Diceritakan, Pesantren Gedongan didirikan Kiai Said yang memilih mengasingkan diri atau ‘uzlah ke wilayah timur.
Pengasingan dilakukan dari tanah kelahirannya yaitu Desa Pesawahan wilayah Sindanglaut, Cirebon. Desa ini juga merupakan tempat pendiri Pesantren Buntet, saat Mbah Muqayyim melakukan pengasingan.
Banyak tulisan sejarah menuliskan bahwa awalnya Mbah Muqayyim bersembunyi untuk menghindari kejaran tentara Belanda yang terus memburunya dari arah Buntet.
Pasawahan sendiri memiliki arti pembibitan yang bermakna lading ilmu, sebab di tempat tersebut Kiai Ismail Sembirit, Mbah Muqayyim, dan Ki Ardisela mengajar bebagai macam ilmu kepada para santrinya, termasuk kepada putra Sultan Kanoman, Pangeran Santri atau Muhammad Khaeruddin II yang kemudian menjadi penguasa Keraton Kacirebonan.
Baca Juga: Identitas 6 Istri Sunan Gunungjati, Tak Ada yang Asal Indramayu
Dalam tulisan artikel yang dituliskan di laman resmi IAIN Syekh Nurjati Cirebon disebutkan, sebelum pengasingan, Kai Said telah berdiskusi dan izin terlebih dulu kepada Sultan Kasepuhan Cirebon. Terlebih, tanah yang akan dijadikan tempat pengasingan tersebut milik ayahnya dari hadiah sultan.
Sebagai kerabat keraton, Kiai Said diizinkan menempati lokasi yang saat itu masih tergolong hutan.
Disampaikan Kiai Taufik, Kiai Said memilih ‘uzlah didorong oleh kebingungannya dalam mencari sasaran dakwah (mad’u). Terlintas di benaknya, jika ia berdakwah dan mengajarkan ajaran agama Islam di pesantren ayahnya atau tempat kelahirannya, merasa su’ul adab dan kurang leluasa.
Pilihan lainnya sebenarnya adalah tinggal bersama kakak ipar, Kyai Sholeh di Pondok Pesantren Bendakerep atau bersama adik ipar Kyai Abdul Jamil di Buntet Pesantren.