INDRAMAYUHITS – Sejarah tentang Prabu Siliwangi ternyata juga dibahas di dalam naskah kuno Purwaka Caruban Nagari yang ditulis Pangeran Arya Carbon tahun 1720.
Prabu Siliwangi, nama lain dari Prabu Dewata Prana, Sri Baduga Maharaja Pajajaran, Sri Sang Ratu Dewata Wisesa dibahas sekilas lalu dalam manuskrip yang menjadi rujukan sejarah leluhur Cirebon, Purwaka Caruban Nagari.
Purwaka Caruban Nagari mengisahkan keberhasilan Prabu Siliwangi dalam menyatukan dua kerajaan leluhurnya yang berseteru, sehingga menjadi kerajaan besar.
Memang, untuk menceritakan sejarah Cirebon, tidak bisa lepas dari perjalanan Prabu Siliwangi atau Kerajaan Pajajaran, karena memang tokoh utama sejarah Cirebon, Pangeran Cakrabuana dan Sunan Gunung Jati adalah putra dan cucu dari Sri Baduga Maharaja Pajajaran.
Berdasarkan literatur Purwaka Caruban Nagari yang ditulis dengan aksara kuno menceritakan perjalanan sebelum akhirnya Prabu Siliwangi berhasil menyatukan kerajan-kerajaan sempalan di tatar Sunda.
Cerita diawali dengan kisah Sang Mokteng Bubat atau Prabu Maharaja Lingga Buana Wisesa gugur di Bubat (Majapahit) pada tahun 1357 M, ketika Niskala Wastu Kencana baru berusia 9 tahun.
Sebuah peristiwa menggemparkan sekaligus memilukan, kenyataan yang membuat Niskala Wastu Kencana kecil kehilangan semua orang yang dia cintai.
Kejadian yang membangkitkan rasa sungkawa mendalam dan berkepanjangan, bagi seluruh penduduk di seantero kerajaan, terutama Niskala Wastu Kencana sang putra mahkota.
Satu-satunya penghulu kerajaan yang masih hidup adalah paman Niskala Wastu Kencana, Mangkubumi Suradipati alias Patih Bunisora.
Patih Bunisora mengambil alih kekuasaan sambil mempersiapkan keponakannya, Niskala Wastu Kencana untuk menjadi pengganti yang sesungguhnya.
Di usianya yang ke-23 Niskala Wastu Kencana, menerima kekuasaan dengan gelar Prabu, yang sebelumnya dipangku pamannya Mangkubumi Suradipati atau Patih Bunisora selama 14 tahun (1357-1371 M).
Kekuasaan Prabu Niskala Wastu Kencana meliputi dua kerajaan, yakni Kerajaan Galuh Pakuan yang berkedudukan di Keraton Surawisesa yang kini berada di daerah Kawali, Ciamis, Jawa barat.
Baca Juga: BEGINI MURKA SUNAN GUNUNGJATI karena Putra Mahkota Dibunuh, Bajak Laut Jawa Dibasmi Hingga Akar
Dan Kerajaan Sunda atau dikenal juga dengan nama Pakuan Pajajaran yang berkedudukan di Keraton Sri Bima Narayana Madura Suradipati yang lokasi saat ini berada di derah Bogor, Jawa Barat.
Dalam pengelolaan pemerintahaannya, Prabu Niskala Wastu Kencana melibatkan putra-putranya, yang terlahir dari dua permaisurinya.
Dalam catatan tersebut, Prabu Niskala Wastu Kencana memerintah selama kurang lebih 104 tahun (1371-1475 M) dan berkedudukan di Keraton Surawisesa (Kawali, Ciamis).
Baca Juga: Pemain Senior Sebut Rekrutan Baru Persija Cukup Mentereng, Maman: Makin Optimis!
Susuk Tunggal atau yang dikenal juga sebagai Sang Haliwungan, adalah putra Prabu Niskala Wastu Kencana dari Nyai Retna Sarkati, putri dari seorang Resi Guru yang berasal dari Lampung, Sumatera.
Ditempatkan di Pakuan Pajajaran, dengan luas wilayah kekuasaan dari mulai batas Citarum ke arah barat dengan gelar Prabu Susuk Tunggal alias Sang Bima. Ia memerintah selama 100 tahun (1382-1482 M).
Dari pernikahannya yang kedua dengan Dewi Mayangsari, putri pamannya Mangkubumi Suradipati atau Patih Bunisora, Prabu Niskala Wastu Kencana mempunyai putra pertama bernama Ningrat Kencana atau lebih dikenal dengan Dewa Niskala.
Saat besar, Dewa Niskala ditugaskan membantunya, mengelola pemerintahan dari batas Sungai Citarum ke timur sampai Cipamali, yaitu Galuh Pakuan yang berkedudukan di Keraton Surawisesa (Kawali, Ciamis).
Berbeda dengan Prabu Susuk Tunggal, Prabu Dewa Niskala menerima kekuasaan sepenuhnya setelah Prabu Niskala Wastu Kencana wafat pada tahun 1475 M.
Hanya berlangsung 7 tahun lamanya (1475-1482 M), sepeninggal Prabu Wastu Kencana, kedua kerajaan ini mengalami ketegangan yang cukup memprihatinkan.
Ketegangan dipicu oleh tindakan Prabu Dewa Niskala yang melakukan pelanggaran berat (pacaduan adat Sunda).
Ia telah menikahi salah seorang putri keturunan Majapahit, yang datang meminta perlindungan ketika terjadi perebutan kekuasaan di Majapahit.
Padahal, sudah menjadi kesepakatan walaupun tidak tertulis, pasca Perang Bubat tidak dibenarkan Raja Sunda dan keturunannya menikah dengan keturunan Kerajaan Majapahit.
Baca Juga: Daftar Orang Sakti Pembantu Sunan Gunungjati yang Bikin Raja Galuh Minggat, Raja Indramayu Takluk
Saat itu, peristiwa ini sangat menyakiti masyarakat dua kerajaan yang bersaudara. Namun peperangan berhasil dicegah dengan tampilnya Jayadewata alias Prabu Siliwangi.
Yang pada tahun 1482 M mewarisi dua kerajaan sekaligus, dari ayahandanya Prabu Dewa Niskala juga dari pamannya Prabu Susuk Tunggal.
Dua kerajaan bersatu di bawah kendali Prabu Dewata Prana atau Sri Baduga Maharaja Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata Wisesa. ***
Disclaimer: Sumber Purwaka Caruban Nagari (Pangeran Arya Carbon: 1720) dari tulisan ini dikutip dari catatan alih huruf dan bahasa pemangku budaya, Salana.