Network
INDRAMAYUHITS - Kenikmatan yang telah Allah berikan kepada hambaNya sangat banyak sekali, dan tidak akan ada yang bisa menghitung kenikmatan Allah, baik nikmat lahir atau nikmat bathin.
Sebagai hamba Allah harus selalu bersyukur dalam keadaan apapun, jangan sampai kufur nikmat.
Indramayu Hits mengutip dari jatman.or.id pada Senin 8 Februari 2022 bahwa syukur adalah sifat yang diatur berdasarkan pengetahuan, kondisi dan perbuatan. Dari pengetahuan hamba dapat mengetahui pahala syukur, dari kondisi hamba dapat mengetahui berkahnya syukur dan dari perbuatan hamba dapat menjalani rasa syukur, baik itu adalah perkara yang disukai ataupun yang tidak disukai. Syukur berasal dari hati, ucapan dan diimplementasikan melalui tingkah laku. Jadi, tidak bisa disebut syukur jika hanya diucapkan melalui lisan semata.
Baca Juga: Hawa Nafsu Selalu Menyelimuti, Inilah Cara Menghindarinya
Hamba yang bersyukur dengan nikmat yang diterima akan memanfaatkan apa yang telah ia peroleh dengan berbagi, bukan hanya untuk dirinya sendiri sebagai wujud cinta kepada Tuhannya. Tetapi jika ia tidak bersyukur dengan nikmat tersebut, maka dia mengingkarinya, seolah-olah dia mengabaikan dan menunda untuk berbagi dengan orang lain. Jika hal ini yang dilakukan, maka nikmat itu sia-sia, dan segala sesuatu yang diciptakan di dunia ini akan sia-sia baginya. Seolah hanya mesin untuk mencapai kebahagiaannya.
Selain itu, syukur juga dilandasai oleh dua hal, yakni berpedoman pada dalil serta intuisi. Melalui dalil, hamba mengetahui bahwa syukur adalah bentuk ibadah kepada Allah Swt. sedangkan melalui intuisi, syukur dapat menjadi wasilah memperoleh hikmah dari apa yang diciptakan oleh Allah Swt. Seperti hikmah diciptakannya matahari sebagai simbol pergantian siang dan malam. Dimana siang dimanfaatkan untuk mencari rizki dan malam adalah waktu untuk beribadah serta beristirahat, Begitu pula diciptakannya awan sebagai penanda turunnya hujan dan hamparan padang rumput untuk ternak.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa rasa syukur memengaruhi sikap hamba ketika menerima nikmat. Dalam Kitab Al Hikam, Ibnu Athaillah membaginya menjadi 3 hal:
1. Orang yang gembira dengan nikmat itu namun kegembiraannya bukan ditunjukkan kepada yang memberi, melainkan karena kenikmatan yang dirasakan
