Tadarus Puisi: Kesaksian Akhir Abad, Catatan Kritis WS Rendra di Ujung Abad 20

- 16 Desember 2021, 14:12 WIB
WS Rendra dalam suatu pementasan.
WS Rendra dalam suatu pementasan. /Tangkapan layar Antaranews.

Bagaiman rakyat bisa merdeka bila pemerintah melecehkan perdagangan antardaerah
dan mengembangkan merkantilisme Daendels
sehingga rela menekan kesejahteraan buruh,
petani, nelayan, guru
dan serdadu berpangkat rendah?

Bagaimana rakyat bisa merdeka
bila propinsi-propinsi sekedar
menjadi tanah jajahan pemerintah pusat?
Tidak boleh mengatur ekonominya sendiri,
tatanan hidupnya sendiri,
dan juga keamanannya sendiri?

Ayam, serigala, macan, ataupun gajah,
semuanya peka pada wilayahnya.
Setiap orang juga ingin berdaulat
di dalam rumahtangganya.
Setiap penduduk ingin berdaulat
di dalam kampungnya.
Dan kehidupan berbangsa
Tidak perlu merusak daulat kedaerahan.

Hasrat berbangsa dan naluri rakyat
untuk menjalin ikatan dayacipta antarsuku,
yang penuh keanekaan kehidupan,
dan memaklumkan
wilayah pergaulan yang lebih luas
untuk merdeka bersama.

Tetapi lihatlah selubung kabut saait ini !
Penjajahan tatanan uang,
penjajahan modal,
penjajahan kekeraan senjata,
dan penjajahan oleh partai-partai politik,
masih merajalela di dalam negara !

Dengan puisi ini aku bersaksi
bahwa sampai saat puisi ini aku tandatangani
para elit politik yang berkedudukan
ataupun yang masih berjalan,
tidak pernah memperjuangkan
sarana-sarana kemerdekaan rakyat.
Mereka hanya rusuh dan gaduh
memperjuangkan kedaulatan
golongan dan partainya sendiri.
Mereka hanya bergulat untuk posisi sendiri.
Mereka tidak peduli kepada posisi hukum,
posisi polisi, ataupun posisi birokrasi.
Dengan picik
mereka akan mendaur-ulang
malapetaka bangsa dan negara
yang telah terjadi !

O, Indonesia ! Ah, Indonesia !
Negara yang kehilangan makna !
Rakyat sudah dirusak tatanan hidupnya.
Berarti sudah dirusak dasar peradabannya.
Dan akibatnyta dirusak pula kemanusiaannya.
Maka sekarang negara tinggal menjadi peta.
Itupun peta yang lusuh
dan hampir sobek pula.

Pendangkalan kehidupan bangsa telah terjadi.
Tata nilai rancu.
Dusta, pencurian, penjarahan,
dan kekerasan halal.
Manusia sekedar semak belukar
yang gampang dikacau dan dibakar.
Paket-paket pikiran mudah dijajakan.
Penalaran amanah yang salah
mendorong rakyat terpecah belah.

Negara tak mungkin kembali diutuhkan
tanpa rakyatnya dimanusiakan.
Dan manusia tak mungkin menjadi manusia
Tanpa dihidupkan hatinuraninya.

Hatinurani adalah hakim adil
untuk diri kita sendiri.
Hatinurani adalah sendi
dari kesadaran
akan kemerdekaan pribadi.

Halaman:

Editor: Kalil Sadewo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah