INDRAMAYUHITS - Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemahabang memiliki pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati dan Syekh Datuk Kahfi.
Namun, ketegasan Sunan Gunung Jati dalam menegakkan ajaran Islam, tak pandang saudara atau kerabat. Jika dianggap melanggar dan membahayakan, maka harus dijatuhi hukuman.
Ketegasan inilah yang membuat persinggungan antara Sunan Gunung Jati dan Syekh Siti Jenar beserta pengikutnya cukup tajam.
Ajaran Syekh Siti Jenar membuat para Wali resah, lantaran dianggap menyebarkan paham yang bersifat terlarang.
Dijelaskan dalam Pustaka Nagarakertabhumi, sebelum menyebarkan agama ke tanah Jawa, Syekh Siti Jenar yang lahir di Malaka belajar agama di Negeri Persia, seterusnya menetap di kota Bagdad. Di sana ia belajar agama Islam kepada guru agama penganut Syi’ah Muntadar (Syi’ah Imam 12).
Syekh Siti Jenar yang memiliki nama lain Abdul Jalil, memiliki pertalian keluarga dengan Syekh Datuk Kahfi, Sunan Ampel, dan juga dengan Sunan Gunung Jati.
Baca Juga: Kisah Lahirnya Sunan Gunung Jati, Tempat, Nasab, hingga Nama Kecilnya Versi Purwaka Caruban Nagari
Setelah Syeh Siti Jenar pandai dalam seluk beluk ajaran agama, ia kembali ke Malaka dan mulai menyebarkan pahamnya. Ia dikenal dengan sebutan Syekh Datuk Abdul Jalil atau Ki Syekh Datuk Jabalrantas.
Syekh Siti Jenar beristrikan seorang wanita dari Gujarat, berputra di antaranya Ki Datuk Pardun atau Ki Datuk Bardut. Selanjutnya, ia berangkat ke Jawa, tiba di Giri Amparanjati, tinggal bersama Syeh Datuk Kahfi, karena masih termasuk kerabatnya.
Setelah itu, Syeh Siti Jenar tinggal di Cirebon Girang.
Di situ ia mendapat banyak murid. Apalagi Syekh Siti Jenar selalu berkeliling ke pedesaan untuk mengajarkan pahamnya, sehingga pengaruhnya makin berkembang di kalangan masyarakat pedesaan.
Para wali tidak menyetujui cara-cara Syeh Siti Jenar atau Syekh Lemahabang menyebarkan pahamnya. Ia mengajarkan hal ihwal yang bersifat terlarang (wuwus kang pamali) yang mengakibatkan kaum Muslimin akan mengingkari tertib beragama (sira mari tuhagana ring dharma) berasaskan syari'at Rasul.
Sunan Gunung Jati mendapat surat dari sultan Demak yang dibawa Sunan Kudus. Surat itu berisi permintaan, supaya Syeh Siti Jenar ditangkap.
Dalam usaha memenuhi permintaan Itu, harus diambil langkah yang sangat cermat.
Pertama-tama, dikumpulkan para pembesar dan kepala wilayah yang menjadi penganut Syeh Siti Jenar atau Syeh Lemahabang dengan memperhitungkan, bahwa pengaruhnya telah menyusup di antara pembesar-pembesar Cirebon.
Bahkan panglima angkatan bersenjata, yaitu Pangeran Cirebon, adalah penganut Syeh Siti Jenar. Semua pembesar dan kepala wilayah berkumpul di masjid Agung Cirebon Sang Ciptarasa.
Setelah Itu baru diperintahkan, supaya Syeh Siti Jenar, yang berada di Cirebon Girang ditangkap dan dibawa ke dalam masjid. Di masjid telah hadir para wali yang sengaja datang memenuhi undangan untuk membicarakan perihal Syeh Siti Jenar. Sekeliling masjid dijaga ketat oleh pasukan bersenjata pilihan dari Demak dan Cirebon.
Pertukaran pikiran antara para wali dengan Syeh Siti Jenar berlangsung lama. Tidak ditemukan titik persamaan antara kedua belah pihak.
Masing-masing berpegang kepada pahamnya sendiri. Akibat dari itu, terjadilah pertengkaran yang menjurus kepada timbulnya huru-hara di dalam masjid.
Akhirnya diputuskan bahwa Syeh Siti Jenar harus dihukum mati. Syeh Siti Jenar atau Syeh Lemahabang dibunuh oleh Sunan Kudus. Jenazahnya dimakamkan di Kemlaten.
Baca Juga: SEMPAT DEADLOCK! Dirumuskan Tim 9 Pimpinan Sukarno, Naskah Pancasila Disempurnakan KH Hasyim Asy'ari
Tidak lama antaranya, berduyun-duyunlah para penganut Syeh Siti Jenar datang untuk memuja makamnya.
Oleh karena itu, Sunan Gunung Jati segera memberi perintah kepada beberapa orang anggota bayangkara agar dengan sembunyi-sembunyi memindahkan jenazah Syeh Siti Jenar ke bukit Amparan Jati.
Di bekas makamnya dikuburkan bangkai anjing hitam. Peristiwa itu sampai kini tidak diketahui orang.
Tiga hari setelah pemakaman, datanglah utusan dari Pengging untuk memindahkan jenazah Syeh Siti Jenar ke Pengging, Jawa Timur. Permintaan itu disetujui.
Namun ketika digali, alangkah terkejutnya semua yang hadir, karena yang ada bukan jenazah Syeh Siti Jenar, melainkan hanyalah bangkai seekor anjing hitam.
Dalam peristiwa itu Sunan Gunung Jati berbicara kepada yang hadir, dikatakan antara lain, supaya jangan memuja bangkai, melainkan harus memuja Yang Maha Kuasa (haywa ta sira kabeh memuja nikang wangke, ikang pinuja hana ta hyang widhi).
Sejak peristiwa itu terjadi, banyak murid Syeh Siti Jenar menjadi murid Sunan Gunung Jati.***