Pesan Syekh Najmuddin Kubra kepada Syarif Hidayatullah:
“Mapam kita iki ing ngahurip. sira aja angebat-tebat ing laku den teka patine. Yen ngucap kang satuhu, lan aja nyerang hukuming Widhi, iku samono kang nyata den kukuh laku iku”.
Artinya: Dalam hidup ini, janganlah kamu bertindak berlebihan, demikian hingga akhir hidup. Kalau bicara, bicaralah yang jujur dan jangan melawan hukum dari Yang Maha Esa, itulah hal yang nyata dan lakukanlah hal itu dengan teguh.
Sedangkan pesan Ibnu Atha’illah al-Iskandari al-Syadzili kepada Syarif Hidayatullah yang kembali disampaikan kepada murid-muridnya adalah sebagai berikut:
“Perkara lampah kang katiti, sira aja ngebat-tebat. Den basaja sira iku, aja langguk ing wicara, sira aja ilok anglaluwih ing padaning manusa. Iku lampah kang sampurna jati. Pan sira aja susah tatapa ing gunung utawa guane iku dadi takabur. Sira laku tapaha maring ingkang remening jalma. Lan duwea muhung. Wong kang luput den ampura. Mung semana lampah ingkang sejati”.
Artinya: Mengenai langkah yang harus dijalani, janganlah kamu berlebihan, hiduplah dengan bersahaja, jangan sombong dalam bicara dan jangan berlebihan terhadap sesama manusia. Itulah langkah sempurna yang sejati. Bertapa di gunung atau di gua itu akan menjadikanmu takabur, lakukanlah tapa di tengah ramainya manusia. Milikilah sikap luhur dan maafkan orang yang salah, hanya itulah langkah yang sejati).
Menyikapi hal itu, sejarawan yang menulis Atlas Walisongo, Agus Sunyoto menganalisa tentang pendidikan dan pengembangan keilmuan Syarif Hidayatullah di antaranya dari pesan-pesan seperti di atas.