Nadiem Makarim Dinilai Tak Cocok Jadi Mendikbud, Program Merdeka Belajar Tampak Baru Sebatas Gimmick

10 Juli 2020, 07:35 WIB
Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim /

PR INDRAMAYU - Nadiem Makarim kembali menuai kritik dari praktisi dan pengamat pendidikan.

Kali ini kritik tajam disampaikan Guru Besar Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyudi Kumorotomo, yang menilai Nadiem tidak cocok menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).

Bukan tanpa alasan, penilaian ini sendiri bermula dari kecarut-marutan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang kemudian berbuntut pada persoalan pendidikan lainnya.

Baca Juga: Dilaporkan Hilang, Wali Kota Seoul Ditemukan Tewas di Gunung Bugak, Polisi Selidiki Penyebab

Wahyudi mengatakan, Nadiem tidak betul-betul menguasai peta persoalan pendidikan di Indonesia.

Ia pun menyebut founder perusahaan Decacorn pertama di Indonesia itu lebih cocok untuk menjadi salah satu dirjen dalam Kementerian Pendidikan terlebih dahulu.

Hal tersebut disampaikan Wahyudi Kumorotomo dalam diskusi zoom dan live YouTube Pustaka peda pada Selasa, 7 Juli 2020.

Baca Juga: Benarkah BTS Ambil Program S2 Demi Hindari Wajib Militer? Big Hit Entertainment Ungkap Kebenarannya

"Nadiem agaknya lebih cocok menjadi salah satu dirjen dalam Kementerian Pendidikan yang dapat membuat inovasi di bidang teknologi pendidikan," ungkapnya.

Seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com dengan judul 'Mendikbud Nadiem Makarim Dinilai Tak Kompeten, Guru Besar UGM: Cocoknya Jadi Dirjen Kemendikbud Dulu', Wahyudi beralasan terdapat konteks yang berbeda di Kemendikbud yang kini menangani semua jenjang pendidikan di Indonesia.

Selain itu, ide Nadiem yang menghendaki semua kegiatan Proses Belajar Mengajar (PBM) dilakukan secara daring tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. 

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Makam Ini Diklaim Sebagai Makam Nabi Muhammad, Tinjau Kebenarannya

"Banyak daerah yang belum mempunyai infrastruktur pendidikan yang memadai," kata Wahyudi.

"Jangan lagi internet, bahkan banyak daerah di Indonesia yang belum teraliri listrik," sambung dia.

Hal ini tentu memerlukan segregasi dan segmentasi kebijakan sesuai dengan kenyataan di setiap daerah.

 

Artinya tidak semua jenjang dan daerah dapat dilakukan PBM secara daring karena banyak materi pembelajaran yang memerlukan mentoring pengajar.

Selain itu, program Merdeka Belajar juga menurut Wahyudi tak bisa benar-benar diimplementasikan.

"Program Merdeka Belajar sejauh ini tampak baru sebatas gimmick," tegasnya.***

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler