PR INDRAMAYU - Parlemen Eropa mendesak Jepang untuk mematuhi aturan internasional tentang perlindungan anak, mereka juga meminta Jepang mengatur terkait hak asuh anak.
Dilansir Reuters, tidak seperti kebanyakan negara, Jepang tidak mengakui hak asuh bersama setelah perceraian.
Akibatnya, anak-anak pun sering kehilangan kontak dengan orang tua tanpa hak asuh.
Baca Juga: Catat Rekor Lagi, Corona Indonesia Sentuh Hampir 3.000 Kasus, Sebaran Tertinggi Pindah ke Jawa Barat
Dalam sebuah resolusi yang disahkan dengan suara bulat, komite petisi Parlemen Eropa mengatakan prihatin dengan praktik "penculikan anak oleh orang tua" dan keengganan pemerintah Jepang untuk mematuhi hukum internasional
Mereka pun mendesak Tokyo untuk menegakkan keputusan pengadilan domestik dan luar negeri tentang pengembalian anak dan akses serta hak berkunjung.
Parlemen Uni Eropa telah dilobi oleh dua orang warga negara Uni Eropa, mereka adalah Vincent Fichot dari Perancis dan Tommaso Perina dari Italia.
Baca Juga: Kena Covid-19 dan Pamer Minum Obat, Presiden Brasil: Saya Percaya Hydroxychloroquine, dan Kau?
“Sudah waktunya bagi Jepang untuk menunjukkan integritas dan itikad baik untuk kepentingan terbaik anak-anak. Sudah waktunya bagi semua anak yang diculik untuk pulang," kata kedua ayah itu dalam pernyataan bersama kepada Reuters.
Didorong oleh meningkatnya jumlah korban asing yang menjadi aktivis, semakin banyak orang tua Jepang yang menderita akibat kurangnya hak asuh.
Mereka pun akhir-akhir ini tampak mulai bersuara, melobi untuk perubahan dan menuntut pemerintah.
Baca Juga: Amerika Serikat Resmi Mundur dari WHO, Ketua DPR AS: Sungguh Tidak Masuk Akal
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte telah mengangkat keprihatinan mereka tentang masalah ini dengan Perdana Menteri Shinzo Abe.
Beberapa orang tua Jepang dan warga asing secara kolektif telah mengajukan pengaduan ke badan hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menanggapi resolusi Parlemen Eropa pada Kamis, Kementerian Luar Negeri Jepang membantah bahwa negara itu tidak sesuai dengan perjanjian internasional tentang penculikan anak dan mengatakan akan terus menjelaskan tindakannya kepada negara-negara Uni Eropa.***