Ketum PBNU Tegaskan Pemimpin Perlu Dikritik, Kiai Yahya Cholil Staquf: Taat Bukan Mengkultuskan

- 18 April 2022, 15:12 WIB
Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf
Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf /ANTARA

INDRAMAYUHITS - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengingatkan agar tidak menyepelekan tiga aktor ini, yakni ulama (pemimpin agama), "umaro" (pemimpin negara), dan "ashdiqo" (teman).

"Ketika salah satu dari tiga aktor tersebut disepelekan, maka akan merusak kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat secara umum," kata Kiai Yahya dalam serial Inspirasi Ramadan bertajuk "Akhlak Menghormati Pemimpin" yang ditayangkan oleh akun Youtube BKN PDI Perjuangan, yang dikutip dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin.

Selain itu, umat muslim juga dianjurkan untuk menerapkan ajaran tawadhu, yaitu mampu menempatkan diri dalam kehidupan bernegara, baik sebagai pemimpin atau orang yang dipimpin.

Baca Juga: Mobil Grup Musik Debu Kecelakaan di Tol, Pasangan Suami-istri Bangsawan Malaysia Tewas, Sang Drumer Kritis

Pria yang biasa disapa Gus Yahya ini menjelaskan anjuran untuk taat dan menghormati pemimpin itu sepaket dengan anjuran untuk taat kepada Allah dan Rasulnya.

Agama, kata dia, tujuan dasarnya itu untuk membangun dan merawat yang dinamakan tertib sosial.

Menurutnya, tidak ada maslahat apapun di masyarakat tanpa adanya tertib sosial. Tertib sosial itu tidak bisa tidak membutuhkan kepemimpinan.

Baca Juga: DIBATASI! Kerajaan Arab Saudi 'Larang' Jamaah Usia 65 Tahun ke Atas Berangkat Haji Tahun Ini

"Itulah kenapa sebabnya, seruan perintah taat kepada pemimpin masyarakat atau umaro atau ulil amri itu sepaket dengan taat kepada Allah dan Rasulnya. Hal ini karena soal nasib dan kemaslahatan orang banyak," paparnya.

Dikatakan, tidak boleh melakukan hal-hal yang mendorong orang untuk tidak taat kepada umaro, mendorong orang-orang untuk menyepelekan umaro karena itu semua akan merusak tertib sosial dan itu berarti berpotensi mencelakakan masyarakat seluruhnya.

"Itu berarti mafsadah namanya, kerusakan, dan membuat kerusakan ini tidak diperbolehkan," tegas Gus Yahya.

Baca Juga: Kemenag Kembali Buka Seleksi Beasiswa 5.000 Doktor, yang Minat Siap-siap Daftar!

Menurut dia, ketika orang menyepelekan ulama, maka orang itu akan menyepelekan agama karena ulama ini panutan agama.

Begitu juga umaro, tidak bisa disepelekan karena akan merusak urusan dunia, karena urusan dunia ini penanggung jawabnya umara.

Tertib sosial, sambungnya, ini penanggung jawabnya umaro. Begitu juga asdiqo, tidak boleh disepelekan karena jika disepelekan bisa merusak kehormatan.

Baca Juga: Prediksi Zodiak Virgo Senin 18 April 2022 : Inilah Hari yang Menyenangkan Untukmu

"Karena teman biasanya tahu banyak rahasisa kita, sehingga kalau kita sepelekan bisa membocorkan rahasia kita. Itu bisa celaka kan," tutur Gus Yahya.

Terkait kritik di media sosial, Gus Yahya menjelaskan taat kepada ulama bukan berarti mengkultuskan seorang pemimpin di dunia.

"Pemimpin bukanlah orang yang selalu benar, sehingga mengkritik pemimpin diperlukan," ujarnya.

Baca Juga: Meradang! AS Tuding PeduliLindungi Langgar HAM, Indonesia Berani Balas Bongkar Borok Paman Sam

Namun demikian, jangan sampai kritik yang disampaikan mendorong terjadinya ketidakpatuhan terhadap pemerintah, sehingga menciptakan kekacauan yang ada di dalam masyarakat. Jika itu terjadi, maka semua orang akan celaka.

Lebih lanjut ia menjelaskan, kritik itu harus rasional, harus sesuatu yang memang masuk akal berdasarkan kenyataan, tidak mengada-ada, tidak didorong oleh kebencian personal, tetapi didorong untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat.

Sekarang ini Indonesia berhadapan dengan situasi ketika orang mendapatkan platform untuk mendapatkan panggung untuk mengaktualisasikan diri secara sangat-sangat liberal.

Baca Juga: BUMN Perum Bulog Buka Rekrutmen Pegawai untuk Mengisi 32 Formasi, Cek Syaratnya Lalu Daftar di Link Ini

"Semua orang boleh berdialog, profesor tiba-tiba harus berdebat dengan orang yang sama sekali tidak memiliki basic pendidikan, ini semua di medsos sekarang bisa terjadi," ujar Gus Yahya.

Ada juga fenomena orang di medsos itu biasanya mencari perhatian, bahkan menjadi bisnis seperti subscriber, follower dan kemudian membuat orang mencari sensasi.

"Ini yang berbahaya karena orang membuat artikulasi, mencari sensasi yang isinya hoaks, fitnah, dan sebagainya. Ini yang harus dihindari. Kita sebagai orang yang berpartisipasi di medsos harus menyadari ini, dan jangan telan mentah-mentah," tuturnya.

Baca Juga: BERHARAP TUAH! Borneo FC Rekrut Kiper Hoki yang Pernah Angkat Trofi Saat Persib dan Persija Juara

Dia pun mengimbau agar umat muslim perlu menjalankan inti ajaran tawadhu, yaitu mampu menempatkan diri di hadapan siapapun.

"Sebagai orang yang dipimpin harus tahu menempatkan diri, begitu juga sebaliknya, pemimpin harus mampu menempatkan diri di hadapan orang yang dipimpinnya. Hal ini jika dilakukan akan menciptakan sebuah kemaslahatan dalam masyarakat," jelasnya.

Dia menambahkan, bangsa Indonesia memilki modal yang besar, yaitu modal budaya guna menghadapi arus disrupsi yang terjadi saat ini.

Baca Juga: WARGA PANIK! Penyakit Misterius Bikin Geger India Barat, Satu Per Satu Anak Kecil Mati Mengenaskan

Arus yang menyebabkan banyak terjadi ketegangan di tengah masyarakat, bahkan ketegangan tersebut akhir-akhir ini semakin memuncak.

Indobesia, lanjut dia, punya sejarah ratusan tahun sejak purba sebetulnya, yaitu masyarakat di nusantara ini dipelihara ketertibannya dengan mengandalkan harmoni dibanding paksa fisik.

"Ini masih bisa kita rasakan kekuatan dari warisan budaya itu, bahkan sekarang ketika ada momentum konflik tajam, sebetulnya bangsa ini yang paling mudah menemukan solusinya. Kita punya warisan budaya yang sangat dalam. Ini yang perlu kita bangkitkan kesadaran untuk menciptakan harmoni," kata Gus Yahya, seperti dikutip dari ANTARA.***

Editor: Ahmad Asari

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah