Masyarakat Jangan Percaya Hoaks Isi UU Cipta Kerja, Ketua MPR: Isinya Tidak Seperti Itu

- 8 Oktober 2020, 11:00 WIB
Ilustrasi foto Bambang Soesatyo
Ilustrasi foto Bambang Soesatyo /Antara


PR INDRAMAYU –
Ketua MPR Bambang Soesatyo buka suara dan meminta masyarakat tidak mempercayai adanya berita bohong, terkait isi UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI bersama Pemerintah.

Dilansir PikiranRakyat-Indramayu.com dari ANTARA News, Bambang menjelaskan apa isi dari UU Cipta Kerja dan mengklarifikasi atas berita yang tidak benar dengan isu UMK dan UMS akan dihapus.

“Di luar sana berkembang berbagai propaganda, hoaks, misinformasi, maupun disinformasi yang mendiskreditkan UU Cipta Kerja. Sebagai contoh, ada isu yang menyatakan Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten atau Kota (UMS) dihapus. Padahal isinya tidak seperti itu,” ucap Bambang dalam keterangan tertulis di Jakarta.

Baca Juga: Tolak Pengesahan UU Cipta Kerja, BEM Seluruh Indonesia Akan Gelar Demonstrasi di Istana Negara

Bambang menjelaskan pada Pasal 88 UU Cipta Kerja menyatakan Gubernur wajib menetapkan UMP (ayat 1) dan dapat menetapkan UMK (ayat 2), sementara penetapan UMK harus lebih tinggi dibanding UMP (ayat 5).

Dan untuk soal pesangon, dalam peraturan sebelumya, pesangon diberikan sebesar 32 kali gaji. Akan tetapi, tercatat hanya tujuh persen perusahaan yang taat karena besarnya beban yang ditanggung.

Menurutnya, aturan sebelumnya justru menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta investor.

Baca Juga: Terkesan Terburu-buru Disahkan dan Menjadi Gejolak, 67 Perguruan Tinggi Tolak UU Ciptaker

Oleh karena itu, diciptakannya UU Ciptaker yaitu untuk penyesuaian pesangon menjadi 25 kali gaji, justru disebutnya hal yang realistis agar tidak memberatkan perusahaan serta tidak mengecilkan pekerja.

“Ke depan perusahaan tidak bisa berkilah dengan berbagai alasan untuk tak membayar pesangon, bahkan dalam UU Cipta Kerja di Pasal 18 juga terdapat aturan baru perlindungan sosial berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP),” ujar Bambang.

“Keberadaan JKP tak menambah beban pekerja karena keberadaanya dimaksudkan sebagai up grading dan up skilling serta membuka akses informasi ketenagakerjaan bagi pekerja yang menghadapi PHK,” tambah Bambang.

Baca Juga: Penelitian Terbaru dari Google, Akan ada Fitur Baru Mesin Pendeteksi Bahasa Isyarat

Bukan hanya penjalasan itu, Bambang Soesatyo juga menjelaskan informasi soal waktu kerja yang eksploitatif, tidak berperikemanusiaan, serta menghilangkan hak cuti dikatakannya juga tidak benar.

Dia menjelaskan bahwa di Pasal 77 Ayat 2 UU Cipta Kerja mengatur waktu kerja untuk lima hari kerja sebanyak delapan jam per hari, serta untuk enam hari kerja dibuatkan tujuh jam per hari.

Bahkan UU Cipta Kerja memberikan kesempatan pelaku usaha digital untuk tumbuh dan berkembang dengan peraturan di Pasal 77 Ayat 3 yang mengatur ketentuan pasal 77 Ayat 2 tentang waktu kerja tidak berlaku untuk sektor usaha dan pekerjaan tertentu.

Baca Juga: Matikan Mikrofon Fraksi, Puan Disindir Nikita Mirzani: Negara Ini Dibangun Atas Dasar Pancasila

“Mengingatkan tren pekerjaan di era Revolusi  Industri 4.0 menuntut waktu yang fleksibel sesuai kesepakatan pekerja dan pemberi kerja, ketentuan ini justru membuat  pekerja lebih nyaman menggunakan waktu untuk kerjanya, tidak perlu seharian di kantor, melainkan bisa melakukan pekerjaan dari rumah dan dimanapun,” tutup Bambang.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x