Badan Pengawas Obat-obatan Eropa Buka Suara Soal Manfaat Vaksin Covid-19 AstraZeneca

- 16 Maret 2021, 13:58 WIB
Ilustrasi.  Badan pengawas obat-obatan Eropa menyebut manfaat vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih besar daripada risikonya.
Ilustrasi. Badan pengawas obat-obatan Eropa menyebut manfaat vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih besar daripada risikonya. /Pixabay/HakanGERMAN

PR INDRAMAYU – European Medicine Agency (EMA) atau badan pengawas obat-obatan Eropa bergerak untuk menahan kekahawatiran beberapa negara tentang vaksin Covid-19 AstraZeneca dengan mengatakan manfaat bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih besar daripada risikonya.

Baru-baru ini, sejumlah negara melaporkan adanya kasus pembekuan darah yang terjadi pada masyarakat yang telah menerima suntikan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca.

Akibatnya, beberapa negara ramai menghentikan penggunakan vaksin Covid-19 AstraZeneca tersebut.

Baca Juga: Pengguna Jalan Wajib Dahulukan 6 Jenis Kendaraan Ini yang Boleh Dikawal Kepolisian

Negara-negara seperti Jerman, Prancis, Italia, dan Spanyol untuk sementara menghentikan vaksinasi Covid-19 setelah adanya laporan insiden pendarahan, pembekuan darah, dan jumlah trombosit darah yang rendah pada beberapa orang yang menerima suntikan AstraZeneca.

Menanggapi hal ini, EMA mengatakan jumlah kasus pembekuan darah pada orang yang disuntik vaksin tidak lebih tinggi dari jumlah pada orang secara umum.

“Ribuan orang mengalami pembekuan darah setiap tahun di UE karena alasan yang berbeda, dan jumlah insiden pada orang yang divaksinasi tampaknya tidak lebih tinggi daripada yang terlihat pada populasi umum,” kata EMA, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari The Guardian.

Baca Juga: Soal Penyelenggaraaan Haji Jemaah Indonesia 2021, Gus Yaqut Optimistis: Lebih Positif Dibanding Tahun Lalu

Di tengah kekhawatiran berbagai negara yang menyebabkan orang-orang menolak untuk mendapatkan vaksin Covid-19 AstraZeneca, juru bicara resmi Boris Johnson mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa pembekuan darah terjadi setelah vaksinasi.

Terkait hal ini, sejumlah negara yang menangguhkan vaksin buatan AstraZeneca masih menunggu hasil pemeriksaan dan menunggu keputusan EMA yang akan menggelar rapat pada kamis besok.

Sebelumnya terdapat sejumlah kasus di Eropa terkait penggumpalan darah setelah vaksinasi Covid-19 AstraZeneca dilakukan.

Baca Juga: Trailer The Falcon and the Winter Soldier Dirilis, Perlihatkan Sam Melempar Shield Captain America

Belanda mengklarifikasi bahwa mereka telah mencatat 10 kasus efek samping merugikan dari vaksin Covid-19 AstraZeneca, sedangkan Denmark mengatakan gejala yang sangat tidak biasa terjadi pada penerima vaksin Covid-19 wanita berusia 60 tahun yang meninggal karena pembekuan darah.

Menurut laporan, wanita itu memiliki jumlah trombosit dan pembekuan darah yang rendah di pembuluh kecil dan besar, serta mengalami pendarahan.

Dua petugas kesehatan di Norwegia juga dilaporkan meninggal dunia karena pendarahan otak.

Baca Juga: Inilah 10 Manfaat Pisang Merah yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Mengurangi Kadar Kolesterol

Badan obat-obatan Nasional mengatakan bahwa mereka tidak dapat mengkonfirmasi penyebab pastinya atau ada hubungannya dengan vaksin Covid-19 AstraZeneca. 

Selain itu Austria juga telah berhenti menggunakan vaksin AstraZeneca pada 8 Maret setelah perawat berusia 49 tahun meninggal karena gangguan pendarahan parah.

Di wilayah Utara Italia, Jaksa penuntut Piedmont pada hari Senin menyita sejumlah 393.600 dosis vaksin AstraZeneca setelah seorang guru musik berusia 57 tahun jatuh sakit dan meninggal setelah di vaksin.

Baca Juga: Sinopsis Empire State, Film Kisah Nyata yang Akan Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini

Seorang juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Christian Lindmeier mengatakan bahwa, hingga hari ini tidak ada bukti bahwa insiden tersebut disebabkan oleh vaksin Covid-19 AstraZeneca.

“Hingga hari ini, tidak ada bukti bahwa insiden tersebut disebabkan oleh vaksin, dan penting agar kampanye vaksinasi terus berlanjut sehingga kami dapat menyelamatkan nyawa dan membendung penyakit parah dari virus tersebut,” kata Lindmeier.***

Editor: Irwan Suherman

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah