UU Cipta Kerja Dibatalkan, Bagaimana dengan Kebijakan Upah Minimum? Begini Penjelasn Menaker

3 Desember 2021, 16:51 WIB
Menaker Ida Fauziyah /Pikiran Rakyat

INDRAMAYUHITS – Akhir tahun, elemen tripartit di semua daerah merumuskan angka Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Regional (UMR).

Saat ini, rumusan besarannya sudah ditetapkan. Bahkan, sudah diteken pejabat di tingkat provinsi. Yang artinya sudah final.

Namun, secara kebetulan, bersamaan dengan proses perumusan upah minimum, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan yang membatalkan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja karena dianggap bertentangan dengan konstitusi.

Apa korelasinya? Ternyata, di dalam UU yang dibatalkan pemberlakuannya tersebut terdapat kebijakan tentang pengupahan.

Bagaimana sikap Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah terhadap hal ini?

Dalam siaran pers yang dilansir Indramayu Hits dari website resmi Kemnaker tertanggal 2 Desember 2021 Menaker Ida menyatakan bahwa dengan dinyatakan bahwa sebagaimana disampaikan MK, meski telah ada putusan demikian, namun UU Cipta Kerja masih berlaku.

Demikiann juga dengan pernyataan senada yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa seluruh materi dan substansi serta aturan sepenuhnya tetap berlaku tanpa ada satu pasal pun yang dibatalkan oleh MK.

 “Atas dasar itu, berbagai peraturan pelaksana UU Cipta Kerja yang telah ada saat ini, termasuk pengaturan tentang pengupahan  masih tetap berlaku," sambung Menaker Ida melaui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker. 

Dikatakan, peraturan pelaksanaan klaster ketenagakerjaan sebagaimana terdapat dalam UU Cipta Kerja, telah selesai dan diterbitkan sebelum putusan adanya MK diumumkan. Dengan kata lain, proses pengambilan kebijakan ketenagakerjaan tetap merujuk aturan tersebut, termasuk terkait pengupahan. 

Atas dasar itu, pihaknya mengimbau kepada para kepala daerah dan pihak-pihak terkait, agar tetap mengikuti ketentuan pengupahan yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021.

“Saya juga mengingatkan bahwa dalam PP tersebut tidak hanya mengatur tentang UM saja, tetapi juga terkandung aturan struktur dan skala upah yang harus diimplementasikan oleh pengusaha,” sambung Menaker Ida. 

Untuk diketahui upah minimum tingkat provinsi atau UMP ditetapkan oleh gubernur setiap tahunnya. Gubernur juga dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota (UMK).

 Yang perlu diperhatikan rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota dalam 3 tahun terakhir, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi, atau nilai pertumbuhan ekonomi dikurangi inflasi kabupaten/kota yang bersangkutan selama 3 tahun terakhir selalu positif dan lebih tinggi dari provinsi. 

Dalam memutuskan UMP, gubernur bias meminta pertimbangan dari Dewan Pengupahan Provinsi. UMK ditetapkan setelah UMP ditetapkan, dan nominalnya harus lebih tinggi dari UMP. Jika syarat tidak terpenuhi, maka gubernur tidak dapat menetapkan UMK. 

Soal mediator hubungan industrial dan pengawas ketenagakerjaan, dapat mengawal pelaksanaan UM 2022 maupun penerapan struktur skala upah (Susu) di perusahaan. Mediator akan membantu serta memfasilitasi penyusunan Susu, sedangkan pengawas harus siap melakukan monitoring dan penegakan hukum khususnya di bidang pengupahan. 

"Saya telah menginstruksikan agar Mediator dan Pengawas Ketenagakerjaan untuk siap siaga membantu dan mengawasi pelaksanaan UM 2022 serta penerapan SUSU. Jika ditemukan pelanggaran, saya meminta para Kepala Daerah untuk ikut tegas dalam menindaklanjuti hasil pemeriksaan pengawas ketenagakerjaan di daerah. Mari kita bersama-sama ciptakan ekosistem upah yang berkeadilan,” pungkasnya. ***

Editor: Kalil Sadewo

Tags

Terkini

Terpopuler