Baca Juga: Kisah Lahirnya Sunan Gunung Jati, Tempat, Nasab, hingga Nama Kecilnya Versi Purwaka Caruban Nagari
Usut punya usut, memolo yang terbakar tersebut jatuh di tanah Banten. Peristiwa ini menjadi isyarat bagi Banten, bahwa tahta sultan akan segera lengser.
Setelah memolo terbang, akhirnya api pun dapat dipadamkan. Yang terbakar adalah pataka beserta atapnya yang bersusun tiga.
Atas kehendak Gusti Pakungwati, para petinggi, buyut, sesepuh, dan semua juru kunci dikumpulkan untuk bermusyawarah menyiapkan perbaikan masjid yang diperintahkan Panembahan.
Dalam pertemuan itu diusulkan untuk mengganti atap yang terbakar itu dengan atap berbentuk limasan (bentuk atap rumah), jadi tidak dibangun lancip seperti sebelumnya.
Alasannya, keadaannya sudah berbeda dengan jamannya para wali dahulu. Panembahan Ratu menyetujui usul itu dan bangunannya ditambah dengan emper di sekitarnya sebagai serambi.
Pintunya juga ditambah bata mulus yakni bata putih yang dibentuk indah. Di bagian pengimaman dibentuk bunga Tanjung di atas telaga beserta bentuk jantung pisang yang tersembul dengan indah.
Atap mesjid itu telah dibangun kembali dengan indah, sebagai tanda penghormatan atas jasa para leluhur, yaitu para Walisanga kepada anak cucu Carbon. ***