INDRAMAYUHITS – Pondok Pesantren Babakan, Ciwaringin, Cirebon memiliki sejarah yang panjang. Usianya jauh lebih tua dari negeri ini yang mau menginjak 77 tahun.
Pesantren Babakan telah ada sejak tahun 1705, seabad sebelum Perang Pangeran Diponegoro yang berlangsung sekitar 1825-1830.
Ulama yang pertama kali mendirikan Pesantren Babakan adalah Ki Jatira atau KH Hasanuddin yang tempatnya saat ini berada di Pondok Gede Raudlatut Tholibin di Desa Babakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon.
Dilansir dari laman resmi Makom Albab, berdasarkan garis nasab, KH Hasanuddin yang bergelar Kiai Jatira adalah putra KH Abdul Latief.
Ayahnya, KH Abdul Latief adalah ulama yang tinggal di daerah yang saat ini bernama Desa Pamijahan, Kecamatan Plumbon, Cirebon. Beliau adalah ulama yang menjadi bagian dari penghulu Keraton Cirebon.
KH Hasanuddin atau Ki Jatira adalah seorang ulama sekaligus pemimpin perjungan pada zaman penjajahan Belanda.
Dalam catatan Filolog Cirebon, almarhum Rafan S Hasyim atau Opan Safari Hasyim Ki Jatira adalah keturunan bangsawan Pangeran Arya Wijaya Negara, namun lebih memilih hidup bersama rakyat jelata.
Menurut Opan Safari, Ki Jatira mendirikan pesantren merupakan tindak lanjut dari instruksi yang pernah disampaikan Sultan Matangaji atau Sultan Muhammad Sofiuddin.
Konon, saat kondisi keraton tidak kondusif, Sultan Matangaji yang memang memiliki pengetahuan agama yang mumpuni dan cenderung dekat dengan para ulama, memerintahkan qodhi atau kholifah raja untuk mendirikan pesantren di berbagai pelosok yang jauh dari jangkauan penguasa.
Ki Jatira, juga digambarkan sebagai sosok ulama yang sangat dekat dengan masyarakat miskin. Ia tak segan membela masyarakat miskin yang tertindas.
Jika dalam banyak catatan sejarah yang menyebutkan bahwa pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren yang jauh dari keramain dan kondisi lingkungan yang gersang, baik dari aspek lahan maupun gersang spiritualitas, maka pernah dilakukan ratusan tahun sebelumnya oleh Ki Jatira.
Ia sengaja memilih desa yang gersang. Lahan pertanian di kawasan tersebut dulunya juga kering, kurang subur.
Justru kondisi itulah yang memacu Ki Jatira untuk mengembangkan pondok pesantren bersama beberapa warga, hingga akhirnya menjadi subur.
Pondoknya pun dapat dimanfaatkan sebagai tempat peristirahatan yang jauh dari keramaian, terutama dari pengaruh hingar binger kekuasaan dan penjajah Belanda.
Itulah yang menjadi titik awal dirintisnya pesantren sederhana yang kini dikenal dengan nama Pesantren Babakan.
Singkat cerita, Ki Jatira wafat meninggalan pondok pesantren. Setelah itulah sempat terjadi kevakuman aktivitas pesantren.
Hanya ada aktivitas keagamaan biasa seperti sholat lima waktu dan lainnya yang pernah diajarkan Ki Jatira kepada masyarakat sekitar.
Karena tidak ada penerus yang langsung menggantikan beliau, Pesantren Babakan pun vakum, bahkan digambarkan dalam berbagai tulisan sejarah, kevakuman yang lama mengakibatkan pesantren fisik pesantren nyaris tak berbekas.
Barulah ketika putri dari Ki Jatira menikah dengan KH Nawawi, inisiatif untuk mambangun kembali Pesantren Babakan dilakukan.
Namun, menantu Ki Jatira tersebut diyakini tidak membangun persis di titik berdirinya Pesantren Babakan untuk pertama kalinya.
Laman Makom Albab menyebut letaknya 1 kilometer ke arah selatan dari tempat berdirinya pesantren Ki Jatira.
KH Nawawi tak sendirian, beliau membangun dan mengelola pesantren dibantu KH. Adzro’i. Setelah keduanya wafat, pesantren dikembangkan oleh KH Ismail putra KH Adzro’i pada tahun 1225 H/1800 M. ***