Nasihat Sufi: Kata Jalaluddin Rumi Soal Ulama yang Mendekati Pemimpin, Ini Penjelasannya

3 Januari 2024, 13:38 WIB
Nasihat Sufi: Kata Jalaluddin Rumi Soal Ulama yang Mendekati Pemimpin, Ini Penjelasannya /Instagram Kata Sufi

IndramayuHits.com - Berikut nasihat Sufi dari Jalaluddin Rumi, yang menjelaskan tentang seorang ulama yang mendekati pemimpin.

Jalaluddin Rumi sebagai seorang Sufi besar begitu sangat masyhur dikalangan umat Islam.

Penting untuk di simak, karena Rumi menekan pemahaman tentang seorang ulama yang mendekati pemimpin ini, agar bisa dipahami bukan saja soal konteksnya tapi esensial-nya juga.

Apalagi, di Tahun Politik ini yang akan diselenggarakan kontestasi Demokrasi dalam Pemilu 2024, sangat baik untuk mengkonsumsi pembelajaran berikut ini.

Berikut penjelasannya: 

Baca Juga: Lima Karya Puisi Terkenal Jalaludin Rumi 'Sang Pujangga Cinta Illahi'

Dalam sebuah buku karya Jalaluddin Rumi yang berjudul 'Fihi Ma Fihi', Beliau memulai pembahasan ini dengan menukil sebuah hadis, Rasulullah Saw. bersabda: “Seburuk-buruknya ulama adalah mereka yang mengunjungi para pemimpin, dan sebaik-baiknya para pemimpin adalah mereka yang mengunjungi ulama. Sebaik-baik pemimpin adalah ia yang berada di depan pintu rumah orang fakir, dan seburukburuk orang fakir adalah ia yang berada di depan pintu rumah pemimpin.”

Kemudian Jalaluddin Rumi menulis ternyata banyak orang yang merasa puas hanya dengan memahami makna redaksi hadis ini secara tekstual, bahwa seorang ulama tidak seharusnya mengunjungi para pemimpin agar tidak menjadi seburuk buruknya ulama. 

Padahal makna yang sebenarnya dari hadis tersebut bukanlah seperti itu, melainkan bahwa seburuk-buruk ulama adalah mereka yang bergantung kepada para pemimpin, semua yang mereka lakukan demi mendapatkan simpati dari para pemimpin. 

Rumi melanjutkan jika pada akhirnya ilmu yang mereka miliki, sejak awal diniatkan sebagai media agar ulama tersebut dapat bercengkerama dengan para pemimpin, agar diberi penghormatan dan jabatan yang tinggi. Itu artinya mereka mengubah dirinya dari bodoh menjadi berilmu semata-mata demi para pemimpin.

Ketika ulama itu menjadi terpelajar dan berpendidikan karena takut pada para pimpinan dan ingin dipuji, maka ia akan menjadi tunduk pada kekuasaan dan arahan sang pemimpin. Mereka 

menyenangkan diri dengan penuh harap agar sang pemimpin memerhatikan. Ini lah yang kemudian dikatakan dalam buku 'Fihi Ma Fihi' sebagai tindakan yang tidak tepat.

Lebih dicerahkan lagi, Baginda Rumi menulis andai peristiwa tersebut ada dalam diri ulama, maka tidak peduli apakah mereka itu yang datang mengunjungi pemimpin atau pemimpin itu yang mengunjungi ulama, tetap menjadikan ulama sebagai pengunjung dan pemimpinlah yang dikunjungi.

Baca Juga: Karomah Syekh Abdul Qadir Jailani: Dapat Menu Buka Puasa yang Dibawakan Malaikat

Sementara itu, Rumi kemudian memberi contoh kasus untuk ulama yang baik, adalah seorang ulama yang menuntut ilmu bukan demi seorang pemimpin, kata Beliau, melainkan karena Allah semata sejak awal hingga akhir.

Maka tingkah laku dan kebiasaannya akan sesuai dengan jalan yang benar karena memang itulah tabiatnya dan mereka tidak akan mampu untuk melakukan hal yang sebaliknya, seperti ikan yang tidak bisa hidup dan tumbuh berkembang kecuali di dalam air. 

Ulama semacam ini memiliki akal yang dapat mengontrol dan mencegah dirinya dari perbuatan buruk. Pada waktu yang bersamaan, semua orang yang semasa dengannya akan tercerahkan dan segan kepadanya, serta memperoleh bantuan-bantuan dari cahaya dan perumpamaan perumpamaannya, baik mereka sadari atau tidak.

Ketika ulama semacam ini datang mengunjungi pemimpin, maka sejatinya dialah yang dikunjungi dan pemimpin adalah pengunjungnya. 

Karena dalam segala kondisi, pemimpin itulah yang memperoleh pertolongan-pertolongan dan banyak manfaat darinya.

Ulama ini tidak butuh kepada pemimpin itu. Ia laksana matahari yang memancarkan cahayanya, yang tugasnya adalah untuk memberi kepada semua makhluk, yang mengubah bebatuan menjadi akik dan yakut, yang menyulap gunung di bumi menjadi tambang-tambang tembaga, emas, perak, dan besi, yang menjadikan bumi hijau bersemi, dan yang memberkati pepohonan dengan buah-buahan yang berlimpah. 

Pekerjaan ulama ini adalah memberi dan tidak menerima. Dalam sebuah peribahasa Arab disebutkan: “Kami telah belajar untuk memberi, tapi tidak untuk menerima.” Dalam kondisi apapun, ulama yang sesungguhnya adalah yang dikunjungi, dan para pemimpin yang mengunjungi.

Nah itulah tadi penjelasan dari Maulana Rumi, kekasih Allah yang merupakan seorang Sufi yang masyhur di seluruh Dunia.***

Editor: Aris Maya

Tags

Terkini

Terpopuler