Ada Keberkahan di Balik Erupsi Gunung Berapi, Guru Besar Unpad Ungkap Hal Ini

- 14 Desember 2021, 23:26 WIB
Semeru pasca erupsi
Semeru pasca erupsi /Humas Pemprov Jatim

INDRAMAYUHITS – Indonesia adalah negara yang berada di zona cincin api bumi, seperti halnya Amerika, Rusia dan sejumlah negara lainnya.

Risiko berada di kawasan cincin api, Indonesia memiliki kerentanan terjadinya erupsi untuk gunung api. Seperti terjadi baru-baru ini, Gunung Semeru Meletus dan erupsi gunung lainnya.

Dan, Tuhan memang adil. Ibaratnya, di balik musibah atau bencana, selalu ada hikmah baiknya.

Baca Juga: Mobil Listrik Bakal Makin Ramai, Sudah Ada 15 Merek, Berapa sih Harganya?

Pun demikian dengan erupsi gunung berapi, yang sering memorak-porandakan wilayah-wilayah di sekitarnya, namun ada berkah yang akan menjadi sumber penghidupan masyarakat di masa datang.

Ap aitu? Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Dr. Mahfud Arifin, M.S, endapan material erupsi gunung api dalam jangka waktu tertentu akan mengalami pelapukan. Nah, pelapukan itu akan menghasilkan tanah subur yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.

“Mineral yang terkandung (dalam letusan gunung api) akan melapuk dan mengeluarkan berbagai nutrisi yang subur bagi kebutuhan tanaman,” ungkap Prof. Mahfud dilansir Indramayu Hits dari artikel di website resmi Unpad Bandung yang diterbitkan 14 Desember 2021.

Baca Juga: Gus Baha : Ada Satu Kalimat yang Dibenci Allah Jika Diucapkan

Prof. Mahfud mempelajari hal inii dari fenomena erupsi Gunung Krakatau pada tahun 1883 lampau. Pada 1983 atau 100 tahun pasca-erupsi Krakatau terjadi, ia dan tim ahli tanah dari Institut Pertanian Bogor melakukan studi mengenai struktur tanah di kawasan yang tertimbun material erupsi.

Hasilnya, erupsi Krakatau tersebut membentuk tanah subur setebal 25 sentimeter. Salah satu ciri dari tanah subur tersebut adalah berwarna hitam.

Warna hitam menandakan bahwa tanah mengandung nutrisi yang dilepaskan dari hasil pelapukan mineral primer. Nutrisi berupa kalsium, magnesium, natrium, hingga kalium merupakan mineral yang sangat dibutuhkan tanaman.

Baca Juga: Aktris Shin Hyun Been Positif Covid-19 Usai Kontak Dengan Pasien Covid

Hasilnya, diperoleh simpulan bahwa untuk menjadikan kawasan bekas endapan material erupsi gunung api yang subur memerlukan evolusi yang cukup lama.

Pembentukan tanah hitam nan subur di kawasan erupsi Krakatau setebal 25 sentimeter memerlukan waktu pelapukan hingga 100 tahun.

“Diperkirakan dalam waktu 100 tahun, daerah erupsi Gunung Semeru kemudian bisa menjadi daerah yang sangat subur, dengan tanah hitam yang tebal dan subur untuk tanaman pertanian,” kata Prof. Mahfud.

Baca Juga: K-Pop NCT 2021 Rilis Lagu Beautiful, Ini Lirik dan Artinya dalam Bahasa Indonesia

Kendati demikian, dalam jangka waktu yang pendek, endapan material erupsi gunung api juga bisa menjadi berkah. Endapan material tersebut kerap ditambang menjadi bahan bangunan.

Tidak heran jika gunung api secara sosiokultural sangat lekat dengan aktivitas manusia. Wilayah lereng gunung api acapkali padat dengan permukiman penduduk.

“Walaupun sering meletus, masyarakat selalu merapat karena tanahnya subur untuk pengembangan pertanian,” ucapnya.

Baca Juga: 1,5 Juta Kendaraan Listrik Sudah Mengaspal di Indonesia, Siap-siap Bakal Jadi Sektor Bisnis Potensial

Lebih lanjut ia mengungkapkan, ada fenomena menarik dari jajaran gunung api di Indonesia. Gugusan gunung api yang membujur dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga Sulawesi dan Maluku memiliki karakteristik masing-masing. Selain dapur magma yang berbeda, bahan baku dari material vulkaniknya pun berbeda.

Dikatakan, Prof Mahfud, makin ke timur, bahan baku material vulkanik makin kaya unsur nutrisinya. Hal ini menyebabkan tanah hasil endapan material vulkanik di wilayah timur jauh lebih subur dibandingkan dengan wilayah barat.

“Tanah hasil erupsi Gunung Toba, misalnya.  Itu tidak sesubur mineral hasil erupsi Gunung Merapi atau Semeru,” sambung Prof. Mahfud.

Baca Juga: Kata Syekh Ali Jaber Garam Bisa Mengusir Setan dan Jin

Secara alamiah, makin ke timur, sifat bahan vulkanik bersifat basaltik atau basa. Sementara sifat bahan vulkanik di wilayah barat bersifat andesit atau asam. Material basaltik lebih kaya unsur nutrisinya, sehingga menjadi lebih subur dibandingkan dengan material andesit.

Selain itu, faktor ketinggian lahan juga menjadi penentu kesuburan. Daerah bekas erupsi dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl lebih subur dibandingkan daerah dengan ketinggian yang lebih rendah.

Ia juga menjelaskan, wilayah dengan ketinggian di atas 1.000 mdpl mengalami proes pelapukan material vulkanik yang lambat akibat faktor temperatur yang rendah. Proses pelapukan yang lambat menjadikan warna tanah menjadi lebih hitam karena mengandung banyak nutrisi.

Baca Juga: Egy Maulana Akan Menambah Daya Gedor Skuad Garuda Saat Hadapi Vietnam dan Malaysia

Di wilayah yang sebaliknya, memiliki suhu yang tinggi sehingga proses pelapukan menjadi lebih cepat dan menghasilkan warna tanah yang lebih cokelat. Tingkat kesuburannya lebih rendah dari tanah yang berwarna hitam.

Prof. Mahfud menemukan hal itu dari karakteristik tanah di wilayah Jatinangor. Tanah di Jatinangor merupakan hasil endapan erupsi Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Tampomas yang terjadi beberapa ratus tahun lalu.

“Tapi tanah di Jatinangor cokelat tidak hitam seperti tanah di Lembang yang sama-sama hasil erupsi Gunung Tangkubanparahu. Kenapa? Karena Jatinangor ketinggiannnya rendah sehingga pelapukannya lebih cepat,” kata dia.

Baca Juga: Timnas Thailand Kunci Tiket Semi Final AFF Suzuki Cup 2020

Mengingat proses pelapukan yang lama, pemanfaatan lahan subur dari bekas erupsi harus dikelola sebaik mungkin. Jangan sampai, tanah tersebut hilang dengan cepat karena pengelolaan yang tidak baik.

Dia menjelaskan, di beberapa wilayah, tanah vulkanik berada pada lereng curam. Kondisinya mudah tererosi apabila masyarakat melakukan eksploitasi tanpa melestarikannya.

Pengolahan tanah harus disertai dengan teknik konservasi tanah dan air, antara lain pembuatan terasering, urugan, hingga pengaturan jarak tanam.

Tanah yang tidak dikelola dengan teknik konservasi akan rentan mengalami erosi. Padahal dari hasil studi di Gunung Krakatau saja, untuk mendapatkan tanah subur setebal 25 sentimeter memerlukan waktu pelapukan mencapai 100 tahun.

“Kalau kena erosi terus, dalam beberapa tahun ke depan akan cepat hilang. Makanya harus disertai teknik konservasi tanah dan air,” pungkas Prof. Mahfud. ***

Editor: Kalil Sadewo

Sumber: Unpad.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah