Selain itu kabar yang tergolong psedosains cenderung dibesar-besarkan tanpa melalui pengujian, memanfaatkan ketidaktahuan pihak tertentu, serta mengabaikan bukti yang bertentangan.
6 cara mengenali pseudosains tersebut diungkap akademisi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (Unika Atma Jaya), Robert Shen dan Veronika Maria Sidharta.
Dikutip PikiranRakyat-Indramayu.com dari laman The Conversation, akademisi itu menyatakan seharusnya sesuatu disebut bisa sains (bukan pseudosains) jiak telah diuji.
Baca Juga: Gantikan Aiu Ratna Jadi Vokalis Cokelat, Respons Astrid: Aku Salah Satu Fans Band Ini
“Sebuah hasil penelitian yang saintifik, terpercaya dan jelas signifikansinya wajib dapat diulangi percobaannya oleh semua peneliti lainnya dengan hasil akhir yang terbukti sama,” tutur Robert Shen dan Veronika Maria.
Terkadang pseudosains pun mengabaikan bukti yang bertentangan, contohnya adalah kabar penemuan kalung yang bisa menciptakan antibodi Covid-19.
Kabar itu bisa segera dibantah mengingat antibodi hanya bisa dibentuk oleh sistem imun melalui 2 cara yakni infeksi atau vaksinasi.
Baca Juga: Data 500 Juta Pengguna Facebook Diduga Bocor, Ini Kata Perusahaan Milik Mark Zuckerberg
Ahli disinformasi Harvard University, Claire Wardle, angkat bicara tentang cara melawan penyebaran kabar palsu, hoaks, disinformasi, atau pseudosains di internet.