BKPM: Atasi Pengangguran 15 Juta Jiwa Tidak Mungkin dengan Penerimaan PNS Saja, Swasta Harus Masuk!

- 27 Oktober 2020, 13:17 WIB
Ilustrasi pengangguran.
Ilustrasi pengangguran. /Pikiran Rakyat

PR INDRAMAYU - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan penerimaan warga negara menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tak bisa dijadikan sebagai solusi dalam mengatasi pengangguran.

"Kami meyakini bahwa untuk mencipta lapangan kerja untuk pengangguran mencapai 15 juta (jiwa) itu, tidak mungkin dengan penerimaan PNS, enggak mungkin. Swasta harus masuk, caranya dengan investasi," kata Bahlil di Jakarta, Senin 26 Oktober 2020.

Dilansir PikiranRakyat-Indramayu.com melalui Antara, angka sebanyak 15 juta orang pengangguran tersebut merupakan akumulasi dari angka yang kini mencapai 7 juta jiwa.

Baca Juga: Soal Merger 3 Bank Syariah, Ma'ruf Amin Jamin Pemerintah Siapkan Ekosistem Keuangan Syariah Lengkap

Angka tenaga kerja bertambah karena dampak dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19 yang mencapai 5 juta jiwa dan jumlah angkatan kerja per tahun mencapai 3 juta jiwa.

"Dapat dari mana datanya, dapat dari beberapa asosiasi. Dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin), dari Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi). Jadi total sekarang kondisi total orang yang mencari pekerjaan kurang lebih 15 juta (jiwa)," kata Bahlil.

Akan tetapi, muncul pertanyaan tentang berapa banyak penerimaan PNS yang diserap, ditambah TNI, Polri, dan BUMN dapat membantu mengurangi angka 15 juta pengangguran tersebut.

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Dikabarkan Zombie Adalah Pahlawan Islam, Selama Ini Kita Dikelabui, Simak Faktanya

"Karena perintah pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 adalah Negara hadir harus memberikan lapangan pekerjaan yang layak untuk warganya, kan begitu," kata Bahlil.

Total penerimaan TNI, Polri, dan PNS yang diserap oleh tenaga kerja hanya sekitar 400.000 hingga 500.000.

Jika yang diandalkan hanya itu agar mengatasi pengangguran, maka terdapat 14.500.000 jiwa lagi yang belum mendapatkan pekerjaan.

Baca Juga: Tayang di Bioskop Online, 'Story of Kale' Gaet Lebih dari 100.000 Penonton dalam 3 Hari

Mirisnya, Indonesia akan memasuki puncak bonus demografi pada 2030. Yang artinya, penduduk di Indonesia pada 2030 didominasi oleh para usia produktif.

Mantan Ketua Umum Hipmi mengaku pernah melakukan survei terhadap harapan pekerjaan 5,7 juta mahasiswa strata 1 dari Aceh sampai Papua baik perguruan tinggi swasta maupun negeri pada 2015.

"Hasil surveinya mengatakan bahwa 83 persen dari mereka itu ingin jadi karyawan. 14 persen ingin jadi pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat (Non-Government Organization/ NGO) sama politisi. Tiga persen itu ingin jadi pengusaha (entrepreneur)," kata Bahlil.

Baca Juga: Ekonomi Jabar Membaik, Ridwan Kamil Imbau Kelas Menengah Berbelanja di UMKM: Bukan Pemborosan

Dia menambahkan, ketika partisipasi survei tersebut ditanya apakah mau kaya, semua menjawab mau. Tetapi, angka prosentase tersebut yang memilih menjadi pengusaha sangat rendah.

"Jadi antara pilihan kerjaan dengan hasil pekerjaan itu enggak menyambung, enggak terkoneksi. Terus ada pertanyaan berikut, kenapa tidak ingin jadi pengusaha? Ternyata karena izinnya susah, bapak-ibu semua, dan saya sudah merasakan kok (susahnya mengurus izin jadi pengusaha)," kata Bahlil.

Bahlil bermaksud, menjadi pengusaha di republik ini tak semudah menjadi karyawan atau bahkan politisi. Karena pemerintah Indonesia saat itu tidak memiliki regulasi yang berpihak pada pengusaha.

Baca Juga: Casio Luncurkan Jam Terbaru Kolaborasi G-SHOCK X One Piece yang Dijual Terbatas, Simak Selengkapnya

Pada akhirnya, kata dia, pilihan yang menjadi pengusaha hanya dimiliki oleh dua, yakni pengusaha yang dibentuk dari garis keturunan (nasab) dan pengusaha yang dibentuk oleh takdir (nasib).

Hal itu tentunya, tak boleh membiarkan terus menerus.

Menurut Bahlil, negara harus mendesain pola pikir pada generasi muda agar dapat menjadi pengusaha.

Sehingga generasi muda tersebut mau meninggalkan pola pikir lama yakni kalau sukses harus cari kerja bukan membuat lapangan pekerjaan.***

 

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x