Isu Normalisasi Hubungan Israel-Indonesia Mencuat di Luar Negeri, Pakar Asing Bicara, Singgung NU-Gus Yahya

- 29 Desember 2021, 04:01 WIB
Israel menginginkan ada normalisasi hubungan dengan Inonesia, ada peran AS untuk membujuk.
Israel menginginkan ada normalisasi hubungan dengan Inonesia, ada peran AS untuk membujuk. /pexels/Karolina Grabowska

INDRAMAYUHITS – Isu normalisasi hubungan Israel dan Indonesia tiba-tiba mencuat lagi dalam sepekan terakhir ini.

Tak hanya media-media Israel, tapi juga sejumlah media Barat, termasuk yang berkantor di Amerika Serikat.

Setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengungkap peluang normalisasi hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel dan peran AS di dalamnya, seperti dalam laporan Axis 22 Desember 2022, sejumlah ahli hubungan internasional juga menyampaikan pendapatnya tentang baik buruknya hubungan normalisasi hubungan Israel dan Indonesia.

Baca Juga: Dianggap Strategis, Israel Berupaya Keras Bujuk Indonesia untuk Normalisasi Hubungan, Ada Peran AS

Pernyataan para ahli tersebut terangkum dalam laporan The Jerusalem Post tertanggal 27 Desember 2021. Laporan diawali dengan informasi tentang pernyataan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahwa dalam pertemuan dengan para pejabat di Jakarta awal bulan ini, mengangkat kemungkinan normalisasi hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel.

Menurut laporan di Axios, pemerintahan Biden sedang mencoba untuk membangun Kesepakatan Abraham era Trump dan melihat melampaui Timur Tengah ke negara terbesar yang tidak mengakui Israel.

Negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, Indonesia adalah salahsatu negara yang coba dibawa oleh pemerintahan Trump ke dalam Kesepakatan Abraham, meskipun negosiasi telah terhenti pada saat masa jabatan Trump berakhir.

Baca Juga: AS Buka Dialog Soal Nuklir dengan Iran, Israel Anggap Paman Sam Tak Tegas

Para pejabat AS dan Israel telah membahas cara-cara untuk memperluas Kesepakatan Abraham dalam beberapa bulan terakhir, dan Indonesia telah muncul dalam konteks itu, kata para pejabat Israel kepada Axios.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah mengakui bahwa masalah tersebut diangkat dalam pertemuan antara Blinken dan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.

Dalam pertemuan itu, Marsudi menyampaikan sikap konsisten Indonesia terhadap Palestina bahwa Indonesia akan terus bersama rakyat Palestina memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan.

Baca Juga: Tak Gentar Diancam Israel, Iran Tembakkan Selusin Rudal, Inggris Justru Khawatir

Pendapat Ahli Soal Normalisasi Hubungan Israel-Indonesia

Duta Besar Dennis Ross daari The Washington Institute for Near East Policy berpendapat, jika Indonesia melakukan normalisasi atau bahkan mengambil langkah normalisasi seperti membuka kantor perdagangan komersial dengan Israel, itu akan menjadi masalah besar.

Negara mayoritas Muslim terbesar di dunia yang menormalkan hubungan dengan Israel, bahkan sebagai bagian dari proses, akan menandakan rekonsiliasi yang jauh lebih luas antara Muslim dan Negara Israel.

Ini akan mencerminkan penerimaan Israel yang lebih luas di antara mereka yang secara historis telah menolaknya. Itu akan membuat isolasi Israel jauh lebih sulit.

Baca Juga: Respons Ancaman, Komandan Militer Iran Bersumpah Habisi Israel bila Berani Menyerang

Akhirnya, kata Ross, hal itu akan terlihat secara lebih umum sebagai penambahan pada Kesepakatan Abraham, mengirimkan sinyal bahwa orang Arab dan Muslim non-Arab melihat manfaat dari hubungan dengan Israel dan tidak siap untuk membiarkan oposisi Palestina menyangkal mereka apa yang ada di dalamnya kepentingan mereka.

Itu juga akan menandakan bahwa membangun Kesepakatan Abraham penting bagi pemerintahan Biden, yang mencerminkan pemahamannya bahwa kemajuan lebih lanjut akan melayani kepentingan Amerika yang lebih luas secara regional dan internasional.

“Apa yang akan Indonesia dapatkan dari Amerika Serikat untuk penjangkauan seperti itu ke Israel? Jawabannya kemungkinan besar adalah janji investasi sektor swasta dan publik yang signifikan. Tidak diragukan lagi, jika Indonesia mengambil langkah normalisasi, itu akan mencerminkan ekspektasi keuntungan ekonominya, mengirimkan pesan kepada orang lain tentang nilai ikatan semacam itu,” papar dia.

Baca Juga: Donald Trump: Yahudi di Amerika Tak Lagi Loyal pada Israel

Robert Hefner, profesor di Pardee School of Global Affairs Boston University mengatakan, pertanyaan apakah Indonesia harus menjalin hubungan diplomatik dengan Israel telah menjadi topik diskusi serius di Indonesia selama lebih dari 20 tahun.

Dikatakan, almarhum Presiden Abdurrahman Wahid, seorang intelektual dan politisi Muslim yang terkenal dari organisasi sosial Muslim terbesar di negara itu (Nahdlatul Ulama/NU, yang memiliki sekitar 90 juta pengikut), adalah orang pertama yang serius membicarakan masalah ini.

“Namun, proposal tersebut terbukti kontroversial bahkan di antara pengikut Wahid sendiri, dan dalam menghadapi tentangan yang luar biasa dari komunitas Muslim yang lebih luas, inisiatif itu dihentikan,” kata Hefner.

Baca Juga: Akui Thailand di Atas Indonesia, tapi Shin Tae-yong Mengaku Tahu Cara Mengalahkannya

Pada tahun-tahun berikutnya setelah Pemerintahan Abdurrahman Wahid, beberapa pimpinan NU terus mengunjungi atau berdialog dengan pejabat di Israel.

“Di bawah presiden saat ini, Joko Widodo, tokoh seperti Yahya Cholil Staquf, ketua umum PBNU terpilih, terus membicarakan masalah ini, baik di lingkungan presiden maupun dengan publik yang lebih luas,” lanjut dia.

Hefner mengatakan, sayap penting kepemimpinan NU ini telah memperjelas bahwa mereka ingin Indonesia memainkan peran yang lebih tegas di antara negara-negara mayoritas Muslim, dan sebagai negara berpenduduk terbesar di dunia Muslim, rasanya keterlibatan Indonesia dengan Israel dapat berdampak positif, bisa berpengaruh di seluruh Timur Tengah.

Baca Juga: KRISIS TIMUR TENGAH: Pasukan Koalisi Arab Bombardir Markas Houthi di Yaman, 223 Tewas

“Namun, inisiatif semacam itu memiliki risiko politiknya sendiri,” sambung Hefner.

Dibeberkan, sebagian besar survei menunjukkan bahwa mayoritas Muslim Indonesia menentang membangun hubungan dengan Israel, meskipun di luar komunitas Islam kecil di Indonesia, masalah ini bukan masalah utama seperti di Timur Tengah Arab.

“Kepemimpinan Indonesia tentu menyadari fakta bahwa normalisasi hubungan dengan Israel mungkin akan disambut di Washington. Tapi ini bukan perhatian utama yang mendorong diskusi. Ada perasaan di NU dan di antara kepemimpinan negara saat ini bahwa dalam hal ini dan banyak hal lainnya, sudah saatnya Indonesia menunjukkan kepemimpinan,” paparnya.

Baca Juga: KRISIS TIMUR TENGAH: Pasukan Koalisi Arab Bombardir Markas Houthi di Yaman, 223 Tewas

Murray Hiebert, Senior Associate of The Southeast Asia Program at the Center for Strategic and International Relation berpendapat bahwa Indonesia, sebagai negara terpadat keempat di dunia memiliki kebijakan luar negeri yang sangat independen yang mencari keseimbangan antara AS dan China, termasuk selama perselisihan mereka saat ini.

Dia mencatat bahwa posisi Indonesia adalah Palestina, dan bahwa banyak orang Indonesia memprotes keras pada bulan Mei selama konflik di Tepi Barat.

“Jakarta sering mengatakan tidak akan menormalkan hubungan sampai situasi Palestina diselesaikan, tetapi Indonesia masih mempertahankan hubungan informal dalam perdagangan dan diskusi antaragama,” kata Hiebert.

Jeffrey Winters, Profesor Ilmu Politik di Universitas Northwestern serta Pendiri sekaligus Ketua Dewan Pengawas Yayasan Dukungan Beasiswa dan Penelitian Indonesia mengatakan, saran Blinken kepada mitranya dari Indonesia bahwa negaranya harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk menormalkan hubungan dengan Israel telah menarik respon yang diredam di Indonesia.

Baca Juga: 2 Rudal Teror Kedubes AS, Koalisi Iran Dituding Terlibat untuk Usir Amerika dari Irak

Kekuatan Islam konservatif telah mendapatkan pengaruh dan momentum di Indonesia selama 25 tahun terakhir.

Indonesia tetap menjadi negara sekuler hanya karena kelompok dan partai Islam terfragmentasi. Jika mereka mampu bersatu, kemungkinan besar Indonesia akan menjadi negara Islam.

Winters mencatat bahwa Indonesia memiliki pemilihan yang dijadwalkan pada tahun 2024, dan itu sekali lagi terbentuk sebagai pertempuran antara nasionalis yang lebih sekuler melawan kekuatan Islam yang telah mengusulkan untuk mengganti demokrasi negara dengan kekhalifahan.

Baca Juga: Kepolisian Bergerak Cepat Tangani Kasus Pengeroyokan Wasit di Enrekang, Ketum PSSI Beri Apresiasi

Kelemahan politik dari langkah diplomatik semacam itu jelas, sementara sisi baiknya jauh lebih tidak jelas.

Perubahan kebijakan besar tentang Israel akan membutuhkan persiapan dan sosialisasi yang ekstensif di semua lapisan masyarakat Indonesia.

“Pesan dan pembingkaian kembali isu-isu yang terlibat akan memakan waktu bertahun-tahun. Tidak ada yang menyerupai percakapan nasional tentang perubahan hubungan Indonesia-Israel yang bahkan telah dimulai, apalagi matang,” kata dia. ***

Editor: Kalil Sadewo

Sumber: Jerusalem Post


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah