Ketahui 3 Tantangan Berikut Ini yang Harus Dihadapi dalam Menyikapi Penyebaran Hoaks

- 2 November 2020, 09:41 WIB
Ilustrasi hoaks
Ilustrasi hoaks /Pixabay/Viarami/

PR INDRAMAYU – Hoaks menyebar ke seluruh dunia tak terkecuali Asia Tenggara. Banyaknya hoaks tersebut menyebar melalui media sosial maupun aplikasi pengirim pesan.

Dalam situasi pandemi Covid-19, negara di Asia Tenggara harus menghadapi virus tersebut tanpa terkecuali informasi hoaks yang menyebar di sekitarnya.

“Dalam beberapa tahun belakangan ini, pemerintah-pemerintah di Asia Tenggara telah memperkenalkan beberapa cara untuk menghadapi masalah ini.

Baca Juga: Tindakan Presiden Prancis Sayat Hati Umat Islam, PKS: Jokowi Harus Memahami Suara Hati Masyarakat

“Ini termasuk memberlakukan undang-undang (UU) terbaik berita palsu dan membentuk badan-badan pengecekan fakta pemerintah,” tutur Asisten Profesor Northern State University, Nuurrianti Jalli.

Selain oleh pemerintah, lembaga pengecekan fakta independen pun bermunculan. Salah satu lembaga tersebut adalah Masyarakat Anti Fitnah Indonesia atau disingkat dengan Mafindo.

Dalam mengantisipasi hoaks tersebut, terdapat 3 tantangan yang perlu dihadapi.

Baca Juga: BMKG Beberkan Alasan Terjadinya Gempa Bandung Semalam, Singgung Garut Selatan

1. Kurangnya Sumber Daya

Banyaknya konten hoaks berbanding terbalik dengan sedikitnya jumlah pengecek fakta. Alternatifnya adalah hanya memilih konten yang tengah viral di media sosial, aplikasi pesan, atau yang diyakini merugikan publik.

“Tantangan lain yang disoroti oleh para jurnalis adalah tidak memiliki banyak waktu untuk mengecek fakta sembari berusaha menjadi yang pertama menghadirkan berita sela (breaking news),” ujar Nuurrianti Jalli dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari The Conversation.

Baca Juga: Penolakan UU Ciptaker, Dosen Universitas Paramadina Ungkap Strategi ‘Kambing Hitam’ Pemerintah

Minimnya sumber untuk membuktikan salahnya hoaks tersebut juga merisaukan para jurnalis dan para pengecek fakta, utamanya saat konten tersebut bersinggungan dengan sejarah atau motif politik setempat.

2. Beragam Bahasa

Asia Tenggara memiliki sekira 1.000 bahasa dan dialek. Hal ini memunculkan kekhawatiran tentang cara mengecek fakta dari bahasa yang kurang populer tersebut.

“Pengecek fakta juga mencatat bahwa ketidakmampuan publik untuk memahami konten dalam konteks budaya yang berbeda-beda juga menyebabkan penyebaran misinformasi,” ujar Nuurrianti Jalli.

Baca Juga: Tulus Tampil Prambanan Jazz Festival dari Rumah, sang Manajer Ungkap Kondisi Tubuhnya

Pengecekan fakta terhadap konten berbahasa berbeda berpotensi salah dimengerti kala diterjemahkan.

Menurut Meeko Angela Camba dari VERA Files (lembaga pengecekan fakta di Filipina), terdapat masalah dalam membuktikan klaim yang sebagian benar namun keliru saat konteksnya tidak lengkap.

3. Tekanan Negara

Sebagian situasi politik di Asia Tenggara membatasi kebebasan pers. Para pengecek fakta khawatir jika hasil temuannya berlawanan dengan sikap politik pemerintah.

“Contohnya, di negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand, peraturan seperti UU Pencemaran Nama Baik, UU Rahasia Negara, dan UU Lèse menjadi penghalang bagi jurnalis, terutama yang bekerja atau berafiliasi dengan badan pemerintah, untuk melakukan pengecekan fakta secara efektif karena “takut” menyinggung pemerintah,” ujar Nuurrianti.

Alhasil, para pengecek fakta pun melakukan sensor terkait beberapa jenis konten. Badan pengecek fakta independen sudah banyak di Barat, namun masih sedikit di Asia Tenggara.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Yusril Ihza Berkata Negeri Ini Diserang 5 Kekuatan Besar? Simak Faktanya

Hadirnya Mafindo di Indonesia menuai banyak kritik utamanya saat mengecek fakta terkait politik. Beberapa tindakan untuk melindungi diri pun dilakukan, salah satunya adalah merahasiakan alamat kantornya.

Tuduhan yang datang kepada Mafindo adalah sebagai pendukung atau oposisi pemerintah. Kolaborasinya dengan KPU dan Bawaslu ditengarai sebagai bentuk dukungan tersebut.

“Namun, MAFINDO mengklaim diri imparsial dan apolitis. MAFINDO mengklaim badan itu telah menangkis hoaks, bahkan konten yang disebarkan oleh badan pemerintah,” tutur Nuurrianti.***

Editor: Evi Sapitri

Sumber: The Conversation


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah