku bagi para pegawai tetap saja, namun juga berlaku bagi pegawai kontrak dan outsourcing.

Hal tersebut diungkapkan oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri.

Baca Juga: Update Kasus Covid-19 Indonesia Senin 26 April 2021, Pasien Aktif Naik Hingga 100.474 Orang

Ia mengatakan bahwa penerima THR tidak hanya pegawai tetap, namun pegawai dengan status outsourcing dan kontrak berhak menerima THR.

Sebagaimana dimuat dalam artikel yang diterbitkan oleh Jurnal Soreang dengan judul “Kemenaker Jamin Pekerja Kontrak dan Outsourcing Terima THR, Tapi Ada Syaratnya,” pembayaran tersebut mengacu pada Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh Perusahan.

"THR Keagamaan wajib diberikan dalam bentuk uang rupiah dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan," kata Dirjen Putri, sebagaimana dikutip dari laman kemnaker.go.id yang diunggah pada Minggu, 25 April 2021.

Baca Juga: Update Kasus Covid-19 Indonesia Senin 26 April 2021, Pasien Aktif Naik Hingga 100.474 Orang

Dijelaskan Dirjen Putri, ada tiga jenis pekerja/buruh yang berhak memperoleh THR Keagamaan. Pertama, pekerja/buruh berdasarkan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) yang memiliki masa kerja 1 bulan secara menerus atau lebih.

Kedua, pekerja/buruh berdasarkan PKWTT yang mengalami PHK oleh pengusaha terhitung sejak H-30 sebelum hari raya keagamaan.

Ketiga, pekerja/buruh yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, apabila dari perusahaan lama belum mendapatkan THR.

Baca Juga: Soal Hak Administrasi Kependudukan Kaum Transgender, Dukcapil Pastika Data yang Tercatat Sesuai Aslinya

"THR wajib dibayar penuh dan tepat waktu. Dalam pembayaran THR tidak ada perbedaan status kerja," tegas Dirjen Putri.

Ia menambahkan, para pekerja outsourcing maupun pekerja kontrak berhak mendapatkan THR juga. "Asalkan telah bekerja selama 1 bulan atau lebih, dan masih memiliki hubungan kerja pada saat hari keagamaan berlangsung," sambungnya.

Ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan adalah 1 bulan upah untuk pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih.

Baca Juga: 53 Kru Kapal Selam KRI Nanggala 402 Dinyatakan Gugur, Menko Polhukam: Selamat Menghadap Alkhaliq, Syuhada

Sedangkan pekerja/buruh  yang masa kerjanya 1 bulan secara terus menerus sampai dengan kurang dari 12 bulan, berhak mendapat THR yang dihitung secara proporsional sesuai masa kerjanya.

Penghitungan upah sebulan yakni upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages) atau upah pokok termasuk tunjangan tetap. Dalam hal upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tidak tetap, maka perhitungan THR dihitung berdasarkan upah pokok.

"Dari perhitungan upah tersebut, tidak menutup kemungkinan perusahaan juga dapat memberikan THR yang nilainya lebih besar dari peraturan perundang-undangan, dimana hal tersebut terlebih dahulu ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang selama ini memang telah dilakukan oleh perusahaan," jelas Dirjen Putri panjang lebar.

Baca Juga: Ramalan Shio Senin 26 April 2021, Shio Naga Jangan Ragu Meminta Bantuan

Sedangkan pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian, ia menerangkan bahwa upah satu bulan dihitung melalui dua ketentuan.

"Yakni memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih dihitung dari rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya, dan masa kerja kurang dari 12 bulan dihitung dari rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja," tutup Dirjen Putri.*** (Yusup Supriatna/Jurnal Soreang)

Editor: Thytha Surya Swastika

Sumber: Jurnal Soreang


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah