Mereka ingin tetap aktif, energik, dan produktif bekerja dan berusaha. Mereka tidak mau lemas, malas, dan tiduran seperti teman-temannya yang berpuasa. Mereka duduk tumpang-kaki di kantornya tanpa menghormati Ramadhan minum kopi, merokok, dan makan di waktu siang untuk tetap fit, energik, dan produktif.
Itulah ilustrasi sederhana akibat buruk ekstremitas berpuasa. Kata Imam Nawawi, moderasi itu adalah akurasi dan akurasi itulah kebenaran. “Demikianlah, Kami jadikan kamu sekalian sebagai umat moderat agar kalian menjadi saksi (moderasi Islam) atas masyarakat dan Rasul menjadi saksi atas (moderasi beragama) kamu sekalian (QS al-Baqarah [2]:143).”
Baca Juga: Materi Kultum Ramadhan dengan Tema Mengawal Semangat Beribadah Ramadan
Islam yang benar itu Islam moderat. Umat yang Islami itu umat moderat. Puasa hakiki itu puasa moderat. Maka, sesuai dengan wasathiyyatul islam (moderasi Islam), berpuasa itu seharusnya moderat.
Ramadhan seyogianya merupakan bulan yang produktif. Produktivitas Muslim yang berpuasa akan tetap terjaga bila ia berpuasa secara moderat. Ia berpuasa dalam keberimbangan ibadah mahdhah dan ghair mahdhah.
Ia tetap aktif bekerja dan berwirausaha dalam keadaan berpuasa. Inilah sesungguhnya sinergi antara ibadah dan aktivitas lain, perpaduan antara akal dan ruh, kombinasi antara usaha dan doa, serta ketersambungan kontinum antara dunia dan akhirat.
Sepanjang Ramadhan, setiap Muslim berbekal diri secara produktif untuk bobot kebermaknaan sebelas bulan lainnya dalam setahun. Bila sasaran objektif puasa adalah peringkat ketakwaan (QS 2: 183), sesungguhnya bekal kehidupan terbaik itulah takwa (QS 2: 197). ***