Sedangan filosofis menggunakan danyuh yang terslutuh api memiliki makna layaknya amarah manusia yang membara namun mati dengan cepatnya.
“Mengapa senjata Ngamuk-amukan harus pakai danyuh karena banyak leluhur kami dahulu memaknai supaya pembawaan amarah manusia semestinya seperti danyuh yang dibakar," ucap salah satu penduduk Desa Padang Bulia.
Baca Juga: Jokowi Ajak Masyarakat Cintai Produk Lokal: Jangan Sampai Lokasi Strategis Diisi Brand Luar Negeri
Apinya jadi membesar, lalu mati dalam waktu relatif cepat. Itu bermakna supaya manusia tidak menaruh amarah dendam yang lama, seperti danyuh yang dibakar itu," tambahnya dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari Bulelengkab.
Ngamuk-ngamukan dilakukan oleh anak muda, terutama laki-laki di Desa Padang Bulia.
Sebelum Ngamuk-amukan mulai, diyakinkan terlebih dulu kalau yang melaksanakan perang api dengan memanfaatkan danyuh ini ialah tidak ada sentimen pribadi.
Baca Juga: Kabar Gembira! Pemerintah Indonesia Akan Berikan Bantuan Khusus Calon Pengantin Senilai Rp3,5 Juta
Hal ini dilakukan untuk meminimalkan bentrok secara langsung.
Penduduk yang melakukan Ngamuk-ngamukan sudah mengetahui 'musuh'nya dalam tradisi tersebut.
Sehingga setelah aba-aba pertandingan tradisi ini berlangsung secara spontan.