Mencari Keberadaan Menkes Terawan, Sejumlah Selebriti, Politisi Hingga Sastrawan Buka Suara

- 30 September 2020, 11:24 WIB
NAJWA Shihab saat melakukan 'wawancara' bangku kosong yang menjadi representasi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.*
NAJWA Shihab saat melakukan 'wawancara' bangku kosong yang menjadi representasi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.* /Tangkapan layar instagram/@najwashihab

PR INDRAMAYU - Nama presenter sekaligus jurnalis Najwa Shihab tengah viral dan menjadi perbincangan warganet di Indonesia.

Hal tersebut berawal dari kritikannya terhadap peran Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang dinilai tidak profesional dalam melakukan penanganan pandemi Covid-19.

Najwa Shihab melakukan sebuah wawancara kursi kosong yang diunggah dalam kanal Youtube serta Instagram pribadninya Senin (28 September 2020) kemarin.

Baca Juga: Debat Presiden AS Memanas, Joe Biden: Donald Trump Presiden Terburuk yang Dipunyai Amerika

Apa yang dilakukan Najwa Shihab sebagai bukti absennya peran sang Menkes dari penanganan pandemi Covid-19 yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

Usut punya usut, ternyata tidak hanya Najwa yang mencari Menkes Terawan. Artis, sastrawan hingga politisi juga mencari keberadaan sang Menkes.  

Seperti penyanyi Tompi yang mewakili selebriti, ikut berkomentar di unggahan Najwa Shihab. ”Nah ini… nananaaaaaaaa,” tulis Tompi.

Baca Juga: Memilukan! Firasat Kejadian G30S/PKI, Rianto Nurhadi Ungkap saat Sang Ayah Gugur Diserang Tembakan

Berikutnya, juga ada nama Angga Dwimas Sasongko yang merasa juga terwakilkan. Namun, Angga berterima kasih kepada Najwa Shihab atas hal tersebut.

“Getir tapi juga powerful. Terima kasih Kak Nana yang selalu mewakili suara publik dengan segala resikonya,” tulis sang sutradara.

Kemudian, ada nama Dennis Adhiswara yang ikut berkomentar. Dengan kalimat sindiran, komentar itu sukses menarik perhatian warganet lainnya.

Baca Juga: Fakta Pencoretan Musala, Pelaku Belajar Agama dari Youtube Hingga Robek Al Quran dan Gunting Sajadah

“Pak Terawan sakti juga, bisa ilmu ragasukma,” tulis Dennis Adhiswara.

Sastrawan Pujangga Joko Pinurbo juga ikut menuliskan komentar seraya mengemasnya dalam larik puisi.

"Aku bertanya kepada kursi. kursi tabah membisu" tulis Joko Pinurbo

Sementara itu, dari politisi juga terdapat beberapa nama seperti Fadli Zon yang menyinggung kinerja Menkes Terawan serta mencarinya karena tidak hadir dalam program Mata Najwa, untuk berbicara soal pandemi Covid-19.

Baca Juga: KAMI Gelar Nobar Film G30S/PKI di Rengasdengklok, Gatot Nurmantyo Turut Hadir

“Saya sejak Maret 2020 menganjurkan agar Menkes ini diistirahatkan. Membahayakan seluruh rakyat Indonesia dalam soal Covid-19. Suatu saat harus ada pertanggungjawaban,” tulisnya.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 

Teman-teman, cukup banyak alasan mengapa diperlukan kehadiran pejabat negara untuk menjelaskan kebijakan yang berimbas kepada publik. Mengundang dan/atau meminta pejabat untuk menjelaskan kebijakan yang diambilnya adalah tindakan normal di alam demokrasi. Jika tindakan itu dianggap politis, penjelasannya tidak terlalu sulit. Pertama, jika “politik” diterjemahkan sebagai adanya motif dalam tindakan, maka undangan untuk Pak Terawan memang politis. Namun tak selalu yang politik terkait dengan partai atau distribusi kekuasaan. Politik juga berkait dengan bagaimana kekuasaan berdampak kepada publik. Kami tentu punya posisi berbeda dengan partai karena fungsi media salah satunya mengawal agar proses politik berpihak kepada kepentingan publik. Kedua, setiap pengambilan kebijakan diasumsikan adalah solusi atas problem kepublikan. Siapa pun bisa mengusulkan solusi, namun agar bisa berdampak ia mesti diambil sebagai kebijakan oleh pejabat yang berwenang, dan mereka pula yang punya kekuasaan mengeksekusinya. Menteri adalah eksekutif tertinggi setelah presiden, dialah yang menentukan solusi mana yang diambil sekaligus ia pula yang mengeksekusinya. Ketiga, tak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganan pandemi. Selama ini, penanganan pandemi terkesan terfragmentasi, tersebar ke berbagai institusi yang bersifat ad-hoc, sehingga informasinya terasa centang perenang. Kami menyediakan ruang untuk membahasakan kebijakan penanganan pandemi ini agar bisa disampaikan dengan padu. Bedanya, media memang bukan tempat sosialisasi yang bersifat satu arah, melainkan mendiskusikannya secara terbuka. Keempat, warga negara wajib patuh kepada hukum, tapi warga negara juga punya hak untuk mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh negara. Warga boleh mengajukan kritiik dalam berbagai bentuk, bisa dukungan, usulan, bahkan keberatan. Padu padan dukungan, usulan, atau keberatan itu tak ubahnya vitamin yang -- kadang rasanya dominan pahit tapi kadang juga manis -- niscaya menyehatkan jika disikapi sebagai proses bersama. #MataNajwaMenantiTerawan #CatatanNajwa

Sebuah kiriman dibagikan oleh Najwa Shihab (@najwashihab) pada

 ***

Editor: Evi Sapitri

Sumber: Instagram @bpptkg Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah