Prancis Kembali Panas, Kali Ini Soal Tindakan Kriminalitas Jika Memotret Polisi yang Sedang Bertugas

23 November 2020, 21:07 WIB
ilustrasi bendera Prancis. /Pixabay

PR INDRAMAYU - Negara Prancis kembali bergejolak hingga membuat ribuan orang di berbagai kota Prancis turun ke jalan.

Kali ini protes dilayangkan masyarakat negara itu untuk menentang rancangan undang-undang (RUU) baru yang sedang dibuat pemerintah.

Salah satu poin yang diprotes yakni aturan aturan yang menyatakan bahwa masyarakat akan dianggap melakukan tindakan kriminalitas jika memotret sosok anggota polisi yang sedang bertugas.

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Pemerintah Berikan Bantuan Rp100 Ribu untuk Pelanggan Telkomsel? Simak Faktanya

Aturan tersebut juga menganggap masyarakat melakukan tindakan kejahatan jika mengedarkan foto petugas tersebut secara luas di sosial media.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com dari Al-Jazeera dengan judul 'Prancis Kembali Membara, Kali Ini Soal Gambar Polisi', RUU ini diajukan Parlemen melalui Partai La Republique En Marche yang dipimpin oleh Presiden Emmanuel Macron.

Aturan menjelaskan bahwa siapapun tidak boleh membagikan foto anggota polisi karena akan merusak integritas fisik atau psikologis petugas tersebut.

Baca Juga: Ika Darma Ayu Universitas Islam Negeri Unggah ‘Pray For Tukdana’, Apa yang Terjadi?

Jika ada masyarakat yang berani melanggar, maka pemerintah siap memberikan hukuman hingga penjara satu tahun atau denda maksimal 45 ribu Euro (setara dengan Rp 756 Juta).

Langkah-langkah lain yang diusulkan termasuk mengizinkan polisi menggunakan drone yang dilengkapi kamera dan akses yang lebih mudah ke rekaman CCTV.

RUU tersebut lulus pembacaan pertamanya pada hari Jumat dan akan ada pembacaan kedua pada hari Selasa.

Baca Juga: Update Corona Indramayu Senin, 23 November 2020: Lonjakan Terjadi Cukup Tinggi dari Kalangan IRT

Perdana Menteri Jean Castex mengatakan ini akan "menghilangkan semua ambiguitas tentang niat untuk menjamin penghormatan terhadap kebebasan publik sekaligus melindungi mereka, polisi dan polisi, yang menjamin perlindungan penduduk".

Serikat wartawan mengatakan hal itu dapat memberi lampu hijau kepada polisi untuk mencegah mereka melakukan pekerjaan mereka dan berpotensi mendokumentasikan pelanggaran oleh pasukan keamanan.

Masyarakat pun langsung turun ke jalan tidak terima dengan adanya aturan tersebut.

Baca Juga: Tidak Melulu Enak, Menpan Tjahjo Kumolo Ungkap 4 Tantangan Besar yang Dihadapi ASN

Mereka menyatakan bahwa tindakan tersebut akan melanggar kebebasan jurnalis untuk melaporkan suatu berita.

Di Trocadero Square Paris barat, aktivis hak asasi, serikat pekerja, dan jurnalis pada hari Sabtu meneriakkan "Semua orang ingin merekam polisi!" dan "Kebebasan!", saat polisi yang mengenakan perlengkapan anti huru hara berdiri di dekatnya.

Di kota utara Lille, sekitar 1.000 demonstran muncul, salah satunya membawa tanda berbahasa Inggris yang bertuliskan "Orwell benar" dalam referensi ke novel dystopia, 1984.

Baca Juga: Presiden Jokowi Minta Pengurangan Libur dan Cuti Bersama Akhir Tahun Hingga Singgung Pilkada

Yang lainnya berbaris di kota Rennes Brittany dan di Montpellier di pantai Mediterania, di mana beberapa orang meneriakkan: "Turunkan tanganmu dan kami akan meletakkan telepon kami."

Seorang pakar hukum publik dari Universitas Paris Nanterre menyatakan bahwa aturan tersebut merupakan pelanggaran kebebasan berekspresi yang serius.

"Akan ada keengganan yang besar (bagi publik dan jurnalis) untuk menyebarkan gambar atau bahkan membuat film," jelasnya ketika dimintai keterangan.*** (Alza Ahdira/Pikiran Rakyat)

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler