Bahkan mereka masih memiliki ikatan kekerabatan satu sama lain, namun keempatnya kala itu memiliki perbedaan keyakinan. Pucuk Umun, Galuh Cakraningrat dan Aria Kamuning menganut agama Hindu, sedangkan Ki Gede Padara diceritakan menganut agama karuhun atau Sunda Wiwitan.
Singkat cerita, saat tua Ki Gede Padara punya keinginan untuk segera meninggalkan kehidupan dunia yang disebutnya fana, namun berharap proses kematiannya sama seperti manusia pada umumnya.
Aria Kamuning yang memimpin Kajene (Kuningan) langsung menghadap kepada Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dan menceritakan keinginan Ki Gede Padara.
Mendapat laporan seperti itu, Suann Gunung Jati langsung menemui Ki Gede Padara di Cigugur, karena tingginya keilmuan satu sama lain, membuat mereka saling menghormati dan mengagumi.
Sunan Gunung Jati merasa kagum dengan ilmu kadigjayan yang dimiliki Ki Gede Padara yang membuatnya layak menjadi penggeden.
Di hadapan Syarief Hidayatullah, Ki Gede Padara pun langsung mengutarakan keinginannya agar proses kematiannya nanti bisa diproses seperti layaknya manusia biasa.
Sretelah terdiam sesaat, Syekh Syarif Hidayatullah pun meminta agar Ki Gede Padara memenuhi syarat, yakni mengucapkan dua kalimat syahadat.
Tanpa basa-basi, Ki Gede Padara langsung mengiyakan saran Sunan Gunung Jati. Dan konon, setelah mengucapkan kalimat syahadat, Ki Gede Padara langsung sirna menghilang.
Suann Gunung Jati pun segera memanjatkan doa-doa untuk arwah Ki Gede Padara yang telah meninggal dan menghilang.