Ketua SETARA Jelaskan Tindakan Terukur dan Akuntabel Terhadap Teroris yang Dibenarkan

- 2 April 2021, 15:00 WIB
Hendardi selaku Ketua SETARA Institute mengeluarkan komentar pers pada 1 April 2021 terkait terorisme.
Hendardi selaku Ketua SETARA Institute mengeluarkan komentar pers pada 1 April 2021 terkait terorisme. /tribratanews.polri.go.id/

PR INDRAMAYU - Minggu terakhir ini Indonesia dikejutkan dengan beberapa aksi terorisme.

Dimulai dari pengeboman di depan pintu Gereja Katedral Makassar pada Minggu 28 Maret 2021.

Kemudian disusul penangkapan jaringan terorisme sebanyak 13 orang di empat kota pasca ledakan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar.

Baca Juga: Terkait Kebijakan Pembelajaran Tatap Muka, Puan Maharani Ingatkan Pemerintah untuk Berhati-hati

Selain itu baru-baru ini terduga teroris ZA melakukan aksi lone wolf atau aksi yang dilakukan sendiri.

Dengan cara melakukan penyerangan menggunakan senjata api di Mabes Polri pada Rabu 31 Maret 2021.

Pada kejadian ini polisi melakukan tindakan terukur dan akuntabel terhadap tersangka dengan menembaknya hingga tewas.

Baca Juga: Shawol, AROHA, hingga ELF Siap-siap! Ini Daftar Boy dan Girl Group Korea yang Comeback Bulan April 2021

Dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari Tribrata News, Ketua SETARA Institute (Lembaga Demokrasi dan Perdamaian) Hendardi membenarkan bahwa penindakan terukur dan akuntabel terhadap teroris dibenarkan.

“Penindakan Terukur dan Akuntabel terhadap Teroris Dibenarkan,” ujar Hendardi dalam komentar Persnya pada 1 April 2021.

Hendardi pun menjelaskan saat ini lone wolf merupakan strategi mutakhir di kalangan kelompok dan jaringan teroris. Dengan adanya strategi itu siapapun bisa menjadi aktor teroris.

Baca Juga: 7 Hal yang Akan Ditanyakan HRD ketika Wawancara Kerja, Dilengkapi dengan Contoh Jawabannya

“Dua peristiwa teror terakhir di Makassar dan di Jakarta menunjukkan bahwa kelompok pengusung ideologi teror masih eksis di Indonesia,” tutur Hendardi.

Menurutnya, salah satu yang paling eksis adalah Jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) adalah jaringan teroris yang paling menonjol dalam menggunakan metode lone wolf.

Hendardi menjelaskan bahwa JAD menggunakan perkembangan teknologi untuk menyebarkan paham-paham radikalisme di ruang publik dengan menyasar golongan orang-orang tertentu yang bisa mereka pengaruhi.

Baca Juga: Jelang Laga Kontra Persiraja, Robert Alberts Ungkap Kondisi Terbaru Bayu Muhammad Fikri

Mereka mengupayakan cara-cara untuk membuat orang-orang tersebut menjadi intoleran aktif, radikal, lalu jihadis dan melakukan amaliyah teror.

Eksistensi dari kelompok JAD ini muncul karena kurangnya kepekaan dan lemahnya keterlibatan masyarakat menyikapi isu-isu seperti ini.

Hendardi juga menyampaikan di sisi lain justru banyak berkembangan upaya-upaya mendelegitimasi tindakan polisional atau institusi keamanan dalam menangani terorisme.

Baca Juga: Yura Yunita Ajak Penggemar Merefleksikan Diri Lewat Lagu Tenang, Begini Liriknya

Padahal dua kasus terakhir telah menunjukkan bukti bahwa jaringan teroris itu benar adanya bukan teori konspirasi semata.

“Tindakan polisional yang terukur dan akuntabel, untuk melumpuhkan teroris dan jaringannya dibenarkan, atau permissible dalam perspektif hukum dan hak asasi manusia,” ujar Hendardi.

Saat ini justru banyak penyesatan opini yang bertujuan untuk mendelegitimasi tindakan koersif dari negara dalam menangani aksi terorisme.

Baca Juga: RESEP Samosa, Camilan Berbentuk Segitiga yang Populer di Asia Tengah

“Terorisme merupakan musuh bersama, oleh karena itu, mobilisasi sumber daya dan dukungan bersama jelas dibutuhkan,” tuturnya.

Terakhir penting juga keterlibatan masyarakat dalam mencegah penyebaran paham radikalisme ini salah satunya adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi baik itu media sosial ataupun internet.***

Editor: Ghassan Faikar Dedi

Sumber: Tribrata News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah