Mengingat Lagi Sosok Polisi Jujur dan Berintegritas, Hoegeng Iman Santoso di Hari Bhayangkara, Ini Profilnya

25 Juni 2022, 11:00 WIB
Membangkitkan lagi semangat Jendral Hoegeng Iman Santoso, polisi jujur, sederhana dan berintegritas. /tangkapan layar Twitter @potretlawas

INDRAMAYUHITS – Jelang Hari Bhayangkara yang ke-74 dan diperingati 1 Juli 2022 mendatang, sosok Hoegeng Iman Santoso penting untuk diingat kembali oleh bangsa Indonesia.

Sosok Polisi yang bersih, jujur, antikorupsi, sederhana, tegas, dan berintegritas tinggi, semua ada pada Hoegeng Iman Santoso.

Dilansir dari buku HOEGENG, Oase di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia, ia lahir di Pekalongan 14 Oktober 1921, Hoegeng Iman Santoso tumbuh menjadi sosok yang melegenda di Republik Indonesia.

Baca Juga: Kisah Pangeran Diponegoro 5 Tahun Melawan Penindasan Belanda dan Kroni Pribumi, Jadi Perang Terbesar Nusantara

Hoegeng Iman Santoso sangat meneladani Sukaryo Hatmodjo, seorang Kepala Kejaksaan di Pekalongan pada dekade 1950-1960an, yang merupakan ayahnya sendiri.

Selain kepada ayahnya, Hoegeng Iman Santoso juga berguru pada dua orang sahabat dekat Sukaryo Hatmodjo.

Mereka adalah Ating Natadikusumah (kepala polisi) dan Soeprato (ketua pengadilan) yang menjadi trio penegak hukum yang jujur dan profesional di Pekalongan ketika itu.

Baca Juga: Kaburnya Pangeran Walangsungsang Pasca Wafat Sang Ibunda, Dapat Petunjuk Belajar Islam dari Pandhita Budha

Hoegeng Iman Santoso memilih sikap kuat dalam menghormati hokum yang tumbuh dari andil trio penegak hukum tersebut. Mereka mengasuhnya sejak kecil.

Hingga kemudian terpatri di dalam diri Hoegeng Iman Santoso, ketika mendapatkan amanat sebagai abdi negara.

Perilakunya menjelma menjadi spirit bagi perjuangan melawan ketidakadilan, khususnya di institusi dimana dirinya mengabdi.

Baca Juga: Pusaka Sakti Golok Cabang Milik Pangeran Walangsungsang yang Disebut Naskah Klayan, Begini Penampakannya

Lebih jauhnya lagi menjadi angin sejuk untuk masyarakat Indonesia yang mendambakan keadilan benar-benar terwujud di Republik tercinta ini.

Kisah perjalanan Hoegeng Iman Santoso bukannya menghilang, justru semakin dirindukan.

Walaupun sudah meninggalkan kita hampir 18 tahun yang lalu, sejak Hoegeng Iman Santoso menghembuskan napas pada 14 Juli 2004.

Baca Juga: Sekilas Sejarah STOVIA, Kampus Tempat Berhimpunnya dr Sutomo Dkk Merumusan Gerakan Lewat Organisasi Budi Utomo

Bukan kisah fiksi, tapi perjalanan nyata seorang anak bangsa. “(Ia) tampil dalam sosok bersahaja, tetapi selalu mampu memancarkan martabat yang tinggi," begitu kata Jakob Oetama, wartawan senior.

Teten Masduki, aktivis ICW juga melihat perjalanan Hoegeng Iman Santoso sebagai sesuatu yang woow!

“Saya hampir tidak percaya ada sosok polisi yang demikian bersih dan jujur," ujarnya.

Baca Juga: SEMPAT DEADLOCK! Dirumuskan Tim 9 Pimpinan Sukarno, Naskah Pancasila Disempurnakan KH Hasyim Asy'ari

Hoegeng Iman Santoso memulai karirnya sejak dirinya menjadi salah seorang siswa kursus polisi yang di selenggarakan Kantor Polisi Karesidenan Pekalongan pada tahun 1942.

Kemudian meneruskan pendidikan polisi pada Sekolah Polisi di sukabumi dan lulus pada tahun 1944. Waktu itu berada pada fase pendudukkan jepang.

Setelah Republik Indonesia merdeka Hoegeng Iman Santoso melanjutkan pendidikan kepolisiannya dan lulus PTIK tahun 1952.

Baca Juga: Pidato Monumental Sukarno 1 Juni 1945, Pertama Kalinya 5 Poin Dasar Negara Disampaikan

Sesudah jawa timur, sumatera utara adalah daerah kedua dimana dirinya ditugaskan sebagai kepala reskrim, selepas lulus dari PTIK.

Sebuah sambutan yang luar biasa dia dapatkan, rumah pribadi dan mobil sudah disediakan para cukong judi, ketika pertama kali sampai di sumatera utara.

Bukannya senang, Hoegeng Iman Santoso merasa kesal dan memilih tidur di hotel sambil menunggu rumah dinas siap untuk di tinggali.

Baca Juga: Pidato Bersejarah 1 Juni 1945 Sukarno Singgung Arab Saudi, Momen Penegasan Kemerdekaan dan Lahirnya Pancasila

Hal ini tidak membuat tukang suap ciut, malah ngotot memenuhi rumah dinas dengan perabotan. Kekesalan Hoegeng Iman Santoso pun memuncak menjadi satu sikap seorang penegak hukum jujur dan profesional.

Dia mengultimatum agar semua perabotan diambil kembali sama si pemberi, dan karena tidak kunjung datang, Hoegeng Iman Santoso mengeluarkan perabotan pemberian tersebut dari rumah dinas, dan menaruhnya di pinggir jalan.

Kota Medan pun gempar dengan kehadiran sosok polisi yang begitu teguh memegang prinsip.

Baca Juga: Di Mana TGB, Pahlawan Sirkuit Mandalika Saat Even MotoGP? Ipang Wahid Membocorkannya dengan Tulisan Menyentuh

Berangkat dari peristiwa ini, Hoegeng Iman Santoso mengembangkan forum antikorupsi yang melibatkan aparat hukum bersama tokoh sipil dan militer, yang mengadakan rapat sepekan sekali.

Sederet kalimat yang sudah terpatri sejak dia kecil. "Kita sudah kehilangan harta dan segala-galanya, Geng. Yang tinggal hanya nama baik, itu saja yang perlu dipelihara," begitu kata ayahnya.

Sukaryo Hatmodjo yang juga seorang penegak hukum (kepala kejaksaan) di Pekalongan.

Deretan kalimat yang menghantarkan Hoegeng Iman Santoso duduk di puncak tertinggi institusi kepolisian. Menjadi Kapolri kelima tepatnya pada periode 1968-1971.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (kapolri), yang terus di kenang sampai dia tutup mata di usianya yang ke 82 tahun. bahkan sampai saat ini dan mungkin di masa yang akan datang. Karena Spiritnya yang harum. ***

Editor: Kalil Sadewo

Tags

Terkini

Terpopuler