Tak Mampu Berobat dengan Biaya Sendiri, Penderita Obesitas Minta Bantuan Lanjutan dari Pemerintah

1 Juli 2020, 12:15 WIB
Penderita obesitas Heni Jubaedah didampingi suaminya Agus Saripudin sedang menjelaskan ihwal penyakitnya dan berharap ingin mendapatkan bantuan pengobatan di rumahnya di Dusun/Desa Gudang RT 03/RW 03, Kecamatan Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat, Selasa, 30 Juni 2020.* /Pikiran-rakyat.com/Adang Jukardi /

PR INDRAMAYU - Melalui media massa, Heni Jubaedah (47) penderita obesitas memohon uluran tangan pemerintah serta para dermawan untuk menyembuhkan penyakitnya itu.

Hal ini terpaksa dilakukan Heni, lantaran kondisi keluarganya termasuk dalam golongan masyarakat yang kurang mampu.

Ditambah lagi, suaminya yang menjadi tulang punggung keluarga, Agus Saripudin (51), hanyalah seorang buruh bangunan dengan penghasilan rendah.

Baca Juga: Corona Indonesia Jajaki Posisi Puncak Asia Tenggara, Tingkatan Asia Justru Alami Penurunan Peringkat

Karena tidak punya uang, warga Dusun/Desa Gudang RT 3/RW 3, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat itu, mengaku tidak mampu membeli obat penurun lemak sesuai resep dokter.

"Harganya yang relatif mahal, saya juga tidak memiliki kartu BPJS kesehatan," keluh Heni yang membuatnya harus mengeluarkan biaya sendiri.

Dia bertutur setelah berobat, berat badannya turun 8 kilogram. “Seharusnya saya membeli obat diet (penurun berat badan) lagi sesuai resep dokter. Harganya Rp 400.000. Karena tidak punya uang sehingga obatnya tidak terbeli.

Baca Juga: Dengar Isak Tangis Orang Tua, Hotman Paris Sentil Nadiem Makarim Soal Kriteria Seleksi Usia PPDB

"Padahal, sewaktu saya meminum obat diet dari dokter, alhamdulillah berat badan saya menurun. Dari asalnya 130 kilogam, sekarang 122 kilogram,” ujar Heni Jubaedah didampingi suaminya Agus Saripudin ketika ditemui di rumahnya, Selasa, 30 Juni 2020.

Seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com dengan judul 'Usai Berat Badan Turun 8 Kg, Penderita Obesitas di Sumedang Ini Minta Bantuan Dana Berobat Lanjutan', dirinya sangat berharap bisa berobat ke RSUD Sumedang supaya bisa secepatnya sembuh.

Namun, karena tidak punya uang untuk ongkos transportasi berikut berbagai biaya akomodasinya, sehingga keinginannya itu sampai sekarang belum terwujud.

Baca Juga: Mengenal Sosok Gus Baha, Ulama Cerdas yang Dipuji Quraish Shihab hingga Ustaz Abdul Somad

“Inginnya mah berobat ke rumah sakit Sumedang (RSUD Sumedang), tapi nggak punya biaya. Apalagi saya tidak punya kartu BPJS,” tuturnya.  

Suaminya, Agus Saripudin menambahkan, setelah Heni dinyatakan menderita obesitas oleh dokter tapi tidak mampu berobat lagi karena keterbatasan dana, dirinya  sempat meminta bantuan kepada pemerintah Desa Gudang.

Bantuannya  supaya Heni bisa berobat gratis di  RSUD Sumedang. Disyukuri,  pemerintah desa membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM) sebagai  pengantar berobat ke RSUD Sumedang.

Baca Juga: Kasus Corona di AS Semakin Terpuruk, Joe Biden Anggap Trump Nyerah Hadapi Pandemi

“Akan tetapi, karena saya tidak punya uang untuk ongkos transport dan biaya lainnya, sehingga surat SKTM-nya keburu habis masa berlakunya atau sudah kadaluarsa.

"Namun, saya tetap berharap istri saya bisa berobat di RSUD Sumedang supaya bisa cepat sembuh. Kalau tidak berobat, saya khawatir berat badannya terus bertambah hingga menimbulkan penyakit lainnya,” kata Agus.

Lebih jauh Heni menjelaskan, walaupun tidak berobat lagi, kini ia berupaya menjalankan program diet sesuai anjuran dokter.

Baca Juga: Bisnis Hotel dan Restoran di Indramayu Kembali Menggeliat, Masyarakat Siap-siap Berburu Diskon

Makanan yang dianjurkan, yakni makan nasi beras merah 2 kali sehari dengan sayur-sayuran, banyak minum air putih dan banyak makan buah-buahan di sore hari.

Sedangkan makanan yang dihindari, seperti makan nasi putih, makanan berlemak dan berminyak, ikan asin, teh manis, dll.

“Sampai sekarang, saya makan nasi beras merah saja dua kali sehari. Karena saya tidak kuat berdiri terlalu lama, sehingga yang menanak nasi beras merah, anak saya yang sulung,” ucapnya.

Baca Juga: Bisnis Hotel dan Restoran di Indramayu Kembali Menggeliat, Masyarakat Siap-siap Berburu Diskon

Disyukuri, kata dia, dengan penyakitnya itu, ia tidak merasakan sakit, sesak napas atau pusing. Tekanan darah dan jantungnya pun normal.

Bahkan setelah berat badannya turun menjadi 122 kg, kini ia bisa berdiri, jongkok dan berjalan. Kecuali jika berdiri dan berjalan terlalu lama, tidak kuat dan napasnya sesak.

“Cuma keluhannya, kalau sudah jongkok mau berdiri, sulit karena seperti ada yang mengganjal di bawah perut. Kalau mau berdiri, kedua tangan harus menahan di permukaan ember besar,” ujar Heni.

Baca Juga: Penolakan TKA Tiongkok Kian Memanas, KSPI: Mengapa Tidak Mempekerjakan Tenaga Lokal Saja?

Meski Heni divonis menderita obesitas, ia tidak merasa senang mengonsumsi makanan yang berlemak, seperti bakso, es krim, jeroan daging sapi, telur, keju, dll.

Hanya saja, sebelumnya ia senang mengonsumsi gorengan, terutama gehu dan bala-bala. Selain itu juga, pola makannya tidak teratur, jarang berolah raga dan bergerak.

“Kalau makan, sesukanya saja. Rata-rata 3 kali sehari, terkadang sampai 5 kali. Mungkin juga saya karena kurang gerak atau banyak cimekblek (berdiam diri) di luar rumah. Kalau dulu ketika punya anak satu, saya bekerja di pabrik pahpir (kertas rokok) sehingga banyak bergerak,” tuturnya.

Baca Juga: UPDATE Corona Dunia Selasa, 30 Juni 2020: Totalnya 10,4 Juta Kasus, Bagaimana Kabar Vaksin?

Ia menambahkan, berat badannya mulai bertambah, sekira 7 tahun lalu ketika melahirkan anak yang ketiga. Saat itu berat badannya, sekitar 80 kg dan dianggap gemuk biasa.

Namun, dikarenakan sering diam di rumah atau tidak banyak bergerak, sehingga berat badannya terus bertambah.

“Nah, sewaktu bulan puasa kemarin, saya sakit mata, sakit pinggang, kaki kesemutan dan sering ngantuk. Ketika diperiksa ke klinik, ternyata kata dokter saya terlalu gemuk sehingga harus diberi obat penurun lemak dan diet.

"Saat itu berat badannya 130 kg. Setelah minum obat dan diet lalu kontrol lagi ke klinik, alhamdulillah turun menjadi 122 kg. Cuma sekarang obatnya habis. Mau beli lagi, enggak punya uang,” kata Heni mengeluh seraya memohon bantuan.*** (Adang Jukardi)

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler