PR INDRAMAYU – Salah satu hal yang dapat memeriahkan HUT RI ke-76 yakni melalui puisi yang dapat disampaikan masyarakat Indonesia.
Melalui puisi, masyarakat Indonesia dapat mengingat para pahlawan sekaligus memeriahkan HUT RI ke-76.
Selain itu, puisi juga menjadi cara yang unik selain mengunggah ucapan dan twibbon untuk merayakan HUT RI ke-76 bagi rakyat Indonesia.
Baca Juga: Apakah What If Berhubungan dengan Film MCU? Ini Jawaban Sutradara Serial Marvel
Berbagai puisi tersedia dari ciptaan berbagai latar belakang orang.
Berikut beberapa puisi yang dapat membangkitkan nasionalisme ketika HUT RI ke-76.
Artikel ini telah tayang di PikiranRakyat-Bogor.com dengan judul “4 Puisi Cocok Dibaca di Hari Kemerdekaan Indonesia 2021: Merah Darahku, Putih Tulangku!.
Baca Juga: Prediksi AS Monaco vs Nantes di Ligue 1, Cesc Fabregas Andalan Lini Tengah Si Merah dan Putih
Berikut 4 puisi tema kemerdekaan Indonesia, yang dikutip PikiranRakyat-Bogor.com dari berbagai sumber.
Puisi Mahardika
oleh: Norman Adi Satria
Mbah
Sewaktu rambutmu sewarna jelaga
Kau bersorak merdeka
Mbah
Ketika rambutmu sewarna putik jambu
Kau bilang kita masih terbelenggu
Baca Juga: Jadwal Vaksinasi Covid-19 Kabupaten Bogor dengan Jenis Vaksin AstraZeneca, Catat Lokasi dan Waktunya
Mbah
Lalu apa itu merdeka?
Haruskah ada Proklamasi lagi
Sedang Soekarno telah mati
Baca Juga: Spoiler What If…?: Steve Rogers Tak Akan Jadi Captain America
Mbah
Sebelum wafatmu kau bicara
Mahardika itu kudu berilmu
Berbudi pekerti luhur
Bukan cuma soal bebas dari Jepang atau Belanda
Tapi menang dari pembodohan
Yang mungkin datang dari bangsa sendiri
Baca Juga: Keutamaan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H, Lengkap Beserta Amalan yang Bisa Dikerjakan
Lalu aku duduk termangu
Mengenang para leluhur Nusantara
Sanjaya dan Purnawarman
Leluhur kebudayaan tanah dan kebudayaan air
Baca Juga: Prediksi Gamba Osaka vs Yokohama F. Marinos di J1 League, Lengkap dengan Perkiraan Skor Akhir
Merah Darahku, Putih Tulangku!
oleh: Norman Adi Satria
“Merah darahku, putih tulangku!”
Mari sejenak kita renungi lagi sebaris ungkapan itu
apakah sekedar permainan kata
yang bila meminjam istilah Jawa:
sekedar “nggatuk-nggatukke” saja
agar senada dengan warna Sang Bendera;
atau ada sebuah filosofi yang secara sadar maupun tidak sadar
menjadikan kita bangsa yang paling toleran terhadap sesama?
Baca Juga: Prediksi Gamba Osaka vs Yokohama F. Marinos di J1 League, Lengkap dengan Perkiraan Skor Akhir
Merah darahku!
Bukan biru!
Karena keningratan memang selayaknya tak dimaknai secara dangkal
sebagai sebuah kebetulan terlahir dari rahim istri atau gundik tuan terhormat
namun sebuah kehormatan yang dianugerahkan atas apa yang kita perbuat.
Baca Juga: Jadwal Vaksin Covid-19 Kabupaten Bogor Terbaru, Melayani Vaksinasi untuk Masyarakat Umum
Tak melakukan apa-apa bagi bangsa dan negara
hendak dicatat apa kau sebagai siapa?
Tak laku lagi Adigang itu:
aku anak cucu itu, maka kau harus anu.
Baca Juga: Prediksi Sporting Lisbon vs Vizela di Liga Portugal 2021-22, Lengkap dengan Perkiraan Skor Akhir
Putih tulangku!
Bukan kulitku!
Karena bicara Indonesia, warna kulit tak semestinya jadi problema
Mau kulitmu hitam aspal, cokelat silverqueen, kuning berkarat
atau putih-putih melati alibaba, merah-merah delima pinokio
kita semua sudara, manunggal dalam penyusuan Sang Ibu.
Mengapa kini kau ributi berapa centi lebar kelopak mata:
sipit sedikit kau laknati Cina?
“Merah darahku, putih tulangku!”
Teriakkan itu, rasakan kibarnya di sekujur raga jiwamu.
Puisi Kemerdekaan: Di bawah Kibaran Merah Putih
Aku tersimpuh
oleh: M. Taufiq Affandi
Di bawah kibaran merah putih
bayangnya berdansa dengan pasir yang kupijak
melekuk, meliuk, menggelora
Baca Juga: 14 Link Bingkai Foto Twibbon Tahun Baru Islam 1443 Hijriah, Meriahkan 1 Muharram dengan Foto Terbaik
Aku tersimpuh
di bawah naungan merah putih
yang enggan turun, enggan layu
setelah lama badai menghujamnya
Mencari pijakan, aku harus bangkit
menepis debu yang menggelayutiku
menebalkan lagi tapak kakiku
ini waktuku berdiri!
Tak lagi aku lengah, takkan
ini tanah bukan tanah tanpa darah
ia terhampar bukan tanpa tangis
terserak cecer tiap partikel mesiu di sana
Jika pada patahan waktu yang lalu
aku bersembunyi, berkarung
pada lipatan detik ini, aku bukanlah kemarin
aku adalah detik ini, aku akan menjadi esok
Aku terhuyung
memegang erat tiang merah putih
aku memanjat asa, memupuk tekad
Indonesia, pegang genggam beraniku!
Genggam… genggam erat
akan kusongsong duri, kutapak tebing
perjuangan ini belum pudar
aku akan mengawalmu, merah putihku!
Bambu Runcing
Di ujung bambu tajam menyikat
Mengoyak musuh hingga ampun
Di bilah tajam sakit mencekat
Siap siaga menelan musuh
Ujung bambu jadi saksi
Hitam rasa menyakit
Mengusir iblis dengan nyawa
Tanpa takut tanpa gentar
Rasa cinta tanah air
Menyatu di darah merah
Mengakar di tulang putih
Menguasai nafas
Mereka berjuang hingga raib
Bercerai dengan raga
Untuk bumi garuda
Untuk indonesia raya
Mereka mati dengan hormat
Memperjuangkan secerut kebebasan
Yang terenggut durjana
Untuk satu kemerdekaan.*** (Nurul Fitriana/PR Bogor)