PR INDRAMAYU – Sudah bukan hal asing lagi, jika setiap tanggal 21 April, Indonesia selalu memperingati perayaan Hari Kartini.
Hari Kartini selalu identik dengan perjuangan seorang wanita bernama R.A Kartini untuk mengangkat derajat wanita.
Biasanya setiap Hari Kartini diperingati, anak-anak sekolah atau para Aparatur Sipil Negara (ASN) akan diminta untuk menggunakan pakain adat perempuan.
Baca Juga: Diserbu Pecintanya di Jepang, Film Detektive Conan: The Scarlet Bullet Raup Laba Melimpah
Hal ini dilakukan untuk memperingati bagaimana perjuangan R.A Kartini dalam upayanya melakukan emansipasi wanita.
Dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari PMJ News, di dalam Surat Nomor 108 Tahun 1964 yang ditandatangani oleh Soekarno pada 2 Mei 1964 secara resmi ditetapkan jika 21 April sebagai perayaan Hari Kartini sebagai hari Besar Nasional.
Dalam surat tersebut juga menetapkan R.A Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Baca Juga: Prediksi Barcelona vs Getafe di Liga Spanyol, Ansu Fati Absen karena Cedera Lutut
Hari Kartini dipilih berdasarkan tanggal lahir R.A Kartini yakni pada 21 April 1879.
Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah dan besar dari keluarga bangsawan Jawa.
Ayahnya adalah seorang Bupati Jepara bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan ibunya yakni M.A Ngasirah yang juga merupakan anak dari ulama besar besar Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono.
Baca Juga: Prediksi Tottenham Hotspur vs Southampton di Liga Inggris, Laga Perdana Tanpa Jose Mourinho
Awal mula perjuangan Kartini membela derajat wanita dilakukan melalui surat-surat yang berisikan tentang perempuan.
Selain menulis surat, Ibu kita Kartini juga menulis ide tulisannya yang dikirimkan ke surat kabar De Hollandsche Lelie.
Dalam mencari ide tulisan, terkadang Kartini mengutip karangan-karangan dari buku, koran, ataupun majalah Eropa.
Baca Juga: Ed Woodward Angkat Kaki dari Kepengurusan Manchester United, Terkait Liga Super Eropa?
Sejak itulah Kartini tertarik dengan kemajuan berpikir yang dimiliki oleh perempuan-perempuan Eropa.
Karena ketertarikan tersebut, lalu dia juga ingin memajukan perempuan pribumi yang sering kali dianggap rendah status sosialnya.
Sehingga perempuan lebih memperoleh kebebasan, otonomi serta persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Setelah menikah dengan Bupati Rembang K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, barulah Kartini mulai merealisasikan keinginannya.
Dia mendirikan sekolah wanita pertamanya yang berlokasi di sebelah timur pintu gerbang Kantor Bupati Rembang yang kini menjadi Gedung Pramuka.
Lalu Kartini juga mendirikan sekolah-sekolah lain di bawah Yayasan Sekolah Kartini. Sekolah wanita didirikan di Semarang tahun 1912.
Setelah Semarang, beberapa kota lain di Pulau Jawa mulai dari Cirebon, Yogyakarta, Surabaya, Madiun, hingga Malang juga memiliki sekolah wanita.
Saat ini, sebagai bentuk penghormatan kepada Kartini, dibangunlah sebuah pendopo yang terletak di makamnya di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.***