Sikapi Pembangunan Taman Nasional Komodo, Mahasiswa Indonesia di Inggris Ungkap 3 Hal

- 16 November 2020, 13:59 WIB
Komodo, Hewan Purba di Indonesia.
Komodo, Hewan Purba di Indonesia. /Pixabay/5477687

 

PR INDRAMAYU – Isu terkait pembangunan Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali menyeruak. Pemicunya adalah sebuah foto komodo (Varanus komodoensis) ‘menghadang’ truk yang viral di media sosial.

Taman Nasional Komodo (TNK) diakui Pemerintah Indonesia merupakan bagian dari Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, NTT.

Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menuturkan pada 2019 silam bahwa Labuan Bajo perlu dijadikan wisata eksklusif atau super premium bagi kalangan menengah ke atas.

Baca Juga: Sebanyak 48 Orang Tahanan Bareskrim Terkonfirmasi Positif Covid-19, Hampir 90% Tanpa Gejala

Pembangunan TNK disikapi Sabhrina Gita Aninta dan Ardiantiono. Sabhrina adalah mahasiswa S3 di Queen Mary University of London, sedangkan Ardiantiono menempuh pendidikan doktor di University of Kent, Inggris.

“Sebagai peneliti biologi konservasi, kami melihat viralnya foto komodo dan narasi yang muncul di berbagai media memperlihatkan beberapa hal yang luput dari perhatian dalam pengembangan kawasan wisata komodo,” tutur Sabhrina dan Ardiantiono.

Dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari The Conversation, 3 hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan TNK adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Penyanyi Lintas Agama Lantunkan Asmaul Husna Agar Covid-19 Berhenti, Ini Faktanya

1. Kelengkapan data

Meskipun sebagai ikon dan pusat perhatian, komodo bukan satu-satunya spesies yang perlu dipertimbangkan. Pasalnya ada spesies lain yang menempati habitat sama di pulau tersebut yang perlu diperhatikan. Contohnya adalah kakatua jambul kuning (Cacatuasuphurea).

Pada kasus ini, pemerintah diyakini hanya berfokus pada jumlah komodo. Selayaknya pemerintah memperhatikan dampak pembangunan pada ekosistem di pulau tersebut.

“Selain data ekologi, data tentang kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang tinggal di dalam taman nasional juga harus diperhatikan.

Baca Juga: Bulan Purnama November Akan Menjadi yang Terburuk untuk 3 Zodiak Berikut Ini

“Perbedaan persepsi masyarakat di pulau yang berbeda terhadap upaya konservasi komodo, misalnya, menunjukkan setiap pulau memerlukan pendekatan berbeda,” ujar Sabhrina dan Ardiantiono.

2. Keterlibatan masyarakat

Alasan menolaknya masyarakat atas pembangunan TNK adalah karena merasa kesejahteraan mereka tidak turut terangkat. Studi Universitas Negeri Malang (UM) pada 2019 menuturkan mereka tidak dilibatkan dalam pengelolaan pariwisata di Pulau Rinca dan Pulau Komodo.

“Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan dan aktivitas wisata dapat membatasi manfaat ekonomi yang diterima masyarakat dan membuat upaya konservasi kurang efektif,” ujarnya.

Baca Juga: Berikut 8 Tanaman Herbal Populer untuk Terapi Diabetes, Jahe dan Pare Termasuk

Data lengkap terkait pihak terdampak dapat digunakan pemerintah untuk melibatkan semua pihak sejak tahap perencanaan. Diharapkan kepentingan semua pihak dapat tersalurkan.

3. Komunikasi efektif

Apa yang telah diklaim dilakukan pemerintah (melibatkan masyarakat dan kajian lingkungan) perlu disampaikan kepada publik dan pemangku kebijakan.

“Ini diperlukan agar masyarakat mengetahui konsep dan data apa saja yang digunakan sebagai pertimbangan pembangunan. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mengurangi penolakan.”

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Video Ledakan Tabung Gas LPG Akibat Digoyang-goyang, Simak Faktanya

Perlunya komunikasi tersebut berkaitan dengan tingginya kesadaran masyarakat tentang berbagai isu lingkungan.***

Editor: Evi Sapitri

Sumber: The Conversation


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah