Fakta atau Mitos: Benarkah Komodo di Kawasan Wisata Tidak Takut Manusia? Simak Faktanya

- 16 November 2020, 14:20 WIB
Komodo, Hewan Purba di Indonesia.
Komodo, Hewan Purba di Indonesia. /Pixabay/5477687

PR INDRAMAYU ­– Habitat komodo di Pulau Komodo terancam oleh pembangunan TNK (Taman Nasional Komodo).

TNK merupakan salah satu situs warisan dunia yang ditetapkan UNESCO sejak 1991. Ironisnya aktivitas pembangunan itu berpengaruh terhadap perilaku spesies endemik tersebut.

Hal ini diungkap mahasiswa S3 Queen Mary University of London, Sabhrina Gita Aninta, dan mahasiswa S3 University of Kent, Ardiantiono.

Baca Juga: Dokter Kulit Ungkap Alasan Timbulnya Jerawat Ketika Menggunakan Masker

Terbiasa dengan Manusia

Di habitat alaminya, komodo cenderung menghindari manusia. Studi yang dipublikasikan jurnal Biodiversity and Conservation mengungkapkan bahwa terdapat efek terhadap perilaku komodo akibat aktivitas manusia.

Penelitian yang diterbitkan pada 2018 itu menyatakan bahwa komodo yang hidup di kawasan wisata menjadi tidak takut manusia. Proses itu dinamakan terhabituasi.

“Untungnya, perubahan perilaku ini tidak berkaitan langsung dengan risiko kepunahan karena kepadatan individu dan tingkat ketahanan hidup komodo di kawasan wisata tidak lebih rendah dari kawasan dengan sedikit atau tanpa aktivitas manusia,” tutur Sabhrina dan Ardiantiono.

Baca Juga: Sikapi Pembangunan Taman Nasional Komodo, Mahasiswa Indonesia di Inggris Ungkap 3 Hal

Adaptasi komodo itu perlu menjadi perhatian pengelola wisata. Pertama, ‘komodo yang tidak takut manusia’ berpotensi menurunkan kewaspadaan wisatawan.

Dampak yang ditimbulkan adalah munculnya agresi komodo terhadap orang yang berada terlalu dekat.

Kedua, kompetisi antarindividu muda komodo berpotensi meningkat. Pasalnya sebagian besar komodo di kawasan wisata adalah individu dewasa.

Komodo muda yang kalah berkompetisi berdampak negatif terhadap pertumbuhan populasi komodo.

Baca Juga: Sebanyak 48 Orang Tahanan Bareskrim Terkonfirmasi Positif Covid-19, Hampir 90% Tanpa Gejala

“Kami beranggapan bahwa pembangunan infrastruktur yang memang ingin meminimalkan interaksi antara turis dengan komodo seperti yang sedang dilakukan di Loh Buaya dapat diterima.

“Namun, ini bisa menjadi bumerang dan malah mengancam populasi komodo apabila memicu kegiatan pariwisata berlebihan atau pembukaan lahan di lokasi baru di luar kawasan wisata yang sudah ada,” ujar Sabhrina dan Ardiantiono dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari The Conversation.

Pariwisata berlebihan itu merupakan kekhawatiran masyarakat atas pemberian izin pengusahaan pariwisata alam di wilayah baru.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Penyanyi Lintas Agama Lantunkan Asmaul Husna Agar Covid-19 Berhenti, Ini Faktanya

Ideal Bagi Tanaman Komodo

Idealnya sebuah konsep wisata adalah mengenalkan keunikan satwa dan memberikan pengetahuan terkait pengelolaan ekosistem dan biodiversitas pada wisatawan.

“Konsep pariwisata yang mengutamakan kesejahteraan masyarakat lokal, konservasi alam, dan edukasi (ekowisata) lebih cocok untuk Indonesia yang memiliki kekayaan hayati dan budaya,” ungkap Sabhrina dan Ardiantiono.

Pembangunan yang dilakukan tetap berdampak bagi keberlangsungan ekosistem, satwa liar, dan penduduk sekitar.

Baca Juga: Bulan Purnama November Akan Menjadi yang Terburuk untuk 3 Zodiak Berikut Ini

Dalam membangun kawasan konservasi menjadi obyek wisata, hendaknya rencana termasuk dampak sosial dan lingkungannya perlu untuk disampaikan kepada masyarakat di setiap tahap pembangunan.***

Editor: Evi Sapitri

Sumber: The Conversation


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah