Jelang Diperingati, Simak Penjelasan Sejarah Lahirnya Supersemar 11 Maret 1966

- 28 Februari 2021, 21:00 WIB
Ilustrasi. Surat perintah sebelas maret (Supersemar).
Ilustrasi. Surat perintah sebelas maret (Supersemar). /Pixabay/nile

PR INDRAMAYU - Surat Perintah Sebelas Maret atau yang dikenal dengan singkatan Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.

Supersemar memerintahkan Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan guna mengatasi keamanan.

Penjelasan sejarah Supersemar dalam artikel ini adalah versi yang dikeluarkan oleh markas Besar Angkatan Darat (AD) yang tercatat dalam buku-buku sejarah.

Baca Juga: Terjaring Razia, Millen Cyrus Ditangkap Polda Metro Jaya karena Positif Konsumsi Benzo

Berdasarkan catatan sejarah, Supersemar pertama kali keluar karena adanya desakan dari para mahasiswa di Indonesia.

Mahasiswa tergabung dalam kesatuan aksi yang menyuarakan perjuangannya untuk mewujudkan tritura.

Tritura merupakan bentuk keterlibatan mahasiswa Indonesia di dalam berbangsa dan bernegara.

Baca Juga: Najwa Shihab Buka-bukaan Soal Penampilannya, Salah Satunya Bawa Catok Rambut

Para mahasiswa menyuarakan aksinya setelah peristiwa G-30 S/PKI membuat situasi politik di Indonesia memanas.

Dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari laman resmi Kabupaten Buleleng, Supersemar lahir pada tanggal 11 Maret 1966.

Pada saat itu, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang dikenal dengan nama “Kabinet 100 menteri”.

Baca Juga: Coblong Nomor Satu, Inilah 10 Kecamatan Tertinggi Covid-19 di Bandung Hari Ini 28 Februari 2021

Ketika sidang dimulai, Brigadir Jenderal Sabur selaku panglima pasukan pengawal presiden Tjakrabirawa melaporkan adanya pasukan liar atau pasukan tak dikenal berkeliaran.

Diketahui jika pasukan tersebut dinaungi langsung oleh Mayor Jendral Kemal Idris yang sedang bertugas menahan orang-orang terduga terlibat G-30 S/PKI.

Karena adanya laporan tersebut, Presiden bersama Wakil Perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter.

Baca Juga: Kode Redeem Free Fire Terbaru Hari Ini 28 Februari 2021: Segera Klaim, Hadiah Menanti

Perginya Presiden Soekarno memaksa Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena menutup jalannya sidang lalu menyusul ke Bogor.

Situasi yang mulai tidak menentu tersebut diketahui oleh Mayor Jenderal Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jenderal Ahmad Yani yang gugur pada peristiwa G-30 S/PKI.

Diketahui saat itu, Soeharto tidak menghadiri sidang kabinet Dwikora dengan alasan sakit.

Baca Juga: Mulai Rp20 Ribuan, 9 Pompa Galon Elektrik yang Dapat Mudahkan Hidupmu

Menanggapi peristiwa tersebut, Mayor Jenderal Soeharto mengutus tiga orang perwira Angkatan Darat (AD) ke Istana Bogor menemui Presiden Soekarno.

Tiga perwira tersebut antara lain adalah Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud, dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat.

Lewat utusannya, Soeharto menyampaikan amanat kepada Soekarno bahwa dirinya mampu memulihkan dan mengamankan semua ancaman yang ada jika diberi wewenang dan surat tugas.

Baca Juga: 4 Cara Ini Dapat Membuat Jantung Menjadi Lebih Sehat, Ternyata Mudah dan Praktis!

Hingga akhirnya Presiden pertama Republik Indonesia tersebut setuju dan mengeluarkan surat perintah yang dikenal dengan Supersemar.

Surat supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono.***

Editor: Irwan Suherman

Sumber: Bulelengkab


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah