INDRAMAYUHITS – Setiap orang memiliki karakter dan latar belakang berbeda, termasuk cara mendapatkan uang atau mencari nafkah.
Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, tentu banyak orang yang sering berinteraksi dengan siapa saja, tanpa pandang bulu.
Dalam interaksi itu, juga sering berinteraksi, termasuk dengan mereka, baik diketahui maupun tidak diketahui, yang mendapatkan hartanya dari jalan yang haram.
Misalnya didapatkan dari hasil aktivitas riba, korupsi di lembaga pemerintah, menipu sana-sini, mencurangi dalam aktivitas jual beli, dan sumber yang dilarang (haram) agama lainnya.
Terkadang dalam berinteraksi sosial, pada saat-saat kondisi tertentu transaksi yang demikian ini tidak dapat dihindari oleh masyarakat.
Pertanyaannya, bagaimana hukumnya bertransaksi dengan mereka yang hartanya kebanyakan didapat dari cara haram?
Dilansir dari laman resmi Pesantren Lirboyo dalam kolom konsultasi dijelaskan bahwa Syekh Abdurrahman Ibn Muhammad Ba’alawiy menjelaskan dengan rinci kasus seperti itu dalam kitab Bughyatul Mustarsyidiin halaman 621 cetakan Al Haramain berikut ini:
(مسألة ب ك) مَذْهَبُ الشَّفِعِي كَالْجُمْهُوْرِ جَوَازُ مُعَامَلَةِ مَنْ كَانَ اَكْثَرُ مَالِهِ حَرَامٌ كَالْمُتَعَامِلِيْنَ بِالِّربَا
“Madzhab Syafi’i seperti kebanyakan pendapat lainnya, mengatakan bolehnya bertransaksi dengan orang yang kebanyakan hartanya haram, seperti orang yang terindikasi sering melakukan transaksi riba dalam keuangannya”.
Meski demikian, terdapat pendapat yang dikatakan syadz (keluar dari pendapat mayoritas) datang dari Imam al-Ghazaliy, beliau menghukumi haram pada transaksi demikian ini.
Baca Juga: Terkait Kasus Doni Salmanan Empat Publik Figur Diperiksa, Dua Lainnya Menyusul
Meskipun boleh dan sah-sah saja bertransaksi dengan orang yang kebanyakan hartanya bersumber dari keharaman, selagi tidak diyakini dengan pasti bahwa harta yang digunakan bertransaksi benar-benar haram, namun ada kemakruhan di sana.
Hukum makruh akan menjadi lebih kuat tergantung dari banyak dan sedikitnya kesyubhatan yang ada dalam harta tersebut. Seperti kelanjutan redaksi kitab Bughyah di atas:
“Hukum makruh akan menjadi lebih kuat ketika kadar keharaman yang terdapat pada harta semakin banyak, sehingga meninggalkan transaksi termasuk tindakan wara’”.
Dan mungkin inilah yang melatarbelakangi Imam al-Ghazaliy menghukumi haram, sebab kehati-hatian beliau terhadap barang syubhat begitu besar.
Jadi, jika masih mungkin untuk dihindari, sebaiknya dihindari saja untuk bertransaksi, mencari jalan lain yang lebih jelas kehalalan hartanya. Wallahu a’lam. ***