Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), social engineering (rekayasa social) adalah berupa penggunaan sarana penipuan untuk mendapatkan akses terhadap sistem komputer yang dilindungi oleh kata kunci atau identitas pengguna.
Dalam hal ini pelaku penipuan menunggu korban lengah dan bisa mendapatkan data pribadinya. Berikutnya, data itu bisa dipergunakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi mengatasnamakan peserta tantangan dalam hal ini korban.
Pada kasus Instagram, lanjut dia, social engineering dilakukan secara tidak sengaja memberikan tantangan tidak serius seperti nama panggilan, nama kucing, dan sebagainya. Jika terus berlanjut sangat mungkin memberikan peluang penipuan.
“Misalnya, menggunakan nama kecil panggilan untuk berpura-pura menjadi teman lama lalu melakukan penipuan,” sambung dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi FT UGM itu.
Dikatakan, risiko pencurian data pribadi seperti itu bisa juga mengancam pengguna media sosial yang memajang data pribadi.
Setiap informasi yang dibagikan di media sosial berisiko dimanfaatkan orang lain untuk tindak kejahatan. Karena itu, sebagaimana imbauan Kominfo, masyarakat sebaiknya tidak mudah tergiur tren karena berpotensi tindakan pemanfaatan data pribadi secara tidak bertanggung jawab.
“Jangan menyebar atau memberikan data pribadi kepada siapa pun. Bila ada telepon yang mencurigakan, tutup dan blokir nomornya. Lalu, simpan data pribadi dengan baik,” ujarnya. ***