Penggalan Sejarah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan yang Tak Banyak Diketahui, Termasuk Tarekat yang Dianutnya

3 Maret 2022, 08:29 WIB
Masjid Agung Pamijahan sebagai tempat beribadah dan pusat pendidikan Islam. Makam Syekh Abdul Muhyi dan Goa Safarwadi selalu ramai dikunjungi peziarah di Bulan Rajab. /Pikiran Rakyat.com/

INDRAMAYUHITS - Nama Syekh Abdul Muhyi harum hingga saat ini. Makamnya selalu ramai, menjadi tujuan ziarah umat Islam dari berbagai penjuru tanah air.

Selain makam Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan tokoh utama lainnya di Cirebon serta Syekh Quro di Karawang, makam Syekh Abdul Muhyi di Tasikmalaya selalu masuk dalam daftar tujuan utama ziarah wali di Jawa Barat.

Sebagian umat Islam mungkin sudah tahu, paling tidak pernah mendengar, sejarah perjalan dakwah beliau di Jawa Barat, terutama di Tasikmalaya dan sekitarnya.

Baca Juga: Melihat Masjid Sapu Angin, Dibangun Syekh Datul Kahfi di Daerah Bondan, Lebih Tua dari Indramayu dan Cirebon

Termasuk berbagai kelebihannya sehingga beliau menjadi sangat masyhur tak hanya di Tasikmalaya dan Jawa Barat, tetapi juga seantero Nusantara.

Beliau juga ternyata memiliki ikatan kuat dengan jejaring ulama besar Nusantara di masa hidupnya. Bisa dibayangkan, zaman di masa lalu, di mana tak ada kendaraan berbasis mesin, masih hutan belantara, dan berbagai keterbatasan lainnya Syekh Abdul Muhyi sudah membangun jejaring dengan Mataram, Makassar, hingga Aceh.

Berikut ini beberapa catatan sejarah beliau yang dapat melengkapi pengetahuan lainnya tentang Syekh Abdul Muhyi.

Baca Juga: Berikut Ini Adalah Tokoh Nasional Keturunan Sunan Gunung Jati, Nomor 3 dan 4 Tak Disangka

Catatan ini ditulis oleh keturunan Syekh Abdul Muhyi melalui jalur istrinya Ayu Bakta, Ilham Muhammad Nurjaman yang dilansir Indramayu Hits dari laman resmi JATMAN, 3 Maret 2022.

Diceritakan, Syekh Abdul Muhyi adalah ulama besar yang hidup pada periode pertengahan abad ke-17. Syekh Abdul Muhyi lahir di Mataram sekitar tahun 1650 M dan meninggal sekitar tahun 1730 M.

Di antara bukti yang menguatkan Syekh Abdul Muhyi lahir atau berasal dari Mataram adalah adanya hubungan erat Syekh Abdul Muhyi dengan Mataram.

Baca Juga: Kisah Kewalian Habib Toha Lewat Mimpi Orang Sholeh yang Bertemu Sunan Gunung Jati dalam Rapat Wali Qutub

Suatu ketika, saat Syekh Abdul Muhyi menyebarkan Islam di wilayah Pamijahan umumnya di wilayah pemerintahan Sukapura, Kerajaan Mataram Islam, melayangkan surat kepada pemerintah Kolonial Belanda untuk menjadikan Pamijahan sebagai Pasidkah atau daerah bebas pajak dan upeti.

Syekh Abdul Muhyi memang dikenal luas sebagai seorang ulama sufi, namun yang jarang diulas, ternyata sesungguhnya beliau justru menguasai syariat Islam yang menjadi bahan utama dakwahnya.

Syekh Abdul Muhyi baru menempuh jalur kesufian melalui seorang ulama besar dan waliyullah yakni Syekh Abdul Rauf as-Sinkili, ulama asal Aceh As-Sinkil yang berada dekat pantai Laut Aceh.

Baca Juga: 4 Ulama Nusantara Ini Pernah Disinggahi Nabi Khidir, dengan Penampilan dan Waktu yang Tak Terduga

Syekh Abdul Muhyi mendapat Ijazah Tarekat Syattariyah dari gurunya Syekh Abdul Rauf. Sedangkan Syekh Abdul Rauf mendapat ijazah Tarekat Syattariyah dari gurunya yaitu Syekh Ahmad al-Qusyasyi ketika sedang belajar di Madinah.

Sebagai tanda telah selesai berguru kepada Syekh Ahmad Al-Qusyasyi, Syekh Abdul Rauf diberi gelar oleh sang guru sebagai khalifah Syattariyah dan Qadiriyah.

Wakil Talqin Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (TQN) Suryalaya, KH Beben Muhamad Dabbas pernah menyampaikan, selain menganut Tarekat Syattariyah, Syekh Abdul Muhyi juga penganut Tarekat Qadiriyah, hanya saja yang dibesarkan dan disebarkan hanya Tarekat Syattariyahnya.

Baca Juga: Syaikhona Kholil Bangkalan, Penentu Berdirinya NU Ternyata Adalah Ulama Besar Keturunan Cirebon

Indikasi bahwa Syekh Abdul Muhyi sebagai Qadiri, bisa jadi berasal dari gurunya yakni Syekh Abdul Rauf yang mendapat gelar khalifah Syattari dan Qadiri dari gurunya Syekh Ahmad al-Qusyasyi.

Dan yang penting untuk diketahui, sangat tidak mungkin Syekh Abdul Muhyi menganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (TQN), karena kedua tarekat, Qadiriyah dan Naqsabandiyah baru disatukan Syekh Khatib Syambas pada tahun sekira 1888 M.

Pada masanya, tokoh-tokoh agama yang mumpuni sekaliber Syekh Abdul Rauf dan Syekh Abdul Muhyi mendapatkan tempat di basis kekuasaan kerajaan, karena memang sudah bercorak Islam.

Baca Juga: Tongkat Syaikhona Kholil dan Nabi Musa Mirip, KH Miftacul Akhyar: Pernah Jadi Ular di Masa Penjajahan

Syekh Abdul Rauf misalnya, mendapat dukungan serta perlindungan dari Kerajaan Aceh saat itu. Bahkan beliau diangkat menjadi mufti oleh Kerajaan Aceh.

Demikian juga Syekh Abdul Muhyi, ketika melakukan Islamisasi di wilayah Kerajaan Sukapura atau Tasikmalaya saat ini. Bupati Sukapura III mengangkat Syekh Abdul Muhyi sebagai mufti di lingkungan Kerajaan Sukapura.

Tak hanya itu, putri dari Bupati Sukapura III juga dipersunting oleh Syekh Abdul Muhyi untuk menjadi istrinya.

Baca Juga: Inilah Keistimewaan Syekh Ali al - Khawwash

Pada cerita lain, ulama besar dari Sulawesi yang masyhur hingga saat ini, Syekh Yusuf al-Maqassari berusaha lari dari pengejaran Belanda dengan meminta bantuan Syekh Abdul Muhyi untuk bersembunyi di Pamijahan.

Selama Syekh Yusuf al-Maqassari berada di wilayah Pamijahan, Syekh Abdul Muhyi memanfaatkan waktu untuk belajar banyak kepadanya, karena beliau adalah ulama alim dengan kualitas keilmuan yang tinggi.

Syekh Abdul Muhyi bertanya banyak hal kepada Syekh Yusuf al-Maqassari, salah satunya tentang penafsiran ayat-ayat Al-Quran mengenai hal mistis.

Baca Juga: Kata Syekh Nawawi Hindari 5 Jenis Riya Ini, karena Bisa Tergolong dalam Syirik Kecil

Tak hanya itu, Syekh Abdul Muhyi juga meminta Syekh Yusuf al-Maqassari untuk memberitahu dan menyebutkan sanad-sanad tarekat yang ia terima selama berada di Haramain. ***

Editor: Kalil Sadewo

Sumber: jatman.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler