Syaikhona Kholil Bangkalan, Penentu Berdirinya NU Ternyata Adalah Ulama Besar Keturunan Cirebon

31 Januari 2022, 06:05 WIB
Syaikhona Kholil, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. / Achmad Fauzi/Sumber foto : madureh.com

INDRAMAYUHITS - Berdasarkan berbagai riwayat sejarah, yang menentukan berdirinya organisasi sosial keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) salahsatunya adalah Syaoikhona Kholil Bangkalan, Madura.

Bahkan bisa jadi, beliau adalah penentu utama dari berdirinya organisasi yang kini menjadi paling besar secara keanggotaan di Indonesia, bahkan dunia.

Di banyak litersi menyebutkan bahwa proses pendirian NU memang diinisiasi Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari.

Baca Juga: Flashback Sejarah Lahirnya NU, Ternyata Sudah Bervisi Global Sejak Dalam 'Kandungan'

Berawal dari ide, lalu minta petunjuk kepada Allah tentang pembentukan organisasi melalui ikhtoar sholat istikharah.

Namun, meskipun yang menjalankan sholat istkharah adalah KH Hasyim As’ari, namun ternyata isyarah (petunjuk) tersebut tidak jatuh ke tangan Kiai Hasyim Asy’ari, tetapi melalui Syaikhona Kholil Bangkalan.

Isyarah yang dimaksud adalah sebuah tongkat dan tasbih yang akan diberikan kepada Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari melalui perantara Kiai As’ad Syamsul Arifin, sebagai tanda akan berdirinya sebuah organisasi besar yakni jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU).

Baca Juga: Semarakkan Harlah Ke-96 NU dengan Poster Ucapan di Medsos, Berikut Puluhan Desain Twibbon yang Bisa Dipilih

Tentang Syaikhona Kholil, merujuk pada buku berujudul Syaikhona Kholil Bangkalan Penentu Berdirinya Nahdlatul Ulama yang ditulis RKH Fuad Amin Imron menyebutkan tentang beberapa kisah karomah yang terkadang sulit dijangkau akal manusia.

Salahsatunya adalah dalam kesaksian Kiai As’ad Syamsul Arifin, salahsatu santri sekaligus khodim atau pelayannya.

Diceritakan dalam buku itu, suatu ketika Kiai As’ad dipanggil oleh Syaikhona Kholil, diperintah untuk memberikan seutas tasbih dan bacaan Asmaul Husna “Ya Jabbar Ya Qohhar” kepada KH Hasyim As’ari.

Baca Juga: Pengurus PBNU Dilantik 31 Januari Bertepatan Dengan Harlah NU Versi Masehi

Tak hanya itu, bersamaan dengan pemberian itu, ternyata Syaikhona Kholil juga memberikan uang 1 ringgit untuk bekal dalam perjalanan.

Syaikhona Kholil pun mengalungkan tasbih itu di leher Kiai As’ad dan diperintahkanlah untuk berangkat ke Jombang menemui Kiai Hasyim.

Diceritakan, atas kekuasaan Allah, dalam perjalanan dari Bangkalan sampai Jombang uang pemberian Syaikhona Kholil tetap utuh.

Baca Juga: Ini 2 Agenda Besar Prioritas Gus Yahya, Yakin karena NU Punya Akar Rintisan Kuat

Kejadian ini menurut Kiai As’ad adalah bagian karamah yang dimiliki oleh Syaikhona Kholil Bangkalan.

Fathoni Ahmad yang menuliskan kembali sejarah berdirinya NU di NU Online bersumber dari tulisan Choirul Anam menyebutkan, setibanya di Tebuireng, santri As’ad (KHR As’ad Syamsul Arifin Situbondo) menyampaikan tasbih yang dikalungkan dan mempersilakan KH Hasyim Asy’ari untuk mengambilnya sendiri dari leher As’ad.

Kiai As’ad tak bermaksud tidak ingin mengambilkannya untuk Kiai Hasyim Asy’ari, tetapi beliau tidak ingin menyentuh tasbih itu, sesuai dengan amanah Syaikhona Kholil kepada KH Hasyim Asy’ari.

Baca Juga: Pengukuhan PBNU Dilakukan di Ibu Kota Negara yang Baru, Ini Kepanjangan dari Kata Nusantara Menurut Gus Yahya

Tasbih tersebut tidak tersentuh sedikit pun oleh tangan Kiai As’ad selama berjalan kaki dari Bangkalan ke Tebuireng.

Setelah tasbih diambil, Kiai Hasyim Asy’ari bertanya kepada As’ad: “Apakah ada pesan lain lagi dari Bangkalan?” Kontan Kiai As’ad hanya menjawab: “Ya Jabbar, Ya Qahhar”, dua Asmaul Husna sesuai ucapan Syaikhona Kholil yang diulang tiga kali oleh Kiai As’ad.

Setelah mendengar lantunan itu, Kiai Hasyim Asy’ari kemudian berkata, “Allah SWT telah memperbolehkan kita untuk mendirikan jam’iyyah”.

Baca Juga: Bertemu Gus Yahya, Dubes Palestina Laporkan Kondisi Terkini di Bumi Para Nabi, Begini Sikap PBNU

Riwayat tersebutlah yang akhirnya menjadi salah satu tanda atau petunjuk utama di antara sejumlah petunjuk yang da untuk mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).

Akhir tahun 1925 santri As’ad kembali diutus Mbah Cholil untuk mengantarkan seuntai tasbih lengkap dengan bacaan Asmaul Husna (Ya Jabbar, Ya Qahhar. Tuhan Yang Maha Perkasa) ke tempat yang sama dan ditujukan kepada orang sama yaitu Kiai Hasyim.

Ternyata sebelumnya juga pernah ada petunjuk lain pada akhir tahun 1924, saat itu Kiai As’ad diminta Syaikhona Kholil untuk mengantarkan tongkat ke Tebuireng.

Baca Juga: Para Habib Masuk Jajaran Kepengurusan PBNU Era Gus Yahya, Ini Daftarnya

Penyampaian tongkat tersebut disertai seperangkat ayat Al-Qur’an Surat Thaha ayat 17-23 yang menceritakan Mukjizat Nabi Musa as.

Awalnya, KH Abdul Wahab Chasbullah sekitar tahun 1924 menggagas pendirian jam’iyyah yang langsung disampaikan kepada Kiai Hasyim Asy’ari untuk meminta persetujuan.

Namun, Kiai Hasyim tidak lantas menyetujui terlebih dahulu sebelum ia melakukan sholat istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT.

Baca Juga: Giliran Utusan Kerajaan Arab Saudi Merapat ke PBNU, Dua Hal Ini yang Dibicarakan

Sikap bijaksana dan kehati-hatian Kiai Hasyim dalam menyambut permintaan Kiai Wahab juga dilandasi oleh berbagai hal, di antaranya posisi Kiai Hasyim saat itu lebih dikenal sebagai Bapak Umat Islam Indonesia (Jawa).

Hasil dari istikhorah Kiai Hasyim Asy’ari, dikisahkan Kiai As’ad, petunjuk hasil dari istikharah Kiai Hasyim Asy’ari justru berasal dari Syaikhona Kholil, yang juga guru Kiai Hasyim dan Kiai Wahab.

Dari gambaran itu, proses panjang berdirinya NU tidak lepas dari perjuangan dan peran 4 tokoh penting yakni Syaikhona Kholil Bangkalan, Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Hasbullah, dan Kiai As’ad Syamsul Arifin.

Baca Juga: Dalam Menjalankan Misi Global, PBNU Tak Mau Didikte Negara Lain, Ini Alasan Gus Yahya

Biografi Singkat Syaikhona Kholil

Dalam buku biografi Syaikhona Kholil Bangkalan Penentu Berdirinya Nahdlatul Ulama yang ditulis RKH Fuad Amin Imron disebutkan, Syaikhona Kholil ini adalah keturunan dari para wali songo yakni, Sunan Kudus (Sayyid Ja’far Shodiq), Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Giri (Muhammad Ainul Yaqin), kemudian Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), dan bersambung hingga ke Rasulullah SAW.

Dari situ menunjukkan bahwa Syaikhona Kholil secara genetik juga berdarah Cirebon dari Sunan Gunung Jati yang memimpin dakwa dan Kerajaan Islam di Tanah Caruban.

Syaikhona Kholil juga merupakan ulama dan guru dari para kiai masyhur di Jawa dan Madura. Sejumlah murid yang berhasil dicetak menjadi ulama besar di antaranya Syaikhona Kholil adalah, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari (Tebu Ireng Jombang), KH Wahab Hasbullah (Tambak Beras Jombang).

Baca Juga: Ny Hj Masriyah Amva, Satu-satunya Perempuan Cirebon dan Jawa Barat yang Jadi Pengurus PBNU, Siapa Beliau?

Nama lainnya dalah KH Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), KH As’ad Syamsul Arifin (Sukorejo Situbondo).

Selain itu juga Kiai Cholil Harun (Rembang), Kiai Ahmad Shiddiq (Jember), Kiai Hasan (Genggong Probolinggo), Kiai Zaini Mun’im (Paiton Probolinggo), Kiai Abi Sujak (Sumenep), dan Kiai Toha (Bata-Bata Pamekasan).

Nama-nama lainnya seperti Kiai Usymuni (Sumenep), Kiai Abdul Karim (Lirboyo Kediri), Kiai Munawir (Krapyak Yogyakarta), Kiai Romli Tamim (Rejoso Jombang), Kiai Abdul Majid (Bata-Bata Pamekasan).

Baca Juga: Berikut Susunan Lengkap Pengurus PBNU Masa Khidmah 2022-2027

Dari sekian santri Syaikhona Kholil pada umumnya menjadi pengasuh pesantren dan tokoh NU seperti Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah.

Bahkan Presiden pertama RI Soekarno, disebutkan dalam buku ini, juga pernah berguru pada Syaikhona Kholil Bangkalan. ***

Editor: Kalil Sadewo

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler