Media Sosial akan Dipantau Polisi Virtual, Pakar Litersi Digital: Harus Netral dan Objektif

28 Februari 2021, 14:50 WIB
Ilustrasi - Polisi virtual mengawasi keamanan dan ketertiban dunia digital. /Pixabay/Jae Rue/

PR INDRAMAYU – Seiring maraknya berita-berita hoaks yang beredar di media sosial, Polisi Rakyat Indonesia (Polri) akan mengaktifkan Polisi Virtual sebagai pencegahan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.

Dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari Antara, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Raden Prabowo Argo Yuwono mengaku bahwa Polisi Virtual bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar tdak menyebar konten yang berpotensi melanggar hukum.

“Melalui virtual police, kepolisian memberikan edukasi dan pemberitahuan bahwa apa yang ditulis ada pelanggaran pidana, mohon jangan ditulis kembali dan dihapus,” ucap Raden Prabowo Argo Yuwono.

Menanggapi kemunculan Polisi Virtual ini, para pakar Literasi Digital dari perguruan tinggi kemudian memberikan pandangannya dan bagaimana nanti harusnya polisi menerapkannya di tengah masyarakat.

Dr. Novi Kurnia yang merupakan salah satu Pakar Literasi Digital dari Universitas Gadjah Mada memandang Polisi Virtual merupakan suatu hal yang baik dari upaya kepolisian Indonesia.

Disamping itu Novi juga berharap adanya kepastian mengenai netralitas dari pihak polisi virtual dalam memoderasi konten-konten yang menyebarkan informasi negatif di dunia maya.

“Virtual police sebagai sebuah aksi memoderasi ini bagus. Namun, ada catatan-catatan yang harus dipertimbangkan seperti posisi untuk bisa menjaga netralisasi, objektivitas, dan keadilan. Jangan terus interventif,” ungkap Novi dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari Antara.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa harusnya kehadiran Polisi Virtual tetap memperhatikan aspek-aspek berupa porses, transparansi, perlindungan data diri dan hak pengguna digital.

Novi mengaku belum mengetahu bagaimana cara kerja Polisi Virtual dalam menjalankan pengawasan konten di dunia maya.

Pada umumnya jika berkaitan dengan pengawasan konten, tentunya diharapkan adanya sikap netral dan berpihak pada kepentingan umum, dan bukan malah mengutamakan kepentingan kelompok besar maupun pemerintah.

Pentinya transparansi pihak Polisi Virtual menurut Novi perlu dilakukan, yakni dengan cara melakukan sosialisasi dan mengedukasi pengguna media sosial tentang jenis konten yang bagaimana dan seperti apa yang dianggap sebagai konten negatif atau mengarah pada tindakan pidana.

“Pengguna media wajib diberitahu konten seperti apa yang dianggap negatif,” ucap Novi.

Hal yang lebih penting lagi yang harus diperhatikan bersama adalah mengenai hak pengguna digital selaku masyarakat Indonesia yang memiliki hak keamanan data pribadi, jaminan perlindungan, hingga mitigasi terhadap kebocoran data pribadi para pengguna digital.

Hak lainnya tentu berhubungan dengan hak selaku masyarakat Indonesia di dunia maya, dimana mereka masih memiliki hak berdemokrasi dalam menyampaikan pendapatnya dan aspirasinya, baik kepada orang lain, kepolisian, maupun kepada pemerintah.

Demikian pula Novi berharap adanya Polisi Virtual ini tidak lantas mengekang masyarakat dalam menyampaikan pendapatanya di media sosial.

“Modelnya ini kan sistem peringatan, apakah dalam prosesnya mendapatkan hak baik sebelum dan sesudah dimonitor,” ucap Novi.

Kolaborasi dalam melakukan moderasi konten di media sosial juga menjadi hal yang tidak kalah pentingnya sebagai bagian dari upaya yang harus dilakukan bersama sebagai bagian peningkatan kompetensi literasi digital bagi masyarakat Indonesia.***

 

Editor: Thytha Surya Swastika

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler