INDRAMAYUHITS - Pada waktu Sultan Agung memerintah Kerajaan Mataram, seperti cita-cita kakeknya dahulu ingin menguasai Pulau Jawa.
Tetapi, berdasarkan naskah Pustaka Nagarakertabhumi, Senapati Sutawijaya tidak dapat mewujudkan cita-citanya itu, sebab Jawa Barat tidak pernah bisa dikalahkan olehnya.
Sultan Agung hanya meneruskan persahabatan dan persaudaraan dengan Panembahan Ratu Cirebon, tidak di bawah perintah Mataram seperti bupati-bupati di Jawa Timur.
Baca Juga: Persebaya Resmi Datangkan Pemain Asal Brazil, Siapa Dia? Berikut Bocorannya
Adapun musuh besar Sultan Agung ada dua, yakni pertama Belanda dan kedua Kerajaan Banten, alasannya kedua pihak ini tidak mau bersahabat dengan Mataram.
Selain itu, juga karena orang-orang Banten dan balatentaranya senantiasa bergerak ke timur, sedangkan Belanda ingin menguasai seluruh kerajaan di Pulau Jawa.
Dengan demikian adipati-adipati di Jawa Timur senantiasa ingin merdeka tidak mau di bawah perintah Mataram.
Oleh karena itu, mereka bersatu, yaitu bupati-bupati Lasem, Tuban, Jipang, Wirosobo, Pasuruan, Arisbaya, dan Sumenep dengan dipimpin oleh Bupati Surabaya dan Sunan Giri menyerbu Mataram, tujuannya ingin menghabisi kekuasaaan Mataram.
Pasukan para bupati itu kalah oleh balatentara Mataram. Sultan Agung membalas perbuatan para bupati dan menghukum mereka yang melawan kepada Mataram, kemudian diseranglah kabupaten-kabupaten di seluruh Jawa Timur.
Pada suatu ketika orang-orang sedang tidur, balatentara Bupati Balega menyerang pasukan Mataram.
Senapati Mataram Ki Agheng Sujonopuro tewas dalam penyerangan itu, sehingga kalahlah balatentara Mataram.
Untuk sementara peperangan dihentikan karena Mataram sedang berdukacita sambil menunggu kedatangan pasukan yang kedua.
Pasukan Mataram itu tidak mau kembali, mereka takut dijatuhi hukuman oleh Sultan Agung karena tidak dapat mengalahkan Madura.
Tidak lama kemudian datanglah ke Madura para pasukan Mataram yang kedua dipimpin oleh Senapati Ki Agheng Juru Kiting. Balatentara lima kabupaten di Madura dapat dikalahkan oleh mereka.
Kejadian ini terdengar oleh Adipati Surabaya. Ia pun membawa pasukan dalam jumlah besar melawan balatentara Mataram, tetapi mereka dapat dikalahkan.
Setelah Madura dapat dikalahkan, kemudian Sultan Agung mengangkat Prasena, putra Adipati Arisbaya menjadi pemimpin seluruh kabupaten di Madura dengan gelar Pangeran Cakraningrat.
Baca Juga: Tak Pandang Saudara, Sunan Gunung Jati Tegas Menghukum Syekh Siti Jenar atas Rekomendasi Para Wali
Selanjutnya, Sultan Agung memimpin pasukan Mataram untuk menaklukkan Surabaya. Adipati Surabaya, Pangeran Pekik dapat dikalahkan dan diangkat lagi oleh Sultan Agung menjadi Adipati Surabaya.
Bahkan ia menikah dengan putri Sultan Agung yang bernama Nay Wandan Sari. Dan kelak, di Pulau Jawa ada tiga yang bermusuhan, yaitu Mataram, Belanda, dan Banten.***