September Dituding Pro Komunis, Oktober Pro Kapitalis, Mahfud MD Terheran-heran

13 Oktober 2020, 11:19 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD /Kristian Erdianto

PR INDRAMAYU - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dibuat geleng-geleng kepala, terkait tudingan kepada pemerintah dalam dua bulan terakhir.

Sebab, menurutnya, dua tudingan yang mengarah ke pemerintah saling bertolak belakang. Yakni, pertama adalah tudingan bahwa pemerintah pro dengan kebangkitan komunisme di tanah air.

Tudingan ini memang kerap muncul di bulan September, tepatnya menjelang peringatan tragedi G30S/PKI.

Baca Juga: Penuhi Sektor Tanaman Pangan, Pupuk Indonesia Siap Tambah Alokasi Subsidi Pupuk Satu Juta Ton

Kemudian, sebulan kemudian, pemerintah dituding pro dengan kapitalisme. 

Tudingan ini muncul seiring pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja oleh DPR pada Senin, 5 Oktober 2020.

“Bulan September dalam ribut-ribut Film G30S/PKI Pemerintah dituding pro komunisme. Bulan Oktober karena ribut-ribut UU Ciptaker dituduh pro kapitalisme,” kata Mahfud, dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari wartaekonomi.co.id Senin 12 Oktober 2020.

Baca Juga: Polisi Pengaman Demonstran Tolak UU Ciptaker Jalani Rapid Test, Heru Novianto: Kami Juga Ingin Sehat

Lanjutnya, ia pun mulai bertanya-tanya, teori apa yang bisa menjelaskan keadaan ini, apalagi Indonesia menganut ideologi Pancasila.

“Teori apa yang bisa menjelaskan ideologi Pancasila kita? Mungkin kita perlu mempertimbangkan teorinya Fred Riggs tentang ‘Prismatic Society’,” tuturnya.

Diketahui, Prismatic society merupakan teori tentang masyarakat transisi. Setidaknya ada tiga ciri utama dari teori ini.

Baca Juga: 5 Ide Cerdas Bisnis Online di Masa Pandemi, Salah Satunya Bisa Raup Penghasilan Rp65 Juta per Bulan

Pertama adalah heteroginitas, yakni perbedaan dan percampuran yang nyata antara sifat-sifat tradisional dan modern.

Pada masyarakat yang sedang berada dalam proses industrialisasi dan modernisasi, di mana yang lama dan yang baru berada dalam suatu campuran yang heterogen, kadang-kadang mempunyai kesan bahwa administrasi dapat dilihat sebagai hal yang terpisah.

Kedua ciri overlapping, yaitu gambaran kelaziman adanya tindakan antara berbagai struktur formal yang dideferensiasikan dan dispesialisasikan dengan berbagai struktur informal yang belum dideferensiasikan dan dispesialisasikan.

Baca Juga: 1.000 Massa Demo Bakal Turun ke Jalan Lagi Hari Ini, Kepolisian Bersiap Amankan Jalannya Unjuk Rasa

Ketiga ciri formalisme, yaitu menggambarkan adanya ketidaksesuaian dalam kadar yang cukup tinggi antara berbagai hal yang telah ditetapkan secara formal dengan praktik atau tindakan nyata di lapangan. 

Ketidaksesuaian antara norma-norma formal dengan realita.

Semakin formalistis situasi administrasi maka semakin kurang pengaruhnya terhadap perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang digariskan.

Sebaliknya, bila satu sistem sangat realistis, maka realisme tersebut dapat dicapai hanya melalui usaha yang terus-menerus untuk mempertahankan kesesuaian.***

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler