Hukum Potong Kuku dan Rambut Bagi Orang yang Berkurban, Boleh atau Tidak ? Simak Uraian Berikut ini

- 7 Juli 2022, 15:58 WIB
Ilustrasi - Hukum Potong Kuku dan Rambut Bagi Orang yang Berkurban, Boleh atau Tidak ? Simak Uraian Berikut ini
Ilustrasi - Hukum Potong Kuku dan Rambut Bagi Orang yang Berkurban, Boleh atau Tidak ? Simak Uraian Berikut ini /Pixabay

INDRAMAYUHITS- Hari Raya Idul Adha dalam hitungan hari akan dirayakan umat Islam di seluruh dunia, semarak persiapan pun sudah mulai terasa,di jalan-jalan banyak terlihat orang-orang yang berjualan hewan kurban.

Bagi siapa pun yang membulatkan niat berkurban pada perayaan Idul Adha tahun ini, sebaiknya harus tahu hukum yang satu ini. Bagaimana sih hukum potong kuku dan rambut bagi orang yang berkurban.

Ada dua pendapat berbeda tentang hukum memotong kuku dan rambut saat Hari Raya Idul Adha. Ada yang mengatakan, orang yang berkurban dilarang memotong kuku dan rambutnya. Namun, ada juga lho yang membolehkan.

Baca Juga: SIAPA PALING KUAT? Prediksi Susunan Pemain PSIS dan Arema FC di Laga Pertama Semifinal Piala Presiden Sore Ini

Dilansir Indramayu Hits dari portal resmi PBNU, ulama berbeda pandangan dalam memaknai hadits riwayat Ummu Salamah. Ummu Salamah mengatakan, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda :

إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي

Yang artinya:

“Apabila sepuluh hari pertama Zulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikit pun, sampai (selesai) berkurban,” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)"

Ada dua pandangan ulama yang berbeda terkait hadits tersebut. Pertama, Rasulullah memang melarang orang yang berkurban untuk memotong kuku dan rambutnya. Pendapat yang kedua, maksud larangan memotong kuku dan rambut itu ditujukan untuk hewan kurban (al-mudhahha), bukan orang yang berkurban (al-mudhahhi).

Supaya lebih terang, kita simak bersama penjelasannya di bawah ini:

1. Orang yang berkurban tidak boleh memotong kuku dan rambut pada sepuluh hari pertama Zulhijah

Baca Juga: HEAD TO HEAD PSIS Semarang vs Arema FC di Semifinal Piala Presiden: Mahesa Jenar Ungguli Singo Edan

Untuk yang meyakini pendapat pertama, larangan memotong kuku dan rambut itu berlaku sejak sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Dengan demikian, orang boleh memotong kuku dan rambutnya setelah dia selesai berkurban.

Meski pun meyakini bahwa hadits Rasulullah tersebut ditujukan untuk orang yang berkurban, namun kelompok pertama ini tetap berbeda pendapat soal maksud larangan Nabi tersebut.

Menurut Imam Malik dan Syafi'i, orang yang berkurban disunahkan tidak memotong rambut dan kuku sampai selesai penyembelihan. Jika dia memotong kuku atau rambutnya sebelum hewan kurban disembelih, maka hukumnya makruh.

Sedangkan Abu Hanifah mempunyai pendapat yang berbeda. Menurutnya, memotong kuku dan rambut itu hanya mubah (boleh), jika dipotong tidak makruh, dan kalau tidak dipotong tidak sunah. Sementara Imam Ahmad mengharamkan potong kuku dan potong rambut bagi orang yang berkurban. Imam Ahmad mengharamkannya.

Dalam kitab Al Majmu', Imam An-Nawawi berpendapat, hikmah dari kesunahan ini adalah supaya seluruh anggota tubuh diselamatkan dari siksa api neraka di akhirat kelak.

2. Larangan potong kuku dan rambut disamakan dengan orang yang berihram

Masih menurut pendapat kelompok yang pertama, larangan memotong kuku dan rambut bagi orang yang berkurban ini disamakan seperti orang yang sedang memaki baju ihram. Seperti orang yang berihram saat ibadah haji, mereka tidak boleh memotong kuku dan rambutnya pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijah.

Baca Juga: Geram Penangkapan DPO Pencabulan Mas Bechi Selalu Dihalang-halangi, Mabes Polri Desak Cabut Izin Pesantren

Meskipun demikian, Imam An-Nawawi kurang setuju dengan pendapat tersebut. Beliau mengatakan:

قال أصحابنا الحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار وقيل للتشبيه بالمحرم قال أصحابنا وهذا غلط لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم

Yang artinya:

“Ulama dari kalangan madzhab kami mengatakan hikmah di balik larangan tersebut adalah agar seluruh anggota tubuh tetap ada/sempurna dan terbebas dari api neraka. Adapula yang berpendapat, karena disamakan (tasyabbuh) dengan orang ihram. Menurut ashab kami, pendapat ini tidak tepat, karena menjelang kurban mereka tetap boleh bersetubuh, memakai wewangian, pakaian, dan tindakan lain yang diharamkan bagi orang ihram."

3. Pendapat lain menyebut bahwa yang dilarang dipotong adalah kuku dan rambut hewan kurban

Selanjutnya adalah pendapat yang kedua. Yang dilarang adalah memotong rambut dan kuku hewan kurban. Bukan orang yang berkurban. Alasannya, bulu, kuku, dan kulit hewan itu bisa jadi saksi saat akhirat nanti.

Dalam kitab fikih, pendapat ini sebetulnya tidak populer. Terutama fikih klasik.

Baca Juga: RANS Nusantara Segera Datangkan Gelandang Jepang Baru, Mitsuru Maruoka, Gantikan Kodai Lida

Mula Al-Qari dalam Mirqatul Mafatih menyebut jika pendapat ini gharib. Alias aneh, unik, atau asing.

وأغرب ابن الملك حيث قال: أي: فلا يمس من شعر ما يضحي به وبشره أي ظفره وأراد به الظلف

Yang artinya:

“Ada pendapat gharib dari Ibnul Malak. Menurutnya, hadits tersebut berarti tidak boleh mengambil (memotong) bulu dan kuku hewan yang dikurbankan”

Namun, almarhum Kiai Ali Mustafa Yaqub yang pernah menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal menguatkan pendapat gharib tersebut. Kiai Ali-melalui kitab At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin- mengatakan, hadits tersebut perlu dibandingkan dengan hadits yang lain.

4. Kuku dan rambut hewan kurban akan jadi saksi di akhirat kelak

Ada istilah wihdatul mawdhu’iyah fil hadits (kesatuan tema hadits) dalam turuqu fahmil hadits (disiplin pemahaman hadits). Hal itu dipakai untuk menelusuri maksud sebuah hadits. Kadang kala dalam satu hadits tidak disebutkan tujuan hukumnya. Makanya, hadits itu perlu dikomparasikan dengan hadits yang lain. Yang lebih lengkap.

Baca Juga: Sejak Pagi Obok-obok Lingkungan Pesantren di Jombang, Polisi Belum Temukan DPO Dugaan Pencabulan Mas Bechi

Sama saat memahami hadits yang diriwayatkan Ummu Salamah. Menurut Kiai Ali, hadits Ummu Salamah perlu dikomparasikan dengan hadits Aisyah yang berbunyi:

ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم، إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا

Yang artinya:

“Rasulullah SAW mengatakan, ‘Tidak ada amalan anak adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban. Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban," (HR Ibnu Majah)

Selain itu, hadits Ummu Salamah juga dikomparasikan dengan hadits riwayat al-Tirmidzi yang berbunyi:

لصاحبها بكل شعرة حسنة

Artinya:

“Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan” (HR At-Tirmidzi).

Baca Juga: Bareskrim Polri Belum Mau Turun, Masih Percayakan Penanganan DPO Pencabulan Anak Kiai Jombang ke Polda Jatim

Setelah mengomparasikan dengan dua hadits tersebut, almarhum Kiai Ali menyimpulkan bahwa Nabi melarang memotong rambut dan kuku hewan kurban, bukan orang yang berkurban. Sebab, kuku dan rambut hewan kurban itu akan menjadi saksi bagi kita di akhirat nanti.

Perbedaan cara pandang ulama dalam memaknai sebuah hadits adalah hal yang biasa. Terserah kamu mau mengikuti pandangan yang mana. Yang jelas, konteks hadits tersebut ditujukan untuk orang yang berkurban saja. Bagi orang yang tidak berkurban, tidak masalah jika mereka memotong kuku dan rambutnya.***

Editor: Wardoyo Kartorejo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x