Dialog Habib Luthfi dan Kiai Sepuh, Pelajaran Sebutir Nasi dan Makna Doa Makan yang Sangat Dalam

- 27 Januari 2022, 00:00 WIB
Dialog Habib Luthfi dan Kiai Sepuh, Cerita Sebutir Nasi dan Makna Doa Makan yang Sangat Dalam
Dialog Habib Luthfi dan Kiai Sepuh, Cerita Sebutir Nasi dan Makna Doa Makan yang Sangat Dalam /NU Online

INDRAMYUHITS - Cerita pengalamn hidup penuh makna disampaikan Habib Luthfi bin Yahya dalam satu kesempatan.

Dilansir Indramayu Hits dari laman resmi organisasi thoriqoh-nya Nahdlatul Ulama (NU), Jatman, suatu ketika Habib Luthfi menyaksikan salah seorang Kiai Sepuh sedang dhahar atau makan.

Ia melihat ada butiran nasi yang terjatuh lalu dipungut dan dikembalikan ke piring untuk dimakan kembali.

Baca Juga: Mengamalkan Ratib dan Hizb Perlu Ijazahkah? Ini Penjelasan Habib Luthfi

Habib Luthfi pun bertanya kepada Kiai Sepuh. "Kenapa harus diambil Yai? kan cuma sebutir nasi?” tanya ulama asal Pekalongan yang disegani ini.

Sang Kiai Sepuh dengan tegas menjawab. “Lho, jangan kita lihat nasi yang sebutir itu Yik. Apakah kamu bisa membuat nasi satu butir saja, atau bahkan jika seperseribu menir saja?” tutur dia.

Dug...!! kalimat itu sperti memukul Habib Luthfi yang saat itu masih berusia muda. Ia pun seketika terdiam.

Baca Juga: Makna Tauhid Dalam Surat Al Fatihah, Ini Penjelasan Maulana Habib Luthfi

Melihat Habib Luthfi bin yahya diam, Kiai Sepuh pun melanjutkan kalimatnya tersebut.

“Ketahuilah Yik, saat kita memakan sebuah nasi, sesungguhnya Gusti Allah telah menyatukan berbagai peran orang lain di dalamnya. Nasi itu namanya sego bin beras bin gabah al pari. Mulai dari mencangkul, menggaru, meluku, menanam benih, memupuk, menjaga dari serangan hama hingga memanen, ada banyak sekali jasa orang lain, dari beras menjadi nasi juga banyak sekali peran hamba Allah disana,” papar Kiai Sepuh.

Habib Luthfi masih terdiam sambil merenungi kalimat Sang Kiai Sepuh. Belum tuntas merenung, Kiai Sepuh melanjutkan perkataannya.

Baca Juga: 5 Tips dari Habib Luthfi agar Terhindar dari Fitnah Dunia

“Ketika ada satu butir nasi, atau menir sekalipun yang jatuh ambillah. Jangan mentang-mentang kita masih punya cadangan nasi, sebutir nasi itu kita buang begitu saja, karena hal itu termasuk salah satu bentuk takabur, dan Gusti Allah tidak suka dengan manusia yang takabur. Jadi, selama sebutir nasi itu terjatuh tidak kotor dan tidak membawa mudharat bagi kesehatan kita, maka ambilah, satukanlah dengan nasi lainnya, sebagai bagian dari syukur kita,”

Habib Luthfi terus menyimak lebih dalam, dalam diam.

“Karena itulah ketika akan makan, diajarkan doa: Allahumma bariklana (Ya Allah, semoga Engkau memberkahi kami). Bukan Allahumma barikli (Ya Allah semoga Engkau memberkahiku) walaupun sedang makan sendirian," sambungnya.

Baca Juga: Soal Viral Kabar Habib Luthfi Mundur dari PBNU, Begini Konfirmasinya dari Orang Dalam

“Lana itu maknanya untuk semuanya. Mulai dari petani, pedagang, pengangkut, pemasak hingga penyaji, semuanya termaktub dalam doa tersebut. Ini sebagai salah satu ucapan syukur serta mendoakan semua orang yang berperan dalam kehadiran nasi yang kita makan,” lanjut Kiai Sepuh.

“Satu lagi, mengapa orang makan kok ada doa: waqina ‘adzabannar (Jagalah kami dari siksa api neraka). Terus, apa hubungannya antara makan dengan neraka? Kan tidak nyambung?” Kiai Sepuh terus menjelaskan kalimat-kalimat penuh makna.

“Iya Yai, kok bisa ya?” kali ini Habib Luthfi memberanikan bertanya karena penasaran.

Baca Juga: Pesan-pesan Habib Umar bin Hafidz Tentang Bagaimana Mencintai Rasulullah

“Begini Yik, makan itu sebenarnya hanya sebuah wasilah. Kenyang itu yang memberikan hanya Gusti Allah saja. Jadi, kalau kita makan dan menganggap bahwa yang membuat kenyang adalah makanan yang kita makan, maka takutlah! karena hal itu akan menjatuhkan kita ke dalam kemusyrikan. Dosa terbesar bagi orang beriman,” makin panjang Sang Kiai Sepuh menjelaskan.

“Astaghfirullahal’adhim…” Habib Luthfi muda membatin. Ia yang tidak menyangka dari sebutir nasi itu bisa mendaptkan makna yang dalam dan luas.

“Bayangkan saja Yik. Demikian juga ketika kita makan dan minum tapi tidak dijadikan untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga kita karena Gusti Allah tidak menghendaki, apalah jadinya?" tutui Kiai Sepuh. ***

Editor: Kalil Sadewo

Sumber: jatman.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah