Gus Baha: Rasulullah Menganggap Orang yang Bekerja Mencari Nafkah Telah Menjalankan Sunahnya

9 Januari 2022, 09:05 WIB
Gus Baha menjelaskan bahwa bekerja adalah ibadah. /Facebook.com / Ngaji Bareng Gus Baha.

INDRAMAYUHITS – Bekerja itu ibadah. Dan Islam memberikan apresiasi pada kesungguhan umatnya dalam bekerja untuk kebutuhan keluarganya.

Dalam Islam, bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarganya, sehingga tidak minta-minta apalagi berbuat kejahatan, maka dianggap telah menjalankan sunah Rasulullah.

Hal itu disampaikan Pengasuh Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3IA Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jateng, KH Ahmad Bahauddin Nursalim.

Baca Juga: Kenapa Mencintai Rasulullah Sampai Harus Menangis, Saat Bersholawat Misalnya? Ini Jawaban Logis Habib Umar

Gus Baha menceritakan, ada suatu peristiwa Rasulullah saat sedang mengaji bersama sahabatnya di masjid, lewatlah seorang pemuda membawa cangkul dengan santainya.

Para sahabat komplain, karena memang Rasulullah tengah mengaji, dan menganggap pemuda tersebut tidak sopan.

“Namun, ketika pemuda itu disalahkan, oleh Rasullallah justru dibela. Karena ketika ada pemuda yang bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarganya agar tidak minta-minta, menurut Rasullallah itu adalah sunahnya,” ujarnya.

Baca Juga: Erick Thohir Ajak Nadeo Argawinata Gabung Persis Solo, Ini Jawaban Kiper Bali United

Menurut Rasulullah, sunnah tidak hanya datang ke pengajian, tapi juga mengamalkan isi kajian itu sendiri.

“Bisa jadi, orang yang bekerja tersebut mengamalkan perintah Nabi berbuat baik kepada keluarga,” ujar dia dalam suatu pengajian seperti dilansir Indramayu Hits dari NU Online Jateng.

Dikatan, ini penting agar cara pandang kita kepada seseorang kepada yang lain itu positif. Karena takwa itu meninggalkan hal-hal yang dilarang.

Baca Juga: Ada Sebagian Dosa Tak Bisa Dihapus dengan Istighfar atau Sedekah, Kecuali dengan Bekerja, Ini Kata Gus Baha

Gus Baha juga menyampaikan, Allah begitu mengapresiasi orang yang bekerja. Bekerja untuk hal ini penting karena mungkin ada orang mendapatkan uang dari transaksi narkoba, mencuri, kejahatan atau menipu.

“Makanya orang yang bekerja harus diapresiasi bahwa nilai kerja itu ibadah,” sambung kiai sederhana yang ceramahnya banyak disimak di akun Youtube itu. 

Menurutnya, agama manapun setuju seseorang harus mendapatkan rezeki atau kebutuhannya lewat jalan halal semisal kerja, warisan, dan hibah.

Baca Juga: Pratama Arhan Segera Berkarir di Luar Negeri, Sang Ibunda Beri Pesan Begini

Dalam konsep Islam, ketika seseorang mendapatkan satu rezeki maka bisa dimakan untuk dua orang. Rezekinya orang dua bisa dimakan empat orang. 

“Dalam Kitab Ihya Ulumiddin dijelaskan tentang keutamaan kerja bahwa sebagian dosa, ada yang tidak bisa dihapuskan dengan istighfar, sedekah, ataupun zikir kecuali serius memikirkan dan mencari nafkah atau rezeki,” ungkap Gus Baha dilansir Indramayu Hits dari NU Online Jateng.

Jadi, lanjut Gus Baha, sudut pandang itu penting. Banyak guru-guru yang kaya, tapi untuk dirinya secukupnya saja.

Baca Juga: Gus Baha: Ada Dua Golongan yang Akan Mendapatkan Siksaan Berat di Hari Kiamat

Gus Baha juga menceritakan Nabi Daud makan dari hasil pekerjaan menjual anyaman bambu. Kalau tidak terjual maka tidak makan hari itu.

Dikatakan, sistem pekerjaan melahirkan hal positif seperti hukum sosial bertemu teman dan ketergantungan manusia pada hal halal.

Hal itu penting, karena seringkali orang dilihat dari pekerjaannya. Orang berpikir bahwa bisa hidup dengan barang halal.

Baca Juga: 10 Golongan Pelaku Maksiat Ini Akan Berubah Sangat Buruk di Padang Mahsyar saat Hari Penghisaban

“Orang tergerak untuk bekerja karena punya anak kecil, orang tua, dan istri itu sebuah hal yang disukai Allah,” sambungnya.

Bai orang yang dagang (kerja) dengan cara jujur, tutur Gus Baha, maka derajatnya bersama orang yang meninggal seperti pahlawan atau orang syahid.

Bahkan Nabi Muhammad memuji orang yang bekerja sebagai pedagang, dengan menyebut 9 dari 10 rezeki, berkahnya ada di dagang.

Baca Juga: Makna Sebenarnya Amar Maruf Nahi Mungkar Menurut Gus Mus

Sekikir-kikirnya pedagang, ia tetap harus bayar sopir yang mengangkut barang, satpam, dan uangnya berputar. 

“Jadi, cara pandang kita pada dalam beragama, jangan sampai kita melihat ibadah kepada Allah itu hanya orang yang datang ke masjid atau pengajian saja,” sambungnya seraya mengatakan, seseorang yang datang ke pabrik, ke pasar, sama dengan ke masjid yaitu sama-sama ibadah. ***

Editor: Kalil Sadewo

Sumber: NU Online Jateng

Tags

Terkini

Terpopuler