Menjawab Suara Azan Hukumnya Sunah, Bagaimana kalau Azan Bersahutan? Berikut Penjelasannya

15 Maret 2022, 07:12 WIB
Ilustrasi suara azan di masjid atau mushola. /unplash.com/ mufid-majnun

INDRAMAYUHITS – Umat Islam Indonesia adalah mayoritas. Di Indonesia, tempat ibadah, baik berupa masjid maupun mushola ada di mana-mana, bahkan tempatnya berdekatan di sekitar tempat tinggal.

Dengan tempat yang berdekatan, maka dipastikan saat memasuki waktu sholat, azan akan dikumandangkan di semua mushola atau masjid secara bersahutan.

Sementara, sebagai umat Islam, disunahkan untuk menjawab suara azan yang dikumandangkan, baik dari masjid maupun musala.

Baca Juga: Lowongan Kerja Cirebon Maret 2022 di PT Zhi Sheng Indonesia Pemilik Brand Vivo, Minimal Lulusan SMA /SMK/MA

Pertanyaannya, kesunahan untuk menjawab suara azan tersebut pada suara azan yang pertama, yang paling keras, atau seperti apa?

Terkait hal ini, Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri melalui laman resminya dalam rubrik konsultasi dijelaskan, menjawab azan hukumnya Sunah Muakkad atau dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib).

Keutamaannya juga berlimpah. Apalagi diiringi dengan doa setelah azan, Nabi menjaminkan syafaatnya.

Baca Juga: Bila Ada Anggota Keluarga yang Sakaratul Maut, Lakukan Beberapa Langkah Ini Sesuai Anjuran Islam

Sabda beliau: Ketika kalian mendengar muadzin (meklantunkan adzan) maka ucpkanlah (Jawab) seperti yang diucapkannya”.

Kecuali pada lantunan Hayya ‘alash shalah dan hayya ‘alal falah, menjawabnya dengan hauqalah, yakni Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Juga saat muazin sampai pada asshalaatu khairun minan naum di waktu subuh, kita menjawabnya dengan shadaqta wabarrarta.

Baca Juga: Jenguk Kiai Farid, Bupati Indramayu Bilang Begini Soal Kasus Percobaan Pembunuhan Ulama

Redaksi dari kitab Majmu’ mengatakan bahwa ketika mendengar seruan muazin (orang yang adzan) setelah muazin yang lain, apakah kesunahan menjawabnya hanya pada kumandang azan yang pertama saja, atau juga keseluruhan adzan?

Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat ulama salaf. Seperti yang diungkapkan oleh Qadli ‘Iyadh dalam syarah kitab Shahih Muslim.

Dalam kasus ini, Saya (Imam Nawawi) tidak menemukan komentar dari kalangan Syafi’i. Kasus ini masih ada beberapa kemungkinan, akan tetapi pendapat yang dipilih bahwa menjawab azan hukumnya sunah muakkad (ditekankan) makruh bila ditinggalkan.

Baca Juga: Catat! Di Sini Lokasi Samsat Keliling Wilayah Indramayu Periode Sepekan ke Depan 14 - 20 Maret 2022

Berlandaskan kesharihan hadis yang memerintahkannya. Dan perintah ini hanya terkhusus pada adzan yang pertama, sebab, perintah itu tidak menuntut untuk diulangi (pelaksanaannya). Sedangkan keutamaan dan pahala dalam menjawab adzan tidak tertentu pada adzan paling pertama saja (Semua mendapatkannya). Wallahu a’lam”.

Komentar Imam Nawawi dalam Majmu’-nya itu menandaskan bahwa kesunahan menjawab adzan ketika terjadi berulang-ulang adalah pada kumandang adzan yang pertama, dan makruh hukumnya jika tidak menjawab adzan yang pertama ini.

Walau demikian, azan-azan yang disuarakan setelahnya masih membawa kesunahan dan keutamaan untuk dijawab.

Baca Juga: Merinding! Sambil Bersumpah, Dubes Suriah Bilang Begini ke Gus Yahya Soal Islam Indonesia

Namun, dalam praktiknya, azan yang dikumandangkan lewat pengeras suara akan saling tumpang tindih.

Belum juga usai azan yang berkumandang pertama kali, segera saja disusul azan dari masjid maupun mushola lain, mengingat begitu menjamurnya tempat ibadah umat muslim di tanah air.

Jika demikian, adzan dengan pengeras suara rendah akan disenyapkan dengan yang pengeras suaranya tinggi, atau yang paling dekat dengan telinga kita.

Baca Juga: Amalan yang Dihisab Pertama Kali Saat Kiamat, Inilah Jadwal Sholat Wilayah Indramayu Periode Sepekan ke Depan

Sedangkan sebab disunahkannya menjawab azan adalah kita bisa mendengar lantunan azan tersebut, sehingga jika seseorang melihat muazin naik menara hendak azan-azan zaman dulu memang demikian, akan tetapi karena jarak keduanya cukup jauh sehingga suara muazin itu tidak didengarnya, maka tidak disunahkan untuk menjawab.

Ya, bagaimana mau menjawab, kalau mendengar saja tidak. Ini seperti yang disampaikan juga oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muhadzab:

“Jikalau seseorang melihat muadzin sedang di atas menara sedangkan waktu menunjukkan jam shalat, dan ia tahu bahwa muadzin itu hendak adzan, tetapi ia tidak mendengar sebab jaraknya yang jauh atau karena tuli, maka tidak disyariatkan baginya untuk menjawab adzan. Ini komentar Imam Nawawi dalam syarah kitab Muhadzab”.

Dan kesunahan menjawabnya akan tetap berjalan meski adzan terdengar ratusan kali. ***

Editor: Kalil Sadewo

Sumber: Lirboyo.net

Tags

Terkini

Terpopuler