Kritisi Kesejahteraan Petani, Slamet: Padahal Petani Negeri ini Merupakan Tulang Punggung Negara

23 Oktober 2020, 08:05 WIB
Seorang petani sedang mengurus sawahnya. /Humas Pemkab Sumedang

PR INDRAMAYU – Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet mengatakan, pengukuran kesejahteraan petani dapat terlihat jelas pada Nilai Tukar Petani atau yang kerap disebut NTP. 

Dia pun membandingkan NTP pada setahun sebelum dilantiknya Presiden Joko Widodo periode II dengan setahun setelahnya, terjadi penurunan yang sangat signifikan.

"Penurunan nilai tukar petani yang sangat signifikan ini menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu mensejahterakan petani indonesia," kata Slamet, seperti dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari rri.co.id, pada Jumat,23 Oktober 2020.

Baca Juga: Audisi The Next Didi Kempot Segera Digelar, Berikut Tatacara, Hari dan Tanggalnya

Politisi Fraksi PKS ini menilai, turunnya NTP secara signifikan dari sejak bulan februari hingga september 2020 adalah bukti nyata kualitas hidup petani saat ini sedang menurun. 

Dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun sebelumnya, dimana penurunan NTP terjadi secara terus menerus yang berarti kesejahteraan petani juga turun secara konstan selama tujuh bulan terakhir.

"Sangat disayangkan, padahal petani negeri ini merupakan tulang punggung negara ini pada persoalan pangan dan ekonomi kerakyatan," tuturnya.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Kabar MK Berhasil Gagalkan Omnibus Law Setelah Jokowi Dicecar, Simak Faktanya

Legislator asal Sukabumi ini menerangkan, bahwa NTP adalah sebuah konsep untuk mengukur tingkat kemampuan tukar atas barang (hasil petani) terhadap barang (dan jasa) yang dibutuhkan petani untuk proses produksi dan konsumsi bagi petani tersebut.

Menurutnya, evaluasi keberpihakan pemerintah kepada petani mesti diperbaharui sehingga ada upaya signifikan pada upaya peningkatan NTP ini.  

"Kenaikan NTP menjadi bukti kinerja pemerintah yang bekerja untuk rakyatnya yang banyak sekali dari kalangan petani. Tapi bila kenaikan NTP tidak segera kunjung terealisasi, berarti kinerja pemerintah tidak tepat sasarannya," tuturnya.

Baca Juga: Kurangi Risiko Peretasan Sandi, Central Data Technology Sediakan Passwordless dan Touchless

Slamet menambahkan, selama setahun kepemimpinan Presiden Jokowi, tingkat produktivitas petani dinilai masih rendah. Sehingga diperlukan integrasi program pemerintah  dari hulu sampai hilir dalam bidang pertanian.

Dan fakta yang hingga saat ini masih terjadi, adalah impor hasil pertanian yang berdampak langsung pada mundurnya pertanian indonesia.

"Pemerintah mesti sangat serius untuk memikirkan program yang bisa mensejahterakan petani. Perlu dikaji lebih serius terkait program subsidi pasca panen subsidi harga," ujarnya.

Baca Juga: Inovasi Terbaru Peneliti Alumni IPB, Berhasil Kembangkan Pertanian Berbasis Air Laut

"Hal ini menjadi penting, untuk mengurai persoalan pasca panen. Kerap kali terjadi, ketika setiap petani panen, harga selalu jatuh. Ini mesti ditanggulangi," jelasnya.

Slamet juga mendorong pemerintah untuk membendung kran impor dalam rangka perlindungan petani Indonesia. 

"Bila  kondisi NTP dan longgarnya impor produk pertanian peternakan tidak segera diperbaiki, maka sangat mungkin kedepan tidak hanya produk pertanian yang diimpor, tetapi petaninya," tutup Slamet.***

Editor: Evi Sapitri

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler