Akibat Pandemi Covid-19, New York Alami Krisis Pariwisata

11 Oktober 2020, 09:08 WIB
Ilustrasi Covid-19.* //Pexels/

PR INDRAMAYU – Pandemi Covid-19 berdampak pada banyak kota di seluruh dunia. Kota New York di Amerika Serikat (AS) adalah salah satunya.

Dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari New York Times, kunjungan internasional ke New York menurun drastis hingga 93 persen. Industri pariwisata di sana pun berada di ambang kehancuran.

Turunnya jumlah kunjungan tersebut merupakan akibat dari pembatasan perjalanan antarnegara yang mulai diberlakukan sejak Maret 2020. Hal ini memang ditujukan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.

Baca Juga: Sibuk di TMMD, TNI Ini Sempatkan Belajar Ilmu Bonsai di Kalinusu Bumiayu Brebes

Sebelum pandemi, Inggris, Tiongkok, dan Brasil adalah penyumbang wisatawan terbanyak di New York. Kini saat pandemi, pengunjung dari tiga negara tersebut dilarang memasuki wilayah AS.

Pembatasan akses tersebut harus dibayar mahal. Mata pencaharian jutaan orang terancam oleh pembatasan tersebut.

Sebuah organisasi travel bernama The U.S. Travel Association mencatat bahwa pengunjung internasional turun 80 persen. Semula di tahun lalu terdapat 79 juta kunjungan. Namun pada tahun ini, jumlah tersebut menyusut hingga hanya 18,6 juta.

Baca Juga: Curhat Penjual Kue Keliling Yang Terbantu Akses Jalan TMMD Reguler Brebes

New York City memang merupakan tujuan wisata populer di negara yang berjuluk Paman Sam tersebut. Selain New York, Orlando dan Los Angeles pun terkena dampaknya.

Dilansir Pikiranrakyat-indramayu.com dari New York Times, akibat tersendatnya pariwisata di New York, sekira 200.000 pekerjaan di sektor makanan dan minuman hilang sejak Maret silam.

Pengunjung hotel turun menjadi 40 persen dibanding Agustus 2019 lalu yang mencapai 80% persen. Hal ini diungkapkan oleh STR, lembaga yang menyajikan data tentang industri perhotelan di seluruh dunia.

Baca Juga: Penggemar ENHYPEN? Cari Tahu Nama di Balik ENGENE 

Menurut agensi pemerintah yang menaungi regulasi taksi, New York City’s Taxi and Limousine Commission, permintaan layanan perjalanan pada Juni 2020 turun hingga 71%. Geliat naiknya baru hadir akhir-akhir ini.

“Saya tidak memasang tarif. Tidak ada penerbangan yang datang, tidak ada turis yang berkunjung dan jalanan tidak dipenuhi banyak orang," ujar Jean Metellus (71), penduduk Queens yang sudah menjadi pengemudi taksi sejak 1988.

Lebih dari separuh hotel di sekitar Times Square telah tutup. Rambu-rambu jalan di sana memang masih semarak bersinar. Adapun di Columbus Circle, masih ada bus wisata berwarna merah yang berkeliling kota, namun tidak ada penumpang yang menaikinya.

Baca Juga: Bawaslu Temukan 64 Pelanggaran Kampanye di Jabar, Terbanyak Ada di Indramayu

"Jika tidak ada turis yang datang, saya tidak punya pekerjaan," kata pria bernama Prince Mahamud yang merupakan pengelola toko suvenir di Canal Street, Chinatown.

Toko suvenir di Chinatown mengalami penurunan penjualan secara drastis. Akibat pandemi, sangat sedikit warga New York yang mau membeli suvenir.

Industri pariwisata di New York pada 2019 menyetorkan pajak hampir 7 miliar USD. Terdapat 403.000 pekerjaan yang tersedia di sana. Data ini diungkapkan oleh salah satu organisasi yang bergerak di bidang pariwisata, NYC & Company. Pendapatan tersebut mulai menurun sejak Maret 2020.

Baca Juga: Demokrat Dituduh Tunggangi Aksi Tolak Omnibus Law, Ossy Dermawan: Ini Fitnah yang Tak Berdasar 

“Perjalanan dan pariwisata menurun drastis, acara terbesar di musim panas harus dibatalkan, Broadway pun gelap, dan hotel serta restoran mengalami penurunan pemesanan,” kata Scott M. Stringer, Pengawas Keuangan Kota New York, yang juga menjabat sebagai kepala audit resmi.

Kantor Pengawas Keuangan Kota New York menaksir kerugian setidaknya sekira 1,5 miliar USD. Kerugian ini terhitung hingga Agustus 2020.

The U.S. Travel Association memperkirakan telah terjadi penurunan 75% dalam pengeluaran perjalanan internasional pada akhir tahun. Menurunnya nominal tersebut adalah dari 155 miliar menjadi 39 miliar USD.

“Pariwisata di kota, terutama pariwisata internasional, tidak akan kembali seperti semula (sebelum pandemi) sampai ada kepastian berupa keamanan dalam perjalanan, dan banyak toko dan restoran tidak dapat bertahan dari kerugian bisnis yang berkepanjangan,” ujar Stringer.

Baca Juga: Indramayu Institute Gelar Diskusi Kandidat Bupati Indramayu Sesi 2

Dampak yang paling jelas terlihat adalah pada Times Square. Di sana terdapat banyak bisnis yang sangat bergantung pada aktivitas turis dan pekerja kantoran. Akibat pandemi, banyaknya toko ritel dan restoran yang ditutup. Hanya ada kekosongan ruang pada cahaya terang di lingkungan sekitar Times Square.

Terdapat sekira 180.000 pekerja di kawasan Times Square. 15% pendapatan kota dihasilkan dari kawasan tersebut. Pajak yang dihasilkan mencapai 2,5% USD. Ini adalah data yang diungkap organisasi perdagangan lokal di sana, The Times Square Alliance.

Jumlah pejalan kaki di Times Square menurun drastis. Biasanya terdapat 380.000 orang lalu lalang, maksimal 450.000 orang beraktivitas di sana. Kini jumlah tersebut turun hingga 90%. Baru-baru ini telah terjadi peningkatan, namun prosentasenya tetap turun di angka 72%.

Tiket bus biasanya terjual 2.000 hingga 3.000 per minggu. Kini hanya sekira 450 yang terjual di masa pandemi. Teater Broadway yang biasanya menyediakan 97.000 lapangan pekerjaan. Kini teater tersebut harus tutup sejak Maret 2020 dan baru akan buka paling cepat pada 2021.

Baca Juga: Jalan Protokol Cirebon Ditutup, Berikut Beberapa Jalan yang Dialihkan

Industri perhotelan dan rekreasi menjadi satu-satunya sektor yang paling menderita kerugian. Sektor ini mengalami kehilangan pekerjaan sebanyak dua pertiga antara Februari hingga April 2020.

NYC & Company terpaksa harus memberhentikan 42% stafnya. Kini agensi tersebut tengah berbenah menata pariwisata kota. Inisiatif yang ditawarkan adalah dengan menarik penduduk lokal dan wisatawan domestik.

“Tantangan terbesarnya adalah dampak virus ini begitu berkepanjangan dan kami ingin mengingatkan warga New York bahwa Kota New York masih merupakan kota terbesar di dunia dan bahwa kami memiliki peralatan untuk membangunnya kembali. Dan kami akan melakukannya,” ujar Fred Dixon, Presiden dan Kepala Eksekutif NYC & Company.***

Editor: Mitha Paradilla Rayadi

Sumber: New York Times

Tags

Terkini

Terpopuler