Di situ ia mendapat banyak murid. Apalagi Syekh Siti Jenar selalu berkeliling ke pedesaan untuk mengajarkan pahamnya, sehingga pengaruhnya makin berkembang di kalangan masyarakat pedesaan.
Para wali tidak menyetujui cara-cara Syeh Siti Jenar atau Syekh Lemahabang menyebarkan pahamnya. Ia mengajarkan hal ihwal yang bersifat terlarang (wuwus kang pamali) yang mengakibatkan kaum Muslimin akan mengingkari tertib beragama (sira mari tuhagana ring dharma) berasaskan syari'at Rasul.
Sunan Gunung Jati mendapat surat dari sultan Demak yang dibawa Sunan Kudus. Surat itu berisi permintaan, supaya Syeh Siti Jenar ditangkap.
Dalam usaha memenuhi permintaan Itu, harus diambil langkah yang sangat cermat.
Pertama-tama, dikumpulkan para pembesar dan kepala wilayah yang menjadi penganut Syeh Siti Jenar atau Syeh Lemahabang dengan memperhitungkan, bahwa pengaruhnya telah menyusup di antara pembesar-pembesar Cirebon.
Bahkan panglima angkatan bersenjata, yaitu Pangeran Cirebon, adalah penganut Syeh Siti Jenar. Semua pembesar dan kepala wilayah berkumpul di masjid Agung Cirebon Sang Ciptarasa.
Setelah Itu baru diperintahkan, supaya Syeh Siti Jenar, yang berada di Cirebon Girang ditangkap dan dibawa ke dalam masjid. Di masjid telah hadir para wali yang sengaja datang memenuhi undangan untuk membicarakan perihal Syeh Siti Jenar. Sekeliling masjid dijaga ketat oleh pasukan bersenjata pilihan dari Demak dan Cirebon.
Pertukaran pikiran antara para wali dengan Syeh Siti Jenar berlangsung lama. Tidak ditemukan titik persamaan antara kedua belah pihak.