Sejarah Singkat Kiai Said dan Berdirinya Pesantren Gedongan, dari Pengasingan hingga Misi Ekspansi Dakwah

- 19 Maret 2022, 08:46 WIB
Makam pendiri Pesantren Gedongan, Cirebon, Kiai Muhammad Said.
Makam pendiri Pesantren Gedongan, Cirebon, Kiai Muhammad Said. /Magarsari Blogspot

INDRAMAYUHITS – Hari ini, Sabtu 19 Maret 2022 keluarga besar Pondok Pesantren Gedongan, Pangenan, Cirebon menggelar Haul KH Muhammad Said, sesepuh dan warga setempat.

Berbicara KH Muhammad Said, tak lepas dari Pesantren Gedongan. Karena beliau adalah pendiri pesantren di wilayah timur Cirebon itu.

KH Muhammad Said (Kiai Said) merintis pendirian pesantren tersebut pada abad ke-18. Beliau adalah ulama yang disegani, khususnya di Jawa Barat pada zamannya.

Baca Juga: Kisah Kewalian Habib Toha Lewat Mimpi Orang Sholeh yang Bertemu Sunan Gunung Jati dalam Rapat Wali Qutub

Nama Gedongan sendiri diyakini karena awalnya di tempat tersebut terdapat “gedong” atau gedung dalam bahasa Indonesia, yang menjadi tempat peninggalan benda-benda antik peninggalan para wali.

KH Taufikurrahman Yasin Lc (Kiai Taufik) dalam buku Sekilas Sejarah Pondok Pesantren Gedongan Cirebon Jawa Barat (Maret 2006)  menyebutkan bahwa benda-benda tersebut merupakan pusaka-pusaka senjata yang terkubur di dekat sumur Gedongan.

Sejumlah benda tesebut tersimpan dalam gedung yang berdiri di atas tanah seluas sekitar 50 bata atau 700 meter persegi.

Baca Juga: Sejarah Sunan Gunung Jati: Putri Kaisar Tiongkok Minta Dinikahi Usai Jajal Kesaktian Syekh Syarif Hidayatullah

Dulu di kawasan yang sekarang bernama Desa Ender terdapat tiga pedukuhan yakni Gedongan, Rakit, dan Kubang Bango. Dam, Gedongan dulu tergolong daerah terpencil karena berada di tengah pesawahan yang hanya dihuni oleh beberapa kepala keluarga.

Menurut Kiai Taufik, penamaan pesantren diambil dari nama pedukuhan yaitu Pondok Pesantren Gedongan. Hal ini menunjukan bahwa kehadiran pondok pesantren lebih awal menjadi sebab berdirinya pedukuhan Gedongan.

Diceritakan, Pesantren Gedongan didirikan Kiai Said yang memilih mengasingkan diri atau ‘uzlah ke wilayah timur.

Baca Juga: Cirebon Pernah Menguasai Sepertiga Jawa, Bukti Kehebatan Sunan Gunung Jati, Terus Menyusut Setelah Meninggal

Pengasingan dilakukan dari tanah kelahirannya yaitu Desa Pesawahan wilayah Sindanglaut, Cirebon. Desa ini juga merupakan tempat pendiri Pesantren Buntet, saat Mbah Muqayyim melakukan pengasingan.

Banyak tulisan sejarah menuliskan bahwa awalnya Mbah Muqayyim bersembunyi untuk menghindari kejaran tentara Belanda yang terus memburunya dari arah Buntet.

Pasawahan sendiri memiliki arti pembibitan yang bermakna lading ilmu, sebab di tempat tersebut Kiai Ismail Sembirit, Mbah Muqayyim, dan Ki Ardisela mengajar bebagai macam ilmu kepada para santrinya, termasuk kepada putra Sultan Kanoman, Pangeran Santri atau Muhammad Khaeruddin II yang kemudian menjadi penguasa Keraton Kacirebonan.

Baca Juga: Identitas 6 Istri Sunan Gunungjati, Tak Ada yang Asal Indramayu

Dalam tulisan artikel yang dituliskan di laman resmi IAIN Syekh Nurjati Cirebon disebutkan, sebelum pengasingan, Kai Said telah berdiskusi dan izin terlebih dulu kepada Sultan Kasepuhan Cirebon. Terlebih, tanah yang akan dijadikan tempat pengasingan tersebut milik ayahnya dari hadiah sultan.

Sebagai kerabat keraton, Kiai Said diizinkan menempati lokasi yang saat itu masih tergolong hutan.

Disampaikan Kiai Taufik, Kiai Said memilih ‘uzlah didorong oleh kebingungannya dalam mencari sasaran dakwah (mad’u). Terlintas di benaknya, jika ia berdakwah dan mengajarkan ajaran agama Islam di pesantren ayahnya atau tempat kelahirannya, merasa su’ul adab dan kurang leluasa.

Pilihan lainnya sebenarnya adalah tinggal bersama kakak ipar, Kyai Sholeh di Pondok Pesantren Bendakerep atau bersama adik ipar Kyai Abdul Jamil di Buntet Pesantren.

Baca Juga: Syaikhona Kholil Bangkalan, Penentu Berdirinya NU Ternyata Adalah Ulama Besar Keturunan Cirebon

Kebingungan itu berkecamuk, hingga akhirnya berdasarkan hasil istikhoro, Kyai Said memutuskan mencari lokasi baru, dengan pertimbangan agar bisa tenang dan optimal mengajarkan agam Islam kepada masyarakat.

Dalam misi pengasingan tersebut, Kiai Said ditemani istrinya Nyai  Hj Maemunah yang merupakan putri dari Kiai Mutta’ad.

Di lokasi “babad alas” tersebut, beliau juga ditemani beberapa santri ayahnya. Tak berapa lama setelah tempat untuk mengaji dan tinggal dibuat, para santri yang ingin mengaji ke Kiai Sa’id pun berdatangan.

Baca Juga: Tongkat Syaikhona Kholil dan Nabi Musa Mirip, KH Miftacul Akhyar: Pernah Jadi Ular di Masa Penjajahan

Kiai Taufik menceritakan, awal berdiri ada sekitar 24 orang santri. Di dalem Kiai Said juga ada pembantu yang mengurusi berbagai hal yakni santri putri Kamal dan santri putri Ngarpin yang oleh Kiai Said kedua remaja tersebut dijodohkan.

Seiring perjalanan waktu, pesantren yang dirintis Kiai Said makin berkembang dan besar. Banyak santri dating dari berbagai  penujur.

Pesantren Gedongan juga mengalami masa perkembangan yang cukup pesat setelah Kiai Said wafat dan estafet kepemimpinan pesantren dilanjutkan keturunan beliau.

Baca Juga: 5 Pusaka Peninggalan Kiai Said yang Punya Segudang Cerita, Sebagian Sudah Dipugar dan Tinggal Cerita

Adapun nama-nama kyai yang disepuhkan dalam mengurus kepemimpinan Pondok Pesantren Gedongan secara turun-temurun pasca wafatnya Kiai Said antara lain:

  • Kiai Abdul Karim, putra keenam Kiai Sa’id
  • Kiai Siraj, putra bungsu Kaii Said
  • Kiai Maksum, putra pertama Kiai Siraj
  • Kiai Yasin, menantu Kiai Siraj
  • Dan seterusnya 

Kini Pesantren Gedongan terus berkembang dengan berdirinya banyak pesantren dan lembaga pendidikan formal yang dibangun. Santrinya pun makin banyak. ***

Editor: Kalil Sadewo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x