Mau Kurban? Cek Fatwa MUI Berikut Ini, Supaya Tidak Salah Pilih Hewan Kurban

11 Juni 2022, 20:56 WIB
Ilustrasi hewan qurban, sapi dan domba /Pixabay/Mabel amber

INDRAMAYUHITS - Kemunculan wabah penyakit mulut dan kuku  (PMK), yang mulai meluas di beberapa daerah menjadi perhatian Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pasalnya umat islam sebentar lagi akan dihadapkan pada momentum Hari Raya Idul Adha 1443 H yang pada umumnya sangat kental dengan penyembelihan hewan kurban.

Merespon keadaan tersebut MUI memutuskan menerbitkan sebuah Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Kurban di tengah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni'am Soleh, mengatakan dalam fatwa tersebut, sebagian hewan kurban dengan penyakit PMK dibolehkan atau dinyatakan sah dijadikan sebagai hewan kurban, dengan syarat hewan tersebut masih dalam tahap gejala ringan.

Baca Juga: Mulai 2035,Uni Eropa Larang Mobil Berbahan Bakar Bensin dan Diesel

"Ini penting menurut hemat saya untuk dijadikan panduan dan juga pedoman bagi masyarakat, termasuk juga pekurban, tenaga kesehatan. Tidak semua jenis hewan yang terkena PMK itu tidak serta-merta tidak memenuhi syarat," kata Ni'am, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, dikutip dari Antara.

Isi dari Fatwa tersebut merinci tentang hewan yang jerjangkit PMK dan bregejala ringan dan memiliki ciri-ciri, lesu, tidak nafsu makan, lepuh pada sekitar kuku dan dalam mulut, namun tidak sampai menyebabkan pincang.

Tidak sampai menyebabkan berkurangnya berat badan hewan secara signifikan,  serta demam dan tidfak menjadi faktor utama.

Baca Juga: Inter Milan Patok Harga Bek Tengah Skriniar 70 juta euro, Tawaran PSG Ditolak

Sedangkan untuk hewan yang dilarang digunakan untuk berkurban adalah hewan yang bergejala berat.

Diantara lain tanda-tanda hewan yang memiliki gejala berat adalah tidak bisa berjalan atau berjalan dengan kondisi pincang dikarenakan kuku melepuh  bahkan terlepas.

Namun, ada pengecualian tatkala hewan kurban bergejala berat dinyatakan sembuh pada masa waktu berkurban atau hari tasyrik, yaitu tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah sebelum azan Maghrib berkumandang, maka hewan tersebut sah untuk disembelih.

Tapi, jika dinyatakan sembuh melewati hari tasyrik, MUI memutuskan penyembelihan hewan tersebut dianggap sebagai sedekah.

Baca Juga: REKOR BARU! Film Korea The Outlaws Tembus 10 Juta Penonton Hanya dalam Sebulan Rilis

Ni'am menjelaskan jika pertimbangan dan aturan tersebut didasarkan pada syarat kurban dan rukun kurban dan salah satunya adalah hewan tidak dalam kondisi tidak cacat.

Namun ada ketentuan kurban menurut ketentuan syar'i yang secara terperinci menjelaskan tentang hewan apa saja dan gejalanya yang pas untuk dijadikan hewan kurban.

“Tidak semua jenis sakit itu tidak boleh, dan tidak semua jenis cacat juga tidak boleh. Disebutkan bahwa kondisi sakit yang ringan dan kondisi cacat yang ringan itu bisa memenuhi keabsahan dengan syarat tidak mempengaruhi tampilan fisik dan atau kualitas daging hewan kurban tersebut,” ujar Ni’am.***

 

 

Editor: Ahmad Asari

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler